Oleh: Tere Liye
( Penulis Novel “OMON-OMON)
JATI CENTRE – Puteri (bukan nama sebenarnya), lahir persis milenium baru, Januari 2000. Ayahnya dan Ibunya menikah bahkan belum lulus SMA, setahun kemudian Puteri lahir. Ayahnya cuma kerja serabutan nggak jelas, DO SMA, Ibunya juga demikian. Puteri punya 2 adik. Dan keluarga mereka tinggal di rumah Kakek Puteri.
Tahun berlalu, Puteri tumbuh seperti remaja lain. Sekolah males, lebih suka main gadget. Masa depan suram. Tidak punya inspirator, tidak ada teladan di keluarganya.
Hingga suatu hari kelas 1 SMK, dia ikut seminar di sekolah temannya. Yg ngisi Tere Liye (ehem), bicara tentang masa depan. Ada sebuah kalimat nyesek banget di hati Puteri. Sehabis acara, saat teman2nya FOMO minta ttd, rebutan minta foto bareng (dan ditolak), Puteri memikirkan kalimat Tere Liye dalam-dalam. Tentang masa depannya.
Maka, mulai hari itu, dia berubah. Dia mulai rajin sekolah, nilai-nilainya membaik. Dia mau jadi anak yang bertanggungjawab, mandiri. Karena jika tdk, keluarganya akan terus blangsak. Hidup susah. Dia mau kerja keras. Lulus SMK, dia diterima kerja di kantor cabang, staf rendahan, disuruh-suruh. Tapi, Puteri yang pola pikirnya telah berubah, memutuskan bekerja dengan giat.
Dia datang sebelum jam masuk, pulang setelah yang lain pulang. Tidak mengeluh disuruh apapun, sambil diam2 belajar di sana. Setahun, pemilik kantor akhirnya notice ttg anak ini. Dia naik pangkat jadi staf admin. Dua tahun lagi, naik pangkat lagi, jadi koordinator staf-staf lain. Lima tahun kerja di sana, dia jadi manajer, bertanggungjawab di kantor cabang tsb. Gajinya yg waktu masuk hanya 1,5 juta per bulan, sekarang 10 juta per bulan, belum bonus2, THR, dll.
Lumayan banget.
Maka, Puteri bisa menghidupi Ayah Ibunya yang semakin nggak jelas. Kerja males. Cuma main HP, nongkrong. Juga menyekolahkan 2 adiknya, yg juga males belajar, susah diatur, kerjaan main game mulu.
Berat beban Puteri, dia harus menopang atas dan bawah keluarganya. Belum lagi dia harus bantu merenovasi rumah kakeknya, bantuin Paman/Bibinya yg pinjem duit, ponakan2nya yang ngeluh SPP belum lunas. Tapi Puteri tetap tangguh. Tanpa bantuan siapapun, dia terus kerja keras, menghidupi keluarganya.
Berangkat pagi2 buta, pulang malam hari. Sabtu sering lembur. Minggu hanya terkapar kelelahan di rumah. Nyaris tdk punya kehidupan sosial, karena sibuk kerja. 7 tahun dia tetap menjalaninya dgn gagah.
TAPI, oh TAPI.
Kalian tahu apa yang paling menyesakkan dari kehidupan Puteri? Well, saat dia menanggung biaya hidup orang tuanya, itu masuk akal. Juga menanggung biaya sekolah adik2nya, itu masuk akal. Pun Paman/Bibi, ponakan, itu semua masuk akal. Namanya juga keluarga sendiri. Tentu dibantu.
Nah, yang sangat epic adalah: Puteri harus menanggung biaya hidup jutaan orang miskin di Indonesia. Sungguh amazing. Lewat apa? Tiap bulan gajinya dipotong PPh setidaknya Rp 600.000, setahun Rp 7,2 juta. BAH! Bayangkan uang segitu, bisa buat sekolah adik2nya.
Pemerintah yang tidak peduli dan tdk pernah membantu Puteri, Pemerintah yang entah dimana saat Puteri mulai merintis karir, eh tiba-tiba motong gaji Puteri Rp 7,2 juta per tahun. Lantas duit itu buat apa? Membayari gaji pejabat-pejabat, fasilitas2 pejabat, plop plop totot, pun bansos, sembako, PIP, dan semua bantuan untuk rakyat miskin.
Sementara, saat Puteri mau beli gas LPG 3 Kg, HAROOOM! Teriak seorang yayi. Saat adiknya mau dapat PIP! TIDAK BOLEH! Sergah orang-orang sok bijak. Kamu itu kan mampu, gaji 10 juta sebulan kok minta barang subsidi.
Inilah nasib Puteri. Dia adalah generasi sandwich dobel kuadrat. Bukan hanya menopang keluarganya, tapi juga menopang seluruh penduduk miskin dan pejabat2 tamak negeri ini. Amazing beban hidupnya. Kerja keras dari gelap subuh ke gelap isya. Jumlah orang2 seperti Puteri ini buanyak. Dan boleh jadi kalian dan keluarga kalian salah-satunya. Orang tua kalian yang gajinya terus dipotong gajinya oleh pemerintah.
Siapa yang akan memikirkan Puteri ini? Entahlah. Karena negeri ini membiarkan orang miskin awet. Sekolah-sekolah entah apa sekarang yang diajarkan di sana. Teladan, inspirasi semakin langka. Lapangan pekerjaan semakin terbatas. Yang sejahtera dan bahagia itu adalah elit2 di atas sana. Nasib anak mantu cucunya telah terjamin.
Kamu? Harus kerja keras sekali, dik.
Sumber: FB Tere Liye