53 Tambang Nikel Keroyok Morowali, Walhi Sulteng: Bencana Banjir Lumpur Jadi Langganan

124 Views

JATI CENTRE – Aktivitas pertambangan di pegunungan Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) dianggap sebagai biang terjadinya banjir lumpur, yang sejak beberapa tahun belakangan yang rutin melanda wilayah sekitar kawasan industri nikel, terutama di Desa Labota.

Masyarakat sipil meminta pemerintah untuk melakukan moratorium dan evaluasi izin tambang di pegunungan itu.

Berdasarkan analisis spasial Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng, terdapat 53 izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi yang beroperasi di Morowali.

Total luas konsesi tambang nikel ini mencapai 118.139 hektare, terbesar di antaranya milik PT Bintang Delapan Mineral seluas 20.765 hektare. Konsesi-konsesi tambang ini terletak di hampir sepanjang lanskap pegunungan Morowali.

Juru Kampanye Walhi Sulteng, Wandi, mengatakan, menurut laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulteng, sebanyak 200 jiwa di Desa Labota, terdampak langsung banjir dan terpaksa mengungsi ke rumah kerabat.

Selain itu, lima unit indekos dilaporkan terendam, dengan satu unit mengalami kerusakan ringan, hingga saat ini air masih menggenang di beberapa titik desa.

Wandi menilai, bencana ekologis yang terjadi di Desa Labota ini menjadi peringatan bahwa daya tampung dan daya dukung lingkungan tidak lagi seimbang.

Itu dikarenakan eksploitasi sumber daya alam yang membuat pepohonan mulai hilang, dan bukaan tambang yang meluas hingga mengakibatkan resapan air hujan ke dalam tanah berkurang, sehingga dengan mudahnya air cepat mengalir membawa material tanah ke daratan rendah.

Lonjakan peningkatan aktivitas tambang nikel di Morowali, lanjut Wandi, merupakan program dari hilirisasi nikel, yang diprioritaskan oleh pemerintah pusat. Hampir sebagian besar tambang-tambang beroperasi tersebut merupakan pemasok ore nikel di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

“Jika aktivitas pertambangan hanya dilihat sebagai pertumbuhan ekonomi semata oleh pemerintah, maka bencana ekologis ke depan makin parah, dan paparan daya rusaknya makin luas. Masyarakat hanya menjadi korban dari dampak ekstraktif,” kata Wandi, Selasa (31/12/2024) sebagaimana dikutip dari laman betahita.id.

Wandi menguraikan, IMIP merupakan kawasan industri nikel yang memiliki luas sekitar 4 ribu hektare, terletak di Desa Fatuvia dan Desa Labota, Kecamatan Bahodopi.

Di kawasan itu terdapat 52 tenant yang beroperasi dan saling terintegrasi memproduksi empat klaster nikel, yaitu stainless steel, nickel pig iron (NPI), carbon steel, dan mixed hydroxide precipitate (MHP) untuk komponen baterai.

Per 2023, terhitung sudah hampir 10 tahun PT IMIP beroperasi dan terus memberikan dampak yang sangat signifikan bagi masyarakat Desa Fatuvia dan Desa Labota. Akan tetapi, imbuh Wandi, selama ini seperti ada pembiaran yang dilakukan oleh perusahaan.

Atas situasi tersebut, lanjut Wandi, Walhi Sulteng mendesak pemerintah, terutama Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk melakukan langkah konkrit perlindungan lingkungan hidup.

“Pemerintah segera lakukan moratorium dan evaluasi terhadap seluruh aktivitas pertambangan yang beroperasi di wilayah pegunungan Morowali,” harapnya.

Sebab aktivitas tambang di pegunungan itu diduga sebagai faktor utama penyebab terjadinya banjir yang mengorbankan masyarakat. Apalagi Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sangat jelas mengamanatkan tentang pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan.

“Jika ditemukan perusahaan melakukan pelanggaran lingkungan, maka harus diberikan sanksi serius, dan memberikan efek jera untuk memperbaiki tata kelolanya. Berdasarkan tiga poin dalam UU No. 3 Tahun 2021. Pidana, denda dan penjara, pencabutan izin dan sanksi administrasi,” ujar Wandi.

Sumber: betahita.id

Proyek PT BTIIG Morowali, Muhammad Safri: Kenapa Rakyat Harus Jadi Tumbal?

172 Views

JATI CENTRE – Anggota DPRD Sulawesi Tengah, Muhammad Safri mendukung aksi warga desa lingkar tambang di Kabupaten Morowali yang menuntut PT BTIIG menghentikan aktivitas di atas lahan milik PT Logam Jaya Utama.

Sekretaris Komisi III ini, menyebut aksi demonstrasi itu merupakan bagian dari bentuk protes warga terhadap aktivitas PT BTIIG yang dianggap merugikan pemilik lahan yang sah.

“Kami mendukung aksi warga desa lingkar tambang, mendesak PT BTIIG menghentikan aktivitas mereka di lahan sengketa. Mereka tidak boleh seenaknya beroperasi, ini sama saja merugikan pemilik lahan yang sah,” ucapnya kepada awak media, Sabtu (8/2/2025) sebagaimana dikutip dari laman KOMPAS.

Safri menilai aktivitas PT BTIIG yang serampangan adalah bukti bahwa proyek hilirisasi nikel hanya menghadirkan konflik, menambah penderitaan rakyat serta menimbulkan kerusakan lingkungan.

“Tidak ada yang bisa kita banggakan dari proyek hilirisasi nikel ini. Aktivitas PT BTIIG adalah bukti nyata keberadaan mereka hanya menambah penderitaan rakyat. Konflik terus terjadi, lingkungan rusak dan sumber mata pencarian hilang,” bebernya.

Safri menuding pemerintah terlalu berambisi menjadi pemain utama di industri material baterai mobil listrik global. Pemerintah mengobral label Proyek Strategis Nasional (PSN) sehingga menciptakan banyak persoalan di lapangan.

“PSN yang di garap oleh PT BTIIG, alih-alih meningkatkan kesejahteraan yang ada mereka merampas hak-hak masyarakat, pembangunan jetty yang merusak lingkungan. Lantas PSN ini untuk siapa? kenapa rakyat jadi tumbal?” imbuhnya.

Politisi PKB ini pun mendesak proyek BTIIG di Morowali dihentikan karena tidak menguntungkan bagi masyarakat. Safri menyebut proyek tersebut hanya memberikan keuntungan kepada investor asal Tiongkok.

“Keberadaan BTIIG membuat masyarakat di sana saat ini merasakan hidup yang lebih parah. Proyek ini sesungguhnya hanya menguntungkan investor dari Tiongkok dan dinikmati oleh segelintir orang kaya di negeri ini,” tegasnya.

Mantan aktivis PMII mendorong pemerintah segera menghentikan proyek hilirisasi nikel khususnya di Morowali dan Morowali Utara. Pemerintah kata Safri terlalu memanjakan investor namun rakyatnya tetap miskin dan menderita.

“Stop hilirisasi nikel di Morowali dan Morut, ini tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi. Investor dimanja, rakyat tetap miskin dan menderita. Puluhan ribu petani dan nelayan kehilangan mata pencarian,” pungkasnya.

Sumber: KOMPAS.TV

Soal IPR Tambang Buranga, Komisi II DPRD Parimo Panggil DiskopUKM

Ketua Komisi II DPRD Parimo, Muhamad Fadli
89 Views

JATI CENTRE – Polemik soal penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) untuk tambang Buranga Kecamatan Ampibabo, Komisi II DPRD Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Pelaksanan RDP tersebut tak lain menindaklanjuti polemik terbitnya Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas PM-PTSP Sulteng.

Rencananya Komisi II DPRD Parimo akan menghadirikan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (DisKopUKM) dalam RDP tersebut.

“RDP dilaksanakan juga untuk menindaklanjuti surat Pimpinan DPRD yang dilayangkan komisi kami,” ujar Ketua Komisi II DPRD Parimo, Muhamad Fadli, di Parigi, pada Rabu (5/2//2025) lalu, sebagaimana dikutip dari laman HARIAN SULAWESI.

Dalam surat Pimpinan DPRD, kata dia, pihaknya diperintahkan untuk meminta penjelasan terkait surat yang diterbitkan DisKopUKM Parimo.

Kemudian, menindaklanjuti pernyataan DisKopUKM Parimo yang ramai diberitakan oleh media masa, terkait koperasi pemilik IPR di Desa Buranga.

“Saya sudah mendiskusikan dengan teman-teman di Komisi II DPRD, rencananya Senin, 10 Februari 2025 kami akan mengundang DisKopUKM Parimo,” ujarnya.

Selain DisKopUKM, Komisi II DPRD Parimo akan mengundang Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Parimo, serta Bagian Hukum dan Perundang-undangan (Kumdang) Setda Parimo, sebagai mitra kerja.

Ia menekankan, Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Desa Buranga belum masuk dalam Peraturah Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Parimo.

“Ini bukan persoalan revisi, kata revisi ini bukan sebuah kewajiban. Apa yang terjadi sekarang ini, wilayah tersebut tidak masuk dalam Perda,” tukasnya.

Ia berharap, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang akan diundang dapat hadir dalam RDP Komisi II DPRD Parimo.***

Said Didu: Perampokan Paling Sempurna Terjadi di Morowali, Lebih Mengerikan dari PIK-2

Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu
265 Views

JATI CENTRE – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, mengungkapkan bahwa perampokan paling sempurna terjadi di Pertambangan Morowali, Sulawesi Tengah. Menurutnya, kejadian ini lebih mengerikan dibandingkan perampokan yang terjadi di PIK-2 Kabupaten Tangerang, Banten.

“Ini gambaran pada seluruh rakyat Indonesia, pada pemerintah. Pikiran saya kemarin itu, perampokan paling sempurna adalah PIK-2, ternyata lebih sempurna di Morowali,” ujar Said Didu dalam unggahannya di channel YouTube, Sabtu (8/2/2025) sebagaimana dikutip dari laman repelita.net.

Said Didu mengungkapkan bahwa seluruh pantai di kawasan Morowali sudah dikuasai oleh perusahaan asing, dengan panjang yang hampir mencapai 100 kilometer. Kawasan ini juga telah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) oleh pemerintah pada akhir pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

“Lihat gunung milik negara, dipalsukan, dirampok dan diambil tanah kapurnya untuk dijual ke perusahaan lain, itu milik negara. Kemudian itu rata nanti jadi kawasan industri, dijual lagi,” tambah Said Didu.

Menurutnya, kampung-kampung di kawasan tersebut juga akan hilang, dan seluruh aset negara seperti laut dan pantai dikuasai oleh perusahaan asing.

Said Didu meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan kementerian terkait untuk memeriksa semua pengelolaan sumber daya alam yang ada di sana.

“Kesempurnaan perampokan aset negara dan penggusuran rakyat oleh Presiden Jokowi ternyata terjadi di Morowali paling besar dan membikin rakyat miskin,” ujarnya.

Said Didu juga menyentil Presiden Jokowi, yang selama ini membanggakan masuknya perusahaan-perusahaan China ke Morowali.

Menurutnya, hal tersebut tidak sepenuhnya menguntungkan bagi rakyat Indonesia, karena perusahaan-perusahaan tersebut hanya mengeruk sumber daya alam, seperti laut, pantai, dan gunung, untuk dibawa ke negara mereka.

“Mereka mengeruk laut, pantai, gunung, semua diambil untuk dibawa ke negaranya,” tandas Said Didu.***

Sumber artikel ini tayang dengan judul Said Didu Sebut Perampokan Paling Sempurna Terjadi di Morowali, Lebih Mengerikan dari PIK-2

KONSESI TAMBANG UNTUK PERGURUAN TINGGI; Menatap Dari Sudut yang Lain

121 Views

KONSESI TAMBANG UNTUK PERGURUAN TINGGI;
Menatap Dari Sudut yang Lain

Oleh: Muhd Nur SANGADJI
(Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Tadulako)

JATI CENTRE – Saya merasa cocok dengan pikiran Dr. Abd Rauf. Pengajar senior, pakar Klimatologi di Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. Beliau beri pikiran untuk menjembatani polemik ramai tentang konsesi tambang.

Kata beliau, inilah saatnya perguruan tinggi dengan kekayaan resources-nya untuk tampil memberikan contoh. Tidak hanya habis di teori belaka.

Saya merasa cocok karena ini tantangan, ketika melihat perguruan Tinggi dalam konteks badan hukum. Karena sudah terlanjur dikonsepkan sebagai lembaga yg mengelola bisnis. Maka jangan tanggung-tanggung.

Kongkritnya, harus diletakkan perguruan tinggi pada sisi extrimitas ujung yang satu. Murni, urusan pendidikan tanpa bisnis. Atau, extrimitas ujung yang lainnya. Yaitu, bisnis secara totalitas.

Jangan setengah setengah. Mau bilang berbisnis, tapi tidak. Alias malu-malu. Mau bilang tidak berbisnis. Tapi, semua sedang berfikir bagaimana semua aset universitas di- uang- kan.

Karena itu, agak aneh (inkonsistensi). Ketika mendiamkan salah satu model bisnis. Lalu, menolak model bisnis yang lain. Mengapa boleh kelola hutan? Perhotelan? Kebun? dan lainnya ?

Lantas, menolak tambang? Bukankah, tambang, hutan dan kebun serta perhotelan itu, sama-sama sektor pembangunan? Mengapa diskriminasi cara berfikirnya?

Mengapa saat dibolehkan konsesi hutan. Kita tidak bilang ini upaya membungkam Dosen dan Mahasiswa ? Mengapa nanti tambang baru muncul pikiran tersebut? Kemudian, apakah Dosen dan Mahasiswa selama ini (tanpa diberi konsesi tambang) kritis?

Bila, jawabannya tidak. Apakah karena mereka peroleh sesuatu dari negara ? Kalau pikiran ini dibenarkan maka secara ideal, dosen harus tidak boleh terima gaji. Faktanya, sejak dahulu dosen terima gaji. Tapi, rasanya jiwa kritis itu lebih hebat pada masa lalu. Boleh jadi, Karena mereka pikir. Gaji itu adalah pemberian negara.

Pertanyaannya, mengapa saat kita terima gaji, tidak merasa takut dibungkam oleh negara (baca ; pemerintahan). Mungkin kita bilang itu adalah hak. Bila demikian, mengapa pemberian konsesi itu, kita tidak sebut juga, adalah hak ? Sebab, diberikan atas dasar undang undang ?

Dengan begitu, saya berpandangan. Bila tambang diberikan hak konsesi kepada perguruan tinggi. Maka, ini merupakan pemberian negara, karena diatur dalam regulasi. Prinsipnya sama dengan Pasal 33 UUD 1945 tentang hak mengelola SDA oleh negara.

Kemudian, negara memberikan kepada pihak lain untuk mewakilinya. Maka, perguruan tinggi dalam hal ini, adalah wujud pengelolaan negara yang dimandatkan kepada Institusi pendidikan. Apakah dengan demikian, kita kehilangan daya kritis kepada pemerintah?

Justru daya kritis kita melemah karena berfikir mendua. Mestinya, kalau menolak salah satunya. Harusnya, menolak secara keseluruhan. Bahkan, menolak konsepsi PTNBH. Karena ini adalah biang kerok yang membuat perguruan tinggi menjadi lembaga bisnis?

Di sinilah kualitas perguruan tinggi diukur. Mereka harus bisa bedakan secara fungsional apa itu negara dan apa itu pemerintah. Mereka hanya boleh menghamba kepada negara. Bukan kepada pemerintah. Pemerintah boleh berganti secara periodik tapi negara tidak. Kecuali semua bersepakat untuk bubar.

Wallahu a’lam bi syawab.***

Kasus Pertambangan Mendominasi, Berikut Cerita Sukses Advokat Banjarmasin

128 Views

JATI CENTRE – Sesuai UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat), advokat disebut sebagai orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Advokat umumnya bekerja pada sebuah kantor hukum yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Tentunya, setiap kawasan di Indonesia mempunyai “warna” tersendiri bagi kalangan advokat dalam memberikan jasa hukum, salah satunya di Kalimantan Selatan.

“Saya pengacara Surabaya awalnya, disumpah dulu di Pengadilan Tinggi Surabaya. Namun suatu ketika di bulan Mei 2023, ada calon klien yang menghubungi saya terkait masalah pertambangan. Akhirnya saya masuk ke Kalimantan tahun lalu, bertemu dengan Pak Angga hingga bergabung ke A.P.L.F.,” ujar Senior Associate ANGGA PARWITO LAW FIRM (A.P.L.F.) Priyo Bantolo Tanjung sebagaimana dikutip dari HUKUM ONLINE.

Berdasarkan pengalamannya berkecimpung di dunia lawyering, ia menilai ada perbedaan kultur kalangan advokat Kalimantan Selatan, khususnya Banjarmasin, bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain.

“Rekan-rekan sejawat ini etika masih dijunjung. Ketika seorang lawyer ketemu lawyer senior itu menaruh hormat sekali, saya sampai tertegun di sini betul-betul menghormati. Masih ada adat,” kata dia.

Tanjung tidak menampik kasus yang ditekuni para advokat di kota terbesar provinsi Kalimantan Selatan itu kebanyakan bersinggungan dengan kasus bidang pertambangan yang muncul. Tapi, tetap terdapat kasus-kasus lain yang ditangani.

Tentu, hal ini tak terlepas dari fakta sejumlah perusahaan tambang besar yang beroperasi di wilayah Kalimantan Selatan.

“Kalau pertambangan biasanya sengketa, kebanyakan sengketa lahan. Kalau di sini lebih kental (masalah) pertambangan. Meski ada yang lain juga seperti narkotika dan lain-lain. Kalau untuk perkara sendiri sama saja sebetulnya untuk kiat-kiatnya. Bagi lawyer selama klien bisa jujur dan runut ceritanya ya kami senang. Itu saja,” ujarnya.

Associate A.P.L.F., Muhammad Umar Ali, yang turut hadir dalam kesempatan itu menimpali bahwa dalam menangani berbagai kasus, pihak firma hukum di Banjarmasin dapat mengkontak akademisi dari kampus setempat untuk dijadikan ahli di persidangan.

Tetapi dalam beberapa kasus yang bersifat “khusus” biasanya akan meminta ahli dari kampus-kampus lain di luar pulau Kalimantan.

“Untuk beberapa perkara yang spesifik itu memang butuh ahli dari luar. Misal dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Airlangga (Unair), kami kadang minta dari Unair buatkan LO (Legal Opinion). Ahli pun kita tergantung kebutuhan saja. Misal saksi mengenai perjanjian, lalu spesifik lagi perjanjian tambang. Kan berbeda, lebih kepada kebutuhan dan kemampuan dari ahli itu untuk menguatkan argumentasi hukum.”

Umar menjelaskan A.P.L.F. sebagai full service law firm saat ini banyak memegang kasus yang tak lagi terbatas pada litigasi, melainkan juga layanan hukum non-litigasi.

Didirikan Angga Parwito sejak 2018 dan terus dirintis dengan giat, kini firma yang berpusat di Banjarmasin itu telah bercabang ke Kalimantan Tengah hingga mempunyai kantor di Jakarta.

Senada dengan jawaban Tanjung sebelumnya, Umar mengkonfirmasi kebanyakan kasus dari klien korporasi biasanya berhubungan dengan pertambangan di Kalimantan.

“Kasus awal sih dulu perdata, seperti masalah tanah. Lalu mulai ke corporate, dari awalnya litigasi jadi banyak ke non litigasi. Karena banyak klien yang minta soal perjanjian dan sebagainya, sekarang kita full service. (Untuk kultur dari klien di Banjarmasin) tentu menuntutnya hasil. Gimana hasilnya? Sampai terkadang menafikkan namanya proses hukum (contohnya proses pembuktian yang memakan waktu). Makanya membutuhkan lawyer yang bisa memberi pemahaman,” ungkap Umar.

Kepada para mahasiswa hukum, Umar berpesan untuk segera memantapkan hati mengenai profesi apa yang akan dikejar setelah lulus sejak masih di bangku perkuliahan.

Bagi yang bercita-cita menjadi advokat, mantapkan diri untuk magang di kantor hukum. Tanjung mengingatkan mahasiswa hukum seyogyanya mulai semakin memperkuat argumentasi hukum dan logika bila berkeinginan kuat menempuh karier advokat dimanapun berada.***

Kawasan IMIP Morowali Rumuskan Pembangunan Berkelanjutan Industri Nikel

163 Views

JATI CENTRE – Perusahaan nikel yang berada di Kawasan Industri Morowali Indonesia (IMIP) melakukan komitmen bersama untuk bisnis keberlanjutan. Ini dilakukan dalam Konferensi Tahunan ESG 2024 Kawasan IMIP.

Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Tsingshan Industrial, Eternal Tsingshan Group, Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd., Walsin Lihwa Corp., GEM Co., Ltd, CNGR Advanced Material Co., Ltd., dan lainnya.

Pimpinan Dewan Direksi Tsingshan Industrial Wang Zuhuan menyampaikan, sepanjang tahun lalu, IMIP telah menjalin kerja sama dengan lembaga konsultan profesional eksternal untuk membangun sistem terkait isu-isu ESG.

Ini antara lain kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan hak asasi manusia, manajemen uji tuntas rantai pasokan, serta pengembangan komunitas, dengan mengacu pada standar internasional.

“Konferensi ini secara menyeluruh merangkum hasil kerja ESG IMIP, menanggapi perhatian pemangku kepentingan eksternal, serta dengan mempertimbangkan perkembangan terkini dalam industri nikel, merumuskan rencana kerja ESG selanjutnya untuk memberikan kontribusi pada pembangunan berkelanjutan industri nikel di Indonesia,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (4/2/2025) sebagaimana dikutip dari laman KOMPAS.

Sementara itu, Kepala Kantor ESG Kawasan IMIP Ou Xiangbin mengungkapkan, dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja, ITSS sebagai unit percontohan proyek SCORE menurunkan tingkat kecelakaan kerja dan tingkat pengunduran diri karyawan secara signifikan, serta meningkatkan kepuasan karyawan. Dalam hal hak asasi manusia, kawasan ini menyusun strategi Goldenway untuk mendorong perusahaan tenant.

Adapun dalam hal manajemen uji tuntas rantai pasokan, beberapa perusahaan telah membangun sistem manajemen uji tuntas rantai pasokan dan memperoleh sertifikasi standar internasional.

“Dalam hal pengembangan komunitas, kami melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pekerjaan tanggung jawab sosialnya dan menyusun rencana investasi komunitas yang efisien,” paparnya.

Lebih lanjut, dalam hal lingkungan dan pengurangan emisi karbon, sejumlah perusahaan telah memperoleh penghargaan kinerja lingkungan Proper Biru dari Indonesia, sertifikasi sistem manajemen lingkungan ISO, serta sertifikasi verifikasi karbon dan jejak karbon, sebagai bentuk penerapan prinsip pembangunan hijau dan rendah karbon.

Sementara itu, perwakilan dari Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd. Li Zhongning dan Perwakilan dari Walsin Lihwa Corp. Zhang Zhijia, masing-masing menjelaskan pengalaman praktis perusahaan mereka dalam pengembangan hijau, dengan fokus pada hasil inovatif yang dicapai perusahaan dalam hal perlindungan lingkungan dan tanggung jawab sosial.

Sejak didirikan, Kawasan IMIP telah mendirikan Yayasan IMIP Peduli, yang berfokus pada peningkatan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan perkembangan industri di sekitar komunitas. Saat ini, lebih dari 140 proyek dan kegiatan CSR telah dilaksanakan.

Perusahaan tenant aktif memenuhi tanggung jawab sosial mereka dengan memberikan donasi, Direktur Teknik Beijing Landscape Management Consulting Co., Ltd. Zhang Juan mengajukan kerangka aksi dan jalur implementasi untuk pembangunan berkelanjutan industri nikel.

Zhang Juan menyampaikan bahwa konferensi tahunan ESG kali ini dengan menunjukkan hasil praktik kawasan IMIP di bidang ESG, serta membangun platform komunikasi untuk kerja sama berbagai pihak.

Kawasan IMIP akan terus memegang teguh konsep pembangunan berkelanjutan, memperdalam kerja sama internasional, dan mendorong pembangunan sistem ESG yang meliputi transformasi rendah karbon, perlindungan ekologi, kesehatan kerja, dan tanggung jawab sosial.

“Hal ini bertujuan untuk menciptakan kawasan industri nikel yang hijau, sehat, dan berkelanjutan, serta memberikan kontribusi bagi pembangunan industri nikel berkelanjutan di Indonesia,” ungkapnya.***

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kawasan IMIP Rumuskan ESG untuk Industri Nikel Berkelanjutan