Sejauh Mana Website Dipandang Penting bagi Kebutuhan Informasi Publik di Lembaga Penyelenggara Pemilu?

168 Views

Oleh :  Ferdiansyah JD
(Koordinator Divisi Teknologi Informasi LSIP)

Pentingnya Website Bagi Badan Publik: Transparansi dan pelayanan

Fungsi website semakin nampak dalam era digitalisasi informasi yang semakin masif, terkhusus terhadap badan publik. Peranan website dalam proses massifikasi informasi terjadi ketika media website membantu mengubah pola kebutuhan informasi yang dibatasi oleh ruang dan waktu menjadi pola informasi tanpa dibatasi dua dimensi tersebut. Karena website tidak terbatas pada tempat dimana saja dan kapan saja selama dapat diakses.

Website yang dimaksud adalah website resmi lembaga pemerintahan (termasuk lembaga non Struktural), sehingga website tersebut bukan hanya sekedar kewajiban yang sekedar ada, namun lebih kepada kewajiban penting. Jika sebelumnya website hanya sekedar pelengkap pengisian form alamat instansi/lembaga, tanpa perlu diketahui beberapa aspek hadirnya website tersebut: apakah masih hidup (aktif/online) atau sudah terhapus (expired), apakah lengkap atau hanya satu laman profil saja (tanpa struktur menu dan sub menu lain), apakah via server mandiri (kelembagaan) ataukah server swasta?

Website kini bukan hanya sekedar ada untuk menanggalkan kewajiban. Website menjadi perwakilan lembaga itu sendiri, dalam era digital yang sangat luas. Badan publik sangat membutuhkan website untuk mencerminkan kepribadian lembaganya. Seberapa terbuka dan seberapa siap lembaga tersebut dalam digitalisasi informasi, Utamanya, dalam tolak ukur transparansi pemerintahan dan pelayanan.

Transparansi pemerintahan, artinya badan publik wajib menyiarkan, mengabarkan, dan menginformasikan setiap informasi publik tentang apa yang terjadi pada lembaga publiknya termasuk di dalamnya kerja dan hasil kerja dari badan publik tersebut, selama informasi atau data tersebut bukan merupakan informasi yang dikecualikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lebih lanjut, tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008.

Peraturan ini mendefinisikan Informasi publik sebagai bentuk informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Peraturan ini juga mengamanatkan badan publik untuk membuka informasi terkait penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat.

Transparansi berarti pengungkapan secara terbuka terkait informasi publik kelembagaannya tersebut dengan bermacam media, termasuk di dalamnya penggunaan media website.

Website mampu menampung struktur yang banyak terkait informasi publik kelembagaan. Melalui website dapat disusun struktur menu yang menampung profil, sejarah, maupun informasi lain terkait kelembagaan. Struktur informasi dapat ditingkatkan dengan penyediaan sistem sub menu atau bahkan sub domain termasuk website kelembagaan lain yang terkait melalui tautan. Media website dapat menjadi wadah transparansi informasi yang terstruktur guna terpenuhinya kewajiban badan publik yang transparan.

Media sosial resmi kelembagaan cukup terbatas memberikan secara detail profil kelembagaan. Dengan media website, hal ini dapat diakomodir dan bisa dipaparkan secara detail sesuai dengan peraturan yang jelas, apa saja informasi yang dapat dibagikan oleh lembaga publik tersebut ke khalayak terkait kelembagaannya.

 Tolak ukur lembaga publik selanjutnya adalah pelayanan. Keterbukaan informasi publik akan menyangkut dengan pelayanan dengan menyinggung terkait dengan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi atau disingkat PPID. Pejabat PPID bertanggung jawab pada penyimpanan, pendokumentasian, penyedian, dan/atau pelayanan informasi. Dengan adanya PPID dan digitalisasi informasi, hampir semua lembaga publik memiliki website PPID (ataupun fitur PPID) yang merupakan bagian resmi dari website utama lembaga tersebut.

Dari website PPID ini, fungsi digitalisasi informasi, bahwa kumpulan data diterapkan secara online, dapat dengan mudah diperbaharui, dan dapat diakses. Sesuai dengan asas dalam UU KIP, bahwa setiap informasi publik harus dapat diperoleh pemohon dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan dengan cara sederhana.

Lembaga Penyelenggara Pemilu dan Websitenya

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik mendefinisikan Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan, Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat (Pasal 1 ayat (7)).

Penyelenggara Pemilu, baik KPU, Bawaslu, maupun DKPP, termasuk kedalam Badan Publik yang terikat dengan UU Nomor 14 tahun 2008 terkait pelaksanaan keterbukaan informasi publik. Belum lagi, informasi terkait kepemiluan merupakan informasi yang sangat dicari utamanya oleh peserta dan masyarakat secara umum.

Disinilah pentingnya keberadaan wadah informasi digital berupa website. Selain terkait informasi umum mulai dari tahapan pemilu, hingga informasi kepesertaan, website penyelenggara Pemilu juga perlu menghadirkan klasifikasi informasi yang baik dalam pengejewantahan data dan informasinya. Hal ini sekaligus sebagai bagian dari fungsi pendidikan bagi masyarakat umum bahwa informasi publik (apalagi yang terkait kepemiluan) memiliki dua klasifikasi, yaitu (1) Informasi Yang Wajib Disediakan dan Diumumkan; dan (2) Informasi yang Dikecualikan.

Sering terjadi miskonsepsi dikalangan publik, bahwa semua informasi yang diminta harus diberikan. Padahal, terdapat informasi-informasi yang menjadi pengecualian untuk diberikan sesuai dengan ketetapan Undang-Undang dan Peraturan Badan Publik Penyelenggara Pemilu. Perlu juga menjadi acuan bahwa tidak semua informasi kepemiluan dikuasai oleh salah satu penyelenggara pemilu. Artinya, informasi Kepemiluan yang dikuasai oleh KPU belum tentu dikuasai oleh Bawaslu.

Website disini berperan sebagai wadah langsung yang memberikan informasi kepemiluan agar secepatnya dapat diketahui dan tersebar. Selain keberadaan website yang penting, lembaga penyelenggara juga perlu menghadirkan website yang lebih informatif dengan menghadirkan fitur-fitur interaktif.

Namun kelemahan pada website lembaga penyelenggara sendiri adalah terkait keberadaanya. Lembaga penyelenggara pemilu secara berjenjang hadir di tiap Provinsi dan kabupaten/kota (KPU dan Bawaslu). Begitupun dengan kehadiran Badan Publik ini secara maya berjenjang hingga kabupaten/Kota. Jika dilakukan uji akses, terdapat website penyelenggara pemilu yang keberadaannya masih pada domain instansi daerah (contoh: https://kpud-malangkab.go.id/, https://kpu.blitarkab.go.id/). Apakah termasuk Data dan Informasi beserta isi website terdapat dalam Server instansi daerah tersebut?

Sementara itu, idealnya badan penyelenggara pemilu secara independen memiliki domain tersendiri (dan server tersendiri) sehingga dapat dipakai secara berjenjang oleh jajarannya. Sebab Lembaga Penyelenggara pemilu memiliki informasi sensitif terkait kepemiluan dan tidak bisa disatukan dengan instansi daerah.

Catatan Bersama: Teknis Hingga Kebijakan

Keberadaan website yang sangat penting ini, perlu diperhatikan dengan baik bukan hanya oleh teknis pelaksana dan jajaran penanggung jawab ditingkat struktural, namun juga secara hirarki hingga ditingkat birokrasi atasan kelembagaan. Sehingga, ketika sebuah masalah teknis terjadi, bisa segera teratasi, baik masalah terhadap eksistensi website tersebut, maupun keterpenuhan kebutuhan apa saja yang perlu ada di website karena dorongan kelembagaan atas pentingnya keterbukaan informasi publik. Belum lagi website merupakan salah satu media lembaga dalam menjamin peran kehumasan agar dapat berjalan dengan baik.

Paparan terkait betapa pentingnya website bagi badan publik, harus menjadi catatan bersama baik ditingkat birokrasi maupun di struktur penanggung jawab lembaga pemerintahan, pertama, terkait eksistensi website. Sudah adakah website resmi lembaga tersebut? Apakah website tersebut dapat diakses?

Kawatirnya substansi tugas dan fungsi dan wewenang kelembagaan dipahami dengan baik namun sarana berupa website sendiri tidak tersedia pada lembaga tersebut. Menjadi rancu di era digitalisasi informasi, ketika website resminya sendiri tidak tersedia.

Kedua, terkait ketersediaan isi website. Apakah masyarakat bisa mendapatkan informasi terkait lembaga pada media website tersebut?

Harapannya adalah, website resmi bukan hanya sekedar dapat diakses, mudah diakses, namun juga tersedia informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dan publik. Terkait struktur, berita, dan lainnya.

Ketiga, terkait fitur pendukung. Sudah tersediakah fitur-futur pendukung sebuah website yang memenuhi kebutuhan dan kemudahan dalam memperoleh informasi?

Jika menyinggung keterpenuhan informasi publik dan pelayanannya, maka website resmi kelembagaan perlu menghadirkan E-PPID termasuk fitur-fitur pendukung lainnya. E-PPID atau web PPID yang dimaksud adalah web PPID yang berdiri sendiri maupun sub domain. Sementara itu, fitur pendukung lain, termasuk fitur pelayanan dan penampil data dan informasi apa saja yang bisa disediakan pada website.

Tiga hal diatas bisa menjadi catatan bersama karena terkait website dan keterpenuhan segala hal yang dipaparkan tersebut, bukan hanya masalah teknis, namun juga terkait kebijakan sehingga menjadi kebutuhan, dan dapat diprioritaskan

Lalu sejauh mana website dipandang penting oleh lembaga terkait kebutuhan informasi publik?

Cukup dipandang penting oleh publik? Atau perlu dipandang penting bagi teknisi, pun struktural utamanya pemangku kebijakan pada lembaga tersebut?

Dan sejauh mana lembaga penyelenggara pemilu memerlukan website tersebut?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.