MK: Pengunduran Diri Anggota Legislatif untuk Mencalonkan Diri sebagai Kepala Daerah Bertentangan dengan Prinsip Kedaulatan Rakyat

Pemohon MK
209 Views

JATI CENTRE – Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan calon legislatif terpilih tidak boleh mundur demi maju kontestasi Pilkada.

Pengunduran diri calon legislatif terpilih dapat dibenarkan sepanjang pengunduran diri dimaksud dilakukan untuk menjalankan tugas negara yang lain, seperti diangkat atau ditunjuk untuk menduduki jabatan menteri, duta besar, atau pejabat negara/pejabat publik lainnya.

Artinya, jabatan-jabatan tersebut merupakan jabatan yang bukan jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum (elected officials), melainkan jabatan yang berdasarkan pengangkatan dan/atau penunjukan (appointed officials).

Demikian Putusan Nomor 176/PUU-XXII/2024 ini dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terhadap UUD 1945.

Caleg Terpilih Tidak Boleh Mundur Demi Maju Pilkada

Sidang Pengucapan Putusan ini digelar pada Jumat (21/3/2025) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan ini diajukan oleh Adam Imam Hamdana beserta 3 (tiga) rekannya, yakni Wianda Julita Maharani, dan Adinia Ulva Maharani yang merupakan mahasiswa.

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 426 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang tentang Pemilihan Umum  bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘mengundurkan diri karena mendapat penugasan dari negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum’,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.

Dalam pertimbangan hukum  yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra menekankan, bahwa meskipun pengunduran diri merupakan hak calon terpilih, mandat rakyat yang diberikan melalui pemilu harus menjadi pertimbangan utama sebelum mengambil keputusan untuk mengundurkan diri.

“Ketika seorang calon terpilih berhasil meraih suara terbanyak, maka keterpilihannya merupakan mandat rakyat yang harus dihormati. Suara rakyat yang diberikan dalam pemilu merupakan perwujudan demokrasi dan tidak boleh diabaikan,” ujar Saldi Isra.

Menurut MK, pengunduran diri seorang calon legislatif terpilih dapat meniadakan suara pemilih yang telah memilihnya. Dalam sistem pemilu proporsional terbuka, pemilih dapat memilih berdasarkan figur calon yang diusung. Jika calon yang terpilih mengundurkan diri, suara rakyat menjadi tidak bermakna dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Lebih lanjut, Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam pertimbangan lainnya menjelaskan bahwa ketidakjelasan dalam Pasal 426 ayat (1) UU Pemilu berpotensi menimbulkan praktik yang tidak sehat dalam demokrasi.

Pasal ini tidak memberikan batasan yang jelas mengenai alasan yang dapat digunakan untuk pengunduran diri calon terpilih. Akibatnya, penyelenggara pemilu hanya memproses pengunduran diri tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap pemilih.

Alasan MK

Mahkamah Konstitusi menilai bahwa batasan dalam pengunduran diri calon terpilih diperlukan untuk menjaga prinsip kedaulatan rakyat dalam pemilu.

Oleh karena itu, MK memutuskan bahwa pengunduran diri calon terpilih harus memiliki alasan yang jelas dan konstitusional. Dua isu utama yang menjadi pertimbangan MK dalam putusan ini adalah pengunduran diri karena pencalonan sebagai kepala daerah dan pengunduran diri terkait kepentingan tugas negara.

MK juga menyatakan bahwa pengunduran diri untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat.

Sebab, calon tersebut telah mendapatkan mandat dari rakyat melalui pemilu legislatif. Di sisi lain, pengunduran diri dapat dibenarkan jika dilakukan untuk menjalankan tugas negara, seperti diangkat menjadi menteri, duta besar, atau pejabat negara lainnya yang bukan merupakan jabatan hasil pemilihan umum.

Putusan MK ini sejalan dengan fenomena yang terjadi dalam Pemilu Legislatif 2024, di mana banyak calon terpilih yang mengundurkan diri untuk maju dalam Pilkada.

MK menilai praktik ini mencerminkan ketidaksehatan demokrasi dan berpotensi bersifat transaksional, sehingga mengurangi penghormatan terhadap suara rakyat.

Dengan putusan ini, MK menyatakan bahwa Pasal 426 ayat (1) huruf b UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai bahwa pengunduran diri hanya dapat dilakukan jika calon terpilih mendapat penugasan untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum.

“Dengan demikian, dalil permohonan para Pemohon tentang tidak adanya batasan untuk calon terpilih mengundurkan diri yang diatur dalam Pasal 426 ayat (1) huruf b UU 7/2017 adalah dalil yang berdasar. Oleh karena itu, menurut Mahkamah terhadap I Pasal 426 ayat (1) huruf b UU 7/2017 harus dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘mengundurkan diri karena mendapat penugasan dari negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum’, sebagaimana termuat dalam amar Putusan a quo,” tegas Arsul.

Dalil Permohonan

Para Pemohon merasa bahwa adanya calon legislatif terpilih yang mengundurkan diri merupakan bentuk pengkhianatan, serta tidak bertanggung jawab atas mandat yang diberikan langsung oleh rakyat, terlebih adanya alasan yang tidak serius.

Pemohon juga mendalilkan dengan adanya pasal a quo, maka menimbulkan peluang setiap calon legislatif untuk sekadar tes saja, manakala suara yang didapatkan calon setelah dikalkulasikan menunjukkan tren yang positif, maka calon anggota tersebut akan mengundurkan diri dan berpindah haluan ke Pilkada.

Menurut Pemohon, hal tersebut sangat berpotensi menjadikan suara rakyat tidak dihargai. Padahal penghargaan terhadap suara rakyat sudah menjadi semangat Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024.

Selain itu, dalam negara hukum yang berkedaulatan rakyat, penting untuk memposisikan kepentingan rakyat sebagai kepentingan utama karena sejatinya prinsip kedaulatan rakyat memandang bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat. Sehingga dalam melaksanakan segala urusan berkenaan dengan tugasnya, para pemegang kekuasan harus berpegang pada kehendak rakyat yang lazimnya disebut dengan demokrasi.

Pemohon menyebut Putusan MK tersebut inheren dengan fenomena anggota DPR, DPD, dan DPRD yang melakukan pengunduran diri, dengan tanpa adanya limitasi yang jelas akan berpotensi terjadi praktik-praktik tukar suara rakyat dengan kepentingan politik dan kepentingan-kepentingan lain yang tidak selaras dengan prinsip kedaulatan rakyat.

Hal tersebut tentu bertolak belakang dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-VIII/2010 yang menyatakan bahwa prinsip paling pokok dari demokrasi adalah free and fairness (prinsip kebebasan memilih dan prinsip jujur adil).***

Sumber: Mahkamah Konstitusi

Fery Budiutomo Tekankan Pentingnya Kedaulatan Pemilih dan Stabilitas Keamanan Dalam Pilkada Parimo Pasca Putusan MK

97 Views

JATI CENTRE – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah, Feri Budiutomo, menekankan pentingnya menjaga kedaulatan pemilih dan stabilitas keamanan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Parigi Moutong.

Hal ini disampaikan Anggota DPRD Sulteng Dapil Parigi Moutong ini, menyusul pelaksanaan Putusan MK Nomor 75/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) dalam Kabupaten Parigi Moutong.

Setelah MK menyatakan diskualifikasi Amrullah S. Kasim Almahdaly sebagai calon Bupati Parigi Moutong Tahun 2024, karena tidak memenuhi syarat calon berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, sehingga mempengaruhi hasil Pilkada secara keseluruhan.

Politisi Partai HANURA ini mengingatkan bahwa kedaulatan masyarakat pemilih harus dihormati sebagai wujud dari demokrasi yang sehat, dengan memberikan kesempatan memilih yang kedua kalinya secara serentak pasca putusan MK.

“Setiap suara masyarakat pemilih memiliki peran penting dalam menentukan masa depan daerah, sehingga integritas proses pemilihan harus dijaga,” sebutnya di Palu pada Selasa (25/2/2025).

Selain itu, Feri juga menyoroti pentingnya stabilitas keamanan selama proses Pilkada, terutama menindaklanjuti Putusan MK.

Feri berharap, dinamika pemenuhan syarat calon Bupati dan Wakil Bupati Pilkada Parigi Moutong menjadi pembelajaran bagi semua pihak, termasuk bagi penyelenggara pemilihan untuk lebih berhati-hati dan profesional dalam menyelenggarakan pemilihan.

Menurutnya, situasi kondusif akan memastikan masyarakat pemilih dapat menggunakan hak pilih masyarakat tanpa tekanan atau intimidasi.

“Semua pihak, termasuk aparat keamanan, penyelenggara pemilihan, dan masyarakat pemilih, untuk bekerja sama menjaga ketertiban keamanan selama tahapan pemilihan berlangsung,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa kepatuhan terhadap peraturan dan etika pemilihan merupakan kunci untuk mencegah terjadinya pelanggaran yang dapat merugikan semua pihak.

Dengan menjaga kedaulatan pemilih dan stabilitas keamanan, Feri Budiutomo optimis bahwa Pilkada di Kabupaten Parigi Moutong dapat berjalan lancar untuk menghasilkan pemimpin berintegritas yang mampu meningkatkan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk diketahui, Pilkada Kabupaten Parigi Moutong tahun 2024 diikuti lima pasang calon dengan nomor urut 1 Badrun Nggai-Muslih, paslon nomor urut 2 Moh Nur Rahmatu-Arman, paslon nomor urut 3 Nizar Rahmatu-Ardi, paslon nomor urut 4 Erwin Burase-Abdul Sahid dan paslon nomor urut 5 Amrullah-Ibrahim.

Kemudian MK melalui Putusan Nomor 75/PHPU.BUP-XXIII/2025, menyatakan  ketidakabsahan pencalonan Amrullah, sehingga seluruh perolehan suara paslon nomor urut 5 dalam Pilkada Parigi Moutong dinyatakan batal demi hukum.

Konsekuensinya, perolehan suara pasangan calon lain juga terdampak, sehingga Keputusan KPU Kabupaten Parigi Moutong Nomor 1850 Tahun 2024 tentang hasil pemilihan harus dinyatakan tidak sah.***

MK Putuskan Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Parigi Moutong

163 Views

JATI CENTRE – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong Tahun 2024 yang diajukan pasangan calon (paslon) nomor urut 3 M. Nizar Rahmatu – Ardi.

Dalam Putusan Nomor 75/PHPU.BUP-XXIII/2025, MK menyatakan bahwa pencalonan Amrullah S. Kasim Almahdaly tidak memenuhi syarat berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

Putusan ini dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.

“Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; menyatakan diskualifikasi Amrullah S. Kasim Almahdaly sebagai calon Bupati dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong Tahun 2024,” ujar Suhartoyo saat membacakan Amar Putusan pada Senin (24/2/2025) sebagaimana dikutip dari laman resmi MK.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa verifikasi dokumen syarat calon yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Parigi Moutong menunjukkan bahwa Amrullah tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon bupati.

KPU menemukan bahwa Amrullah belum memenuhi masa jeda lima tahun setelah adanya Putusan Kasasi Mahkamah Agung pada 30 Januari 2020.

Meskipun pasangan Amrullah – Ibrahim A. Hafid sempat mengajukan sengketa pemilihan ke Bawaslu Kabupaten Parigi Moutong dan melanjutkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar, yang kemudian memerintahkan KPU untuk memasukkan kembali pasangan tersebut sebagai calon, MK menegaskan bahwa pencalonan Amrullah tetap tidak memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Nomor 10 Tahun 2016.

Perolehan Suara Seluruh Paslon Dinyatakan Tidak Sah

Berdasarkan putusan MK, akibat ketidakabsahan pencalonan Amrullah, seluruh perolehan suara paslon nomor urut 5 dalam Pilkada Parigi Moutong dinyatakan batal demi hukum. Konsekuensinya, perolehan suara pasangan calon lain juga terdampak, sehingga Keputusan KPU Kabupaten Parigi Moutong Nomor 1850/2024 tentang hasil pemilihan harus dinyatakan tidak sah.

“Mahkamah menemukan fakta hukum bahwa Amrullah S. Kasim Almahdaly berstatus sebagai mantan terpidana yang belum memenuhi masa jeda lima tahun sejak Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 34 K/Pid/2020. Masa jeda ini baru terpenuhi setelah 30 Januari 2025. Oleh karena itu, pencalonannya tidak sah,” terang Arief Hidayat.

Hakim Arief juga menyebut bahwa Amrullah S. Kasim Almahdaly telah ternyata berstatus sebagai mantan terpidana yang belum memenuhi masa jeda 5 (lima) tahun setelah adanya Putusan Kasasi Mahkamah Agung tanggal 30 Januari 2020 pada waktu mendaftarkan diri sebagai bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong Tahun 2024, karena masa jeda 5 (lima) tahun baru terpenuhi setelah tanggal 30 Januari 2025.

Dengan kata lain, untuk dapat memenuhi syarat pencalonan sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong Tahun 2024, dan dalam kaitannya dengan status mantan terpidana yang dimilikinya Amrullah S. Kasim Almahdaly harus telah pula memenuhi jeda “masa tunggu” selama 5 (lima) tahun sejak masa pidana serta mengumumkan status pidana yang dijalaninya secara terbuka kepada masyarakat.

Dengan demikian, proses pendaftaran calon Bupati atas nama H. Amrullah S. Kasim Almahdaly, SE adalah tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU 10/2016, sebagaimana telah diputus oleh Mahkamah melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019, bertanggal 11 Desember 2019, sehingga kepadanya harus didiskualifikasi dari kontestasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong Tahun 2024.

PSU dalam 60 Hari

Sebagai tindak lanjut, MK memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa mengikutsertakan Amrullah S. Kasim Almahdaly.

Sementara itu, Ibrahim A. Hafid masih dapat mengikuti PSU dengan menggandeng calon baru yang diusulkan oleh partai pengusung. Jika dalam batas waktu yang ditentukan tidak ada calon pengganti, PSU tetap akan dilaksanakan dengan hanya menyertakan empat pasangan calon lainnya.

PSU harus dilakukan berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih pindahan, dan daftar pemilih tambahan yang sama seperti pada pemungutan suara sebelumnya, yang berlangsung pada 27 November 2024. PSU wajib dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 hari sejak putusan MK diucapkan.

Selain itu, Mahkamah juga menegaskan agar KPU Kabupaten Parigi Moutong berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan ketersediaan anggaran guna mendukung pelaksanaan PSU. Pengamanan PSU akan menjadi tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Polda Sulawesi Tengah dan Polres Parigi Moutong.

Mahkamah juga memberikan kesempatan kepada partai politik pengusung untuk mengganti calon Bupati dengan sosok lain yang memenuhi syarat. Jika dalam batas waktu yang ditentukan tidak ada calon pengganti, PSU akan tetap dilaksanakan dengan hanya menyertakan empat pasangan calon lainnya.

Pemungutan suara ulang ini harus dilakukan berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Pindahan, dan Daftar Pemilih Tambahan yang sama dengan pemungutan suara sebelumnya pada 27 November 2024. Mahkamah menetapkan bahwa PSU harus dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 hari sejak putusan diucapkan.

Mahkamah juga menegaskan agar KPU Kabupaten Parigi Moutong berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan ketersediaan anggaran guna mendukung pelaksanaan PSU. Selain itu, pengamanan PSU akan menjadi tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Polda Sulawesi Tengah dan Polres Parigi Moutong.

Sebagai informasi, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong Nomor Urut 3 M. Nizar Rahmatu – Ardi  (Pemohon) mendalilkan Calon Bupati Parigi Moutong Nomor Urut 5 Amrullah S. Kasim Almahdaly dinilai tidak memenuhi syarat pencalonan.

Dalam permohonannya, Pemohon menjelaskan, berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Amrullah S. Kasim Almahdaly menjalani proses pidana. Dengan demikian, perhitungan masa jeda lima tahun bagi dirinya baru dimulai setelah putusan tersebut dikeluarkan. Artinya, masa jeda tersebut belum terpenuhi pada saat proses pendaftaran calon yang berlangsung pada 27 – 29 Agustus 2024.

Ketentuan terkait masa jeda bagi mantan terpidana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, serta diperjelas dalam Pasal 14 ayat (2) huruf f dan Pasal 17 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2024.

Berdasarkan regulasi tersebut, seseorang yang pernah menjadi terpidana harus menunggu selama lima tahun setelah bebas sebelum dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Namun, KPU Parigi Moutong tetap menetapkan pasangan Amrullah S. Kasim Almahdaly dan Ibrahim Hafid sebagai peserta pemilihan.

Sebelumnya, Pilkada Kabupaten Parigi Moutong diikuti lima pasang calon dengan nomor urut 1 Badrun Nggai-Muslih, paslon nomor urut 2 Moh Nur Rahmatu-Arman, paslon nomor urut 3 Nizar Rahmatu-Ardi, paslon nomor urut 4 Erwin Burase-Abdul Sahid dan paslon nomor urut 5 Amrullah-Ibrahim.***

Cat: Artikel ini tayang dalam laman resmi Mahkamah Konstitusi

Cita PASTI Menembus Ambang Batas di Mahkamah Konstitusi; Cerita Dibaliknya

180 Views

CITA Pilkada Morowali Menembus Ambang Batas di Mahkamah Konstitusi
Oleh: Ruslan Husein
( Koordinator Tim Hukum PASTI )

JATI CENTRE – Terlibat langsung sebagai Tim Hukum Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Morowali Tahun 2024, sama sekali tanpa perencanaan.

Tiba-tiba saja, diminta ikut dan memimpin Tim Hukum dalam pelaporan dan advokasi atas nama Pasangan Taslim dan Asgar Ali K (PASTI) di KPU Morowali dan Bawaslu Morowali.

Lalu memimpin penyusunan permohonan dan bukti-buktinya, serta pendaftaran permohonan atau sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi.

Bahkan hadir dalam sidang pendahuluan, dan dipercaya membacakan langsung permohonan di hadapan panel tiga majelis hakim MK, yakni Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Enny Nurbaningsih.

***

Cerita itu bermula, saat mengikuti Rapat Paripurna DPRD Sulteng pada tanggal 29 November 2024 lalu. Maklum, lagi melaksanakan tugas sebagai bawahan untuk memberi dukungan pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga ini.

Bertemu dengan Farha Nuhun, Staf dan Asisten Ketua Komisi III/Bidang Pembangunan, Hj. Arnila H. Ali. Farha ini pernah tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Tadulako, tempat saya ditugaskan mengajar sebagai dosen praktisi yang berlangsung sampai saat ini.

Setelah diskusi singkat tentang dinamika Pilkada dan lebih khusus hasil Pilkada Morowali, Farha lantas bertanya, “Bisa ke Morowali Kak?

Sontak saya menjawab “bisa”. Jawaban spekulatif, karena berpikir terbuka jaringan baru, dan tentu masih beberapa hari ke depan.

Maklum di agenda Jumat akhir pekan, saya selalu menyempatkan diri untuk pulang kampung, menemui orang tua dan keluarga dekat.

“Kapan? tanyaku balik.

“Sebentar, hari ini, setelah jumatan,” jawab singkat Farha.

Sudah memberi kesanggupan untuk siap berangkat ke Morowali, ternyata berangkat hari ini juga.

Awalnya, saya berpikir berangkat ke Morowali dalam beberapa hari ke depan, ternyata berangkat hari ini, beberapa jam ke depan.

Masih duduk mengikuti sidang paripurna, tiba-tiba pesan masuk di handphone, untuk segera balik ke rumah menyiapkan pakaian dan perlengkapan kerja agar tepat waktu berangkat naik pesawat ke Morowali.

Tiba di Morowali

Kami dijemput Sopir Aswan, dan langsung mengantarkan kami masuk ke Kota Bungku Ibu Kota Morowali, dengan sekitar 45 menit perjalanan. Bandara komersil ini berada di Kabupaten Morowali Utara.

Menemui dan berdiskusi dengan banyak pihak, terutama tim konsultan politik dan tim relawan termasuk tim hukum lokal yang sebelumnya sudah terbentuk, dan melakukan kerja-kerja pemenangan PASTI.

Terpancar rasa kecewa atas hasil Pilkada yang menempatkan PASTI selaku petahana sebagai urutan kedua perolehan suara. Dengan urutan pertama suara terbanyak diraih oleh pasangan IKHLAS.

Selain kecewa, juga terpancar dan luapan kemarahan terutama dengan banyaknya pelanggaran Pilkada yang tidak memperoleh penanganan secara memadai dari penyelenggara pemilihan.

Silih berganti orang datang ke sekretariat tim pemenangan, siang maupun malam, semuanya mengungkapkan rasa kecewa dan kemarahan akan banyaknya pelanggaran tanpa penanganan memadai dari pihak berwenang.

Pelanggaran paling masif terjadi di Kecamatan Bahodopi, mulai dari kejadian surat suara dicoblos di kontainer area perusahaan. Serta, praktik pidana politik uang yang terjadi terang-terangan, seolah tidak tersentuh oleh hukum.

Politik uang dengan praktik per/orang diganjar rata-rata 300 ribu sampai dengan 500 ribu, asalkan mau memilih pihak paslon pemberi uang.

Bahkan ada pelanggaran anggota PPK yang aktif menawarkan kerjasama kepada paslon Pilkada, dengan angka fantastik sampai 3,16 milyar rupiah. Kasus ini telah ada penanganan dari KPU Morowali dengan berakibat pemberhentian tetap kepada para terlapor, oknum anggota PPK.

Tetapi, mereka bingung mau melakukan apa? Mengadukan pelanggaran kepada siapa? Bagaimana format laporan dan caranya advokasinya?

Serta setumpuk pertanyaan-pertanyaan yang memuncak pada rasa kecewa, kemarahan, hingga pasrah menerima kekalahan kontestasi.

Pimpin Tim Hukum PASTI

Kehadiran di Morowali ini kedudukan saya, awalnya hanya membantu, dengan pengalaman pernah menjabat sebagai Ketua Bawaslu Sulteng tahun 2016 sd 2021.

Ternyata sikap “membantu” itu, terus membuat gelisah Tim Pemenangan, terutama tokoh senior, Arisandi dan Moh. Anwar.

Gelisah karena banyak pelanggaran telah diterima Tim Hukum, namun belum ada pelaporan sama sekali ke pihak Bawaslu dan di KPU Morowali.

Mereka berdua lantas meminta saya memimpin Tim Hukum PASTI ini, dan mengkoordinasikan penanganan pelanggaran pemilihan.

Singkatnya, saya menyanggupi permintaan kedua orang senior itu, setelah ada perintah atau permintaan langsung dari Prinsipal Pasangan Taslim dan Asgar Ali K, yang disampaikan di rumah masing-masing.

Semangat tim mulai terbangun, rasa optimisme dan percaya diri mulai tumbuh lagi. Tidak muluk-muluk langkah pertama, bangun kesolidan dan rasa tanggung jawab tim kerja, membuahkan hasil.

Lalu identifikasi informasi awal dan data pelanggaran yang tersedia. Petakan, termasuk jenis pelanggaran apa. Apakah pelanggaran administrasi, pidana, kode etik, atau pelanggaran hukum lainnya (netralitas penyelenggara negara/daerah).

Tuangkan dalam bentuk formulir laporan pelanggaran, dengan memperhatikan keterpenuhan syarat formil dan syarat materil.

Lalu laporkan kepada penyelenggara pemilihan yang berwenang (KPU dan Bawaslu), dengan keikutsertaan tim sebagai pihak pelapor, saksi, dan pemberi informasi.

Tidak lupa, buatkan siaran pers dan lakukan kampanye untuk memberikan informasi kepada semua pihak tentang langkah-langkah yang telah dilakukan, dan rencana advokasi ke depan.

Dalam kegiatan publikasi, turut dibentuk tim kerja media yang bertugas membuat siaran pers, dan publikasi serta menyebarkan langkah advokasi pelanggaran terutama melalui sarana media online dan media sosial.

***

Demikian, kilas balik satu sisi perjalanan asa menjemput kemenangan PASTI setelah penetapan di KPU Morowali. Lalu, langkah-langkah advokasi penanganan pelanggaran yang terdokumentasi dengan baik, yang menjadi sebab permohonan dan sengketa di MK.

Banyak pihak telah terlibat, dan tak sedikit uang yang habis. Bahkan perjalanan ini telah menorehkan banyak teman, bertemu dengan orang-orang baru.

Namun, tidak sedikit juga yang menganggap saya sebagai musuhnya, mungkin kepentingan mereka jadi terganggu.

“Bagiku, 1.000 orang teman terlalu sedikit, dan 1 orang musuh terlalu banyak,” ungkapku saat menyampaikan laporan pelanggaran etik anggota PPK langsung di Kantor KPU Morowali.

Ditambah dengan ungkapan, peran seseorang dalam dunia silih berganti, perubahan begitu cepat terjadi.

Maka torehkan nilai persahabatan, selalu kerja maksimal (profesional) dan berintegritas.

Akhirnya, selamat menanti dan menikmati apapun putusan/keputusan Mahkamah Konstitusi nantinya. Semoga diberikan yang terbaik.***

ADU KUAT! Mampukah Ketua dan Anggota Bawaslu Morowali Terbebas Dari Sanksi Etik DKPP?

1,031 Views

JATI CENTRE – Mampukah Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Morowali terbebas dari sanksi pelanggaran kode etik penyelenggara Pilkada? Sekaligus mampukan Pelapor dari Tim Hukum Pasangan Calon Taslim dan Asgar Ali K (PASTI) dalam membuktikan laporannya dalam persidangan yang terbuka untuk umum di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Jumat, 31 Januari 2025.

Ini akan menjadi pertaruhan kedua pihak ini, yang terus bersinggungan dalam pelaksanaan hingga akhir tahapan Pilkada Kabupaten Morowali Tahun 2024 ini. Pengadu membuktikan aduannya, dan Para Terlapor dari Bawaslu Kabupaten Morowali berusaha membela diri, dengan indikator prinsip profesionalitas dan prinsip integritas berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Diketahui sebelumnya, DKPP telah melakukan registrasi Perkara No. 27-PKE-DKPP/I/2025 dari Pelapor Tim Hukum Pasangan Taslim dan Asgar Ali K (PASTI), dengan Terlapor masing-masing Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Morowali atas nama: Aliamin, Elsevin Lansinara, dan Sarifa Fadlia Abubakar.

Menurut Koordinator Tim Hukum PASTI, Ruslan Husein, pihaknya mengadukan Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Morowali, karena banyak pelanggaran yang terjadi dalam kontestasi Pilkada Morowali, tidak memperoleh penanganan yang memadai dari pengawas pemilihan. Bahkan Penyelenggara cenderung Pasif, padahal ada kewenangan pengawasan aktif untuk penelusuran informasi awal yang berpotensi pelanggaran pemilihan.

“Kami selaku peserta pemilihan, telah pro-aktif memberikan laporan dan informasi awal kepada pihak Bawaslu, namun penanganan belum sesuai undang-undang atau seperti yang diharapkan,” ungkap Ruslan.

Menurutnya, Bawaslu cenderung pasif dan menunggu laporan dari masyarakat. Padahal lembaga ini memiliki kewenangan, yakni pengawasan aktif hingga temuan pelanggaran. Bahkan untuk informasi awal yang viral dan bersebaran di media sosial, atau laporan yang disampaikan masyarakat, harusnya ditindaklanjuti dengan melakukan penelusuran dan investigasi terjadinya pelanggaran.

“Kan ada kewenangan penelusuran dan investigasi dugaaan pelanggaran, ada SDM Pengawas yang ada di setiap kecamatan dan desa bahkan TPS, serta ada Tim Sentra Gakumdu yang beranggotakan kepolisian dan jaksa, tapi kewenangan itu tidak dilakukan,” jelas Ruslan.

Bahkan terhadap laporan pelanggaran pidana politik uang yang disampaikan kepada pihak Bawaslu Kabupaten Morowali, merupakan laporan paling lengkap yang terpenuhi syarat formil dan materi, tetapi dinyatakan sebagai bukan pelanggaran.

“Pada laporan terdapat Pelapor, Terlapor, dan saksi-saksi serta barang bukti. Kami ajukan Ahli tapi tidak diperiksa. Laporan diajukan dalam tenggang waktu sebelum 7 hari sejak diketahui, sehingga laporan pelanggaran pidana politik uang paling lengkap data dan buktinya, namun dianggap bukan pelanggaran,” terang Ruslan.

Dirinya selaku mantan Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah, sangat menyesalkan hasil kerja Bawaslu Kabupaten Morowali dalam penanganan pelanggaran, yang tidak profesional.

“Laporan itu terpenuhi syarat formil dan materil. Lantas, bilang bukan pelanggaran! Entah peraturan mana yang dibaca dan dijalankan,” kesal Ruslan.

Lebih rinci, pihak Tim Hukum PASTI memastikan akan hadir langsung dalam sidang DKPP di Jakarta, dan akan menyampaikan substansi laporan pelanggaran kode etik pemilihan beserta bukti-buktinya yang telah digandakan sesuai kebutuhan.

Pokok Aduan Tim Hukum PASTI

Ditanya soal substansi laporan di DKPP, Ruslan menguraikan laporan terkait Bawaslu menyalahi prosedur penanganan pelanggaran, terutama menilai ketepatan keterpenuhan unsur syarat formil dan materi suatu laporan. Tahap ini akan menentukan apakah suatu laporan ditangani lebih lanjut atau dihentikan penanganannya.

“Kemudian, atas Formulir A.1 bukan informasi yang dikecualikan bagi Pelapor, yang oleh Bawaslu dianggap informasi yang dikecualikan,” terang Ruslan.

Pihaknya mengaku paham tentang jenis-jenis informasi yang dikecualikan sesuai Peraturan Bawaslu. Namun, terkhusus untuk Formulir Laporan Model A.1, sejatinya bukan informasi publik yang dikecualikan bagi pelapor. Pelapor memiliki hak untuk menandatangani laporan dan mendapatkan salinannya.

” Formulir Laporan Model A.1 dikecualikan bagi pihak lain, selain Pelapor tentunya,” sebut Ruslan.

Selain itu, menurutnya substansi laporan lainnya, terkait pengajuan ahli yang disampaikan melalui surat Tim Hukum PASTI, namun tidak ditanggapi oleh pihak Bawaslu Kabupaten Morowali dalam proses penanganan pelanggaran.

“Ahli yang diajukan Pelapor tidak sama-sekali diperiksa. Sejatinya Bawaslu memberikan jawaban tertulis juga terkait dengan surat untuk memeriksa ahli yang diajukan Pelapor,” sebut Ruslan.

Terakhir, teknis klarifikasi dari Bawaslu yang memanggil secara bersamaan dalam satu waktu dan tempat pihak Saksi Pelapor yang merupakan saksi kunci dengan bersamaan Pihak Terlapor, sehingga memberikan dampak psikologi tidak aman kepada Saksi Pelapor.

“Bahkan melakukan tindakan konfrontasi,” sebutnyanya.

Penyelenggara pemilihan berhadapan dengan pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil kinerjanya, merupakan hal biasa dalam tahapan pemilihan. Akan lebih siap menghadapi semua itu, jika dalam kerja-kerja kelembagaan dan penanganan pelanggaran dilakukan secara profesional dan tertib administrasi.

Tujuan serangkaian pelaporan di DKPP ini, agar Penyelenggara Pemilihan menjamin kualitas pelayanan kepada pemilih dan peserta pemilihan, sesuai dengan standar profesional kinerja dan administrasi penyelenggaraan Pemilihan.

“Sekaligus menjadi pembelajaran bagi semua pihak ke depannya, “pungkasnya.***

Pakar: Tak Boleh Lagi Ada Pembahasan Pilkada Lewat Pemilihan di DPRD

95 Views

JATI CENTRE – Pemerhati pemilu dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menegaskan wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) lewat DPRD harusnya sudah tutup buku alias tak perlu lagi dibahas.
Titi menegaskan konstitusi telah menjamin pemilihan secara langsung. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 dan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK). […]

Tidak Profesional? Ketua dan Anggota Bawaslu Morowali Akan Diadili DKPP, Para Pihak Telah Dipanggil

568 Views

JATI CENTRE – Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Morowali dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akibat dinilai tidak profesional dalam penanganan pelanggaran Pilkada.

Kepastian Laporan itu, DKPP telah melakukan registrasi Perkara No. 27-PKE-DKPP/I/2025, dengan Terlapor Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Morowali atas nama: Aliamin, Elsevin Lansinara, dan Sarifa Fadlia Abubakar

[…]