Ketua KONI Sulteng Terpaksa Terima Desakan Tunda Musorprov, Walaupun Sudah Kerahkan Lapisan Aparat?

Dedi Irawan
352 Views

JATI CENTRE – Sikap Ketua KONI Sulteng, Nizar Rahmatu yang naik mimbar dan menyatakan Musyawarah Olahraga Provinsi (Musorprov) ditunda dan menyerahkan penjadwalan ulang atas kebijakan KONI Pusat, merupakan keterpaksaan dan bukan didasarkan atas kesadaran menjaga soliditas, kebersamaan, dan kekeluargaan para insan olahraga.

Hal itu disampaikan Juru Bicara Forum Insan Olahraga Sulteng, DEDI IRAWAN di Palu pada Sabtu (22/3/2025).

‘’Situasi ricuh pada pembukaan Musorprov KONI Sulteng itu, dipicu sikap arogan Ketua KONI Sulteng Nizar Rahmatu untuk tetap memaksakan pelaksanaan Musorprov digelar, padahal cacat hukum,’’ jelasnya.

Walaupun sesuai ketentuan organisasi berupa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD dan ART) KONI secara nyata dilanggar oleh penyelenggara Musorprov.

‘’Bahkan, bukan hanya AD dan ART KONI yang dilanggar, Permenpora 12 Tahun 2024 juga tidak dilaksanakan untuk menentukan kriteria calon ketua umum,’’ sebut Dedi Irawan.

Menurut Ketua Harian PERSAMBI Sulteng ini, mencermati permasalahan KONI Sulteng saat itu, tidak semata-mata melihat permasalahan saat pembukaan Musorprov, tetapi mencermati latar belakang yang menjadi penyebab dan alasan dari pihak-pihak yang menginginkan Musorprov ditunda.

‘’Ketika kekisruhan itu terjadi, banyak pihak hanya melihat di peristiwa pembukaan itu, di mana sekelompok orang baik dari Cabor maupun unsur KONI daerah yang ingin menunda Musorprov dan dinilai hendak membuat keributan, padahal ada sebabnya yakni AD dan ART KONI yang dilanggar,’’ sebut Alumni HMI Cabang Palu ini.

Lanjutnya, seharusnya lebih dalam melihat tentang sikap dan permasalahan ditubuh organisasi dalam hal ini Ketum KONI Sulteng, Nizar Rahmatu dengan semua kuasanya, yang tidak lagi mengindahkan kaidah dan aturan organisasi dalam pelaksanaan Musorprov.

‘’Hingga memaksakan agar Musorprov harus tetap dilaksanakan, dengan waktu yang mereka tentukan sendiri. Padahal waktu berakhirnya masa jabaran pengurus KONI Sulteng pada bulan Juni 2025 mendatang,’’ tambah Dedi Irawan.

Selain itu, Dedi Irawan juga menyesalkan sikap dan kebijakan KONI Sulteng, terkhusus Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) yang terkesan tertutup dan memaksakan kehendaknya, tanpa mempertimbangkan aspirasi dari Cabor dan KONI daerah yang harusnya juga didengar dan diajak berdiskusi.

‘’Pihak kami (Forum Insan Olahraga Sulteng) telah mencoba membangun komunikasi dan diskusi atas kebijakan yang telah ada, justru yang ada ditutupnya ruang komunikasi dan diabaikannya semua argumen kami, bahkan tidak pernah terjawab sampai kini tentang alasan Musorprov 2025 dipercepat,’’ sebutnya.

Situasi lebih parah ketika Nizar Rahmatu dengan arogan meminta peserta yang protes untuk dikeluarkan, dengan meminta bantuan aparat kepolisian dan panitia yang didatangkan khusus dari desa tertentu, untuk memantik dan siap adu fisik dengan peserta pemilik suara di Musorprov.

‘’Kami berterima kasih kepada aparat kepolisian yang bertindak profesional dalam acara ini. Terkait peristiwa saat Nizar Rahmatu di atas mimbar memprovokasi aparat dan panitia, kami memiliki rekamannya,’’ pungkasnya.

***

Untuk diketahui, penetapan waktu dan kebijakan terkait Musorprov seharusnya ditetapkan dalam Rapat Kerja KONI Sulteng, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (5) huruf g Anggaran Dasar (AD) KONI Tahun 2020.

Menyebutkan bahwa: Rakerprov KONI bertugas untuk: Membahas dan menetapkan usulan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara penjaringan, penyaringan, dan pemilihan calon Ketua Umum KONI Provinsi sebagai pedoman Tim Penjaringan dan Penyaringan Calon Ketua Umum KONI Provinsi.

Sementara dalam Rapat Kerja Provinsi KONI Sulteng (Rakerprov) yang telah diselenggarakan pada bulan April-Mei 2024 dan Desember 2024 lalu, tidak membahas sama sekali agenda-agenda spesifik Musorprov.

Aspek lainnya, masa jabatan pengurus KONI Provinsi adalah 4 (empat) tahun, sebagaimana ketentuan Pasal 18 ayat (2) Anggaran Dasar (AD) KONI tahun 2020. Bahwa: Masa bakti Ketua Umum dan pengurus KONI Provinsi adalah 4 (empat) tahun.

Padahal diketahui masa bakti Pengurus KONI Sulteng periode 2021- 2025 berakhir pada bulan Juni 2025 mendatang, dan tidak ada keadaan yang luar biasa sebagai alasan percepatan pelaksanaan forum tertinggi organisasi ini.

Sehingga dengan itu Forum Insan Olahraga Sulteng meminta penundaan Musorprov, sampai menjelang berakhirnya masa jabatan pengurus KONI Sulteng atau minimal setelah perayaan Idul Fitri 2025.***

Selamatkan KONI Sulteng dari Calon Ketum: Terpidana Korupsi, karena Melanggar Permenpora 12 Tahun 2024

Dedi Irawan
9,539 Views

JATI CENTRE – Pelaksanaan Musyawarah Olahraga KONI Sulteng yang rencana dilaksanakan 21 – 23 Maret 2025 di Palu, sejatinya dilaksanakan taat prosedur, dengan merujuk pada peraturan organisasi dan peraturan perundang-undangan.

Demikian pula dengan keharusan menaati ketentuan dalam Pasal 17 ayat (1) huruf g Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 14 Tahun 2024 tentang Standar Pengelolaan Organisasi Olahraga Lingkup Olahraga Prestasi (Permenpora).

Hal itu disampaikan Juru Bicara Forum Insan Olahraga Provinsi Sulawesi Tengah, Dedi Irawan di Palu pada Jumat siang, 21/3/2025.

“Pasal 17 ayat (1) huruf g Permenpora menyebutkan: Pengurus Organisasi Olahraga lingkup Olahraga Prestasi untuk Ketua, Sekretaris dan Bendahara harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dijatuhi hukuman karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi,” sebut Dedi Irawan.

Menurut Ketua Harian Persatuan Olahraga Sambo Indonesia (Persambi) Sulteng ini, sejatinya Permenpora ini berlaku sejak ditetapkan yakni mulai tanggal 18 Oktober 2024.

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 54 Permenpora yang menyebutkan: Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

“Termasuk ketentuan syarat calon Ketum KONI Sulteng, tidak pernah dijatuhi hukuman karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi,” terang Alumni HMI ini.

Lebih lanjut menurut Ketua HPA Sulteng ini, adapun makna Ketentuan Peralihan Pasal 53 Permenpora, bahwa pengelolaan Organisasi Olahraga lingkup Olahraga Prestasi harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Permenpora paling lama 1 (satu) tahun sejak peraturan ini diundangkan.

“Artinya, mekanisme pengelolaan organisasi yang telah ada sebelumnya, dinyatakan tetap berlaku, dan secara pasti ke depannya harus menyesuaikan dan dilaksanakan sesuai substansi Permenpora,” sebutnya.

Secara teknis, Pengurus KONI Sulteng yang telah ditetapkan sebelum Permenpora ini, walaupun ada yang berstatus sebagai mantan terpidana korupsi maka dianggap sah dan legal.

Namun setelah Permenpora ditetapkan, maka semua produk hukum dan kebijakan organisasi harus berdasar dengan peraturan tertulis ini. Termasuk pelaksanaan Musorprov KONI Sulteng harus dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Permenpora ini.

“Jika substansi Permenpora itu tidak dilaksanakan, dengan menyimpangi ketentuannya maka dipastikan produk Musorprov terancam cacat hukum, dengan kualifikasi batal demi hukum,” jelas Dedi Irawan.

Menurut Mantan Ketua HAMPIKO Sulteng ini, sangat disayangkan jika pelaksanaan Musorprov tetap nekat dilaksanakan TPP, dengan mengikutsertakan calon yang tidak memenuhi syarat, maka kepentingan daerah terancam terganggu dengan uang daerah terpakai dijalur yang salah.

Untuk diketahui, seorang bakal calon ketua umum KONI Sulteng telah mendaftar di Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) KONI Sulteng, dengan status pernah dijatuhi hukuman dengan pidana korupsi.

Sebagaimana tertuang dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 72 K/PID.SUS/2015 atas nama Terdakwa: M. NIZAR RAHMATU, S.Sos, yang pada pokoknya menyatakan bahwa:

Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palu tanggal 11 September 2012 Nomor: 10/Pid.Sus/2012/PN.PL. dengan Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun serta denda sebesar Rp50.000.000,00

Dengan demikian, jaga KONI Sulteng dari proses penetapan seorang calon ketua umum dengan status terpidana korupsi, demi kepentingan daerah dan semangat memajukan olahraga Provinsi Sulteng.***

Tolitoli Dalam Bingkai “Sulteng Nambaso”

Ahlis Djirimu
127 Views

Tolitoli Dalam Bingkai “Sulteng Nambaso”

Oleh: Moh. Ahlis Djirimu
( Staf Pengajar FEB-Untad )

JATI CENTRE – Pekan ini Kabupaten Tolitoli menjadi topik hangat karena selain diguyur hujan nyaris tanpa henti menimbulkan pendangkalan teluk Tolitoli, di hulu catchment area tergerus oleh monokultur cengkih.

Saat yang sama daerah ini melaksanakan Musyawarah Rencana Pembangunan (musrenbang). Pertanyaan yang sering muncul pada Pemerintah Provinsi Sulteng adalah, apa yang dapat provinsi tangani di daerah yang inflasinya selalu paling tinggi dari empat rujukan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sulteng? Pelaksanaan Musrenbang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Tolitoli Tahun 2026 pada 13 Maret 2025 merupakan kegiatan perencanaan tahun pertama Pemerintahan Kabupaten Tolitoli periode 2025-2029, dan/atau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Periode 2025-2029.

Para ahli Perencanaan Pembangunan menyatakan bahwa lima puluh persen keberhasilan Pembangunan ditentukan oleh kualitas perencanaan. Lima puluh persen lainnya ditentukan oleh kualitas implementasi, kualitas monitoring dan evaluasi, sinkronisasi antar dokumen perencanaan, serta umpan balik dalam Pembangunan. Keberhasilan Pembangunan ditentukan oleh kualitas dokumen perencanaan.

Keberhasilan pelaksanaan dokumen perencanaan ditentukan oleh kemampuan perangkat daerah memahami Permasalahan Pembangunan dan Isu Strategis, Visi dan Misi Kepala Daerah, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah Kebijakan selama lima tahun pelaksanaan Pembangunan, memahami dan mampu menyusun kerangka logis Indikator Kinerja Daerah (IKD), serta menselaraskannya dengan dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Selain itu, komitmen dan konsistensi melaksanakan dokumen perencanaan dan penganggaran, sepatutnya dilaksanakan sebagai pelayan Masyarakat.

Tahun 2025 merupakan era penuh tantangan bagi Indonesia. Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.

Kebijakan ini jelas mengefisiensikan Anggaran Belanja Kementrian/Lembaga Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp256,1,- triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp50,60,- triliun. Di Provinsi Sulawesi Tengah, data Kementrian Keuangan menunjukkan bahwa Kebijakan Efisiensi ini menyentuh angka Rp1,52,- triliun atau sekitar 8,1 persen dari pagu awal sebesar Rp18,74,- triliun.

Satuan Kerja Provinsi Sulawesi Tengah terkena efisiensi sebesar Rp257,3,- miliar dan Kabupaten Tolitoli sebesar Rp84,6,- miliar. Efisiensi Transfer ke Daerah di Sulawesi Tengah berdampak pada pencadangan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik bidang Konektivitas, Irigasi, Pertanian Pangan, dan Pangan Akuatik dan Dana Alokasi Umum Earmark Bidang Pekerjaan Umum, serta Kurang Bayar DBH. Walaupun relatif kecil, namun hal tersebut akan memiliki konsekuensi dalam pencapaian target kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait Dinas Pengampu seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Ciptakarya dan Sumberdaya Air, Dinas Pengampu Urusan Pertanian, Pangan dan Perikanan.

Pelajaran yang dapat kita Tarik dari efisiensi ini adalah efisiensi relatif tidak mengurangi manfaat yang akan diterima masyarakat, karena hasil efisiensi akan digunakan untuk kegiatan prioritas pemerintah yang manfaatnya langsung dirasakan oleh Masyarakat.

Selain itu, efisiensi ini mendorong Pemerintah Daerah melakukan perbaikan kualitas belanja yang benar-benar sesuai kebutuhan seperti diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Realisasi tahun historis Pajak Daerah Tahun 2024 mencapai 20,03 persen dan Retribusi Daerah mencapai 19,66 persen. Sedangkan realisasi end-to-end 5 tahun terakhir mencapai 7,14 persen bagi Pajak Daerah dan 8,33 persen bagi Retribusi Daerah. Apakah Pemerintah Provinsi menggunakan realisasi tahunan atau realisasi periodik, Gubernurlah yang memberikah titah pada Bapenda.

Adanya kebijakan Pemerintah Pusat mengandung hikmah bahwa Provinsi Sulawesi Tengah dan tiga belas kabupaten/kota sesegera mungkin melakukan transformasi paradigma Pembangunan dari Uang Mengikuti Fungsi menjadi Uang mengikuti Program, Program Mengikuti Hasil.

Adanya Uang Mengikuti Program dilakukan secara holistik dalam arti perencanaan terstandarisasi sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan (SPPN) dan regulasi turunannya dalam makna keselarasan Perencanaan dan Penanggaran antara Pemerintah Provinsi Sulawesi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mencapai Visi dan Misi Kepala Daerah.

Untuk maksud cita-cita tersebut dan mencapai Visi Pemerintah Provinsi Sulteng 2025-2029 yakni “Berani Mewujudkan Sulawesi Tengah sebagai Wilayah Pertanian dan Industri yang Maju dan berkelanjutan 2025-2029”,

Data Portal BKKBN menunjukkan, Di Kabupaten Tolitoli terdapat 55.241 orang atau 26,44 persen Masyarakat kita belum memiliki Kartu Jaminan Kesehatan. Ada 6.172 anak usia 7-12 tahun atau 25,79 persen tidak sekolah. Ada 1.169 anak usia 13-15 tahun atau 10,15 persen tidak sekolah. Ada 2.647 anak usia 16-18 tahun atau 23,04 persen tidak sekolah, serta ada 16.145 anak usia 19-24 tahun atau 67,33 persen tidak duduk di bangku kuliah.

Selain itu, ada 914.591 jiwa penduduk Sulteng belum mempunyai Akte kelahiran. DPRD dan Pemerintah Provinsi Sulteng akan mewujudkan bahwa mereka ini tertangani dengan baik sebagai implementasi hadirnya negara dan DPRD Sulteng akan mengawasi pelaksanaan Nawacita Berani Periode 2025-2029 pada Program Unggulan “Berani Sehat dan Berani Cerdas”;

Selama periode 2021-2023, Pemerintah Pusat menggelontorkan Prasarana dan Sarana Konektivitas dengan realisasi di Tahun 2021 mencapai Rp717,95,- miliar dari pagu Rp1,04,- triliun. Di Tahun 2022, Pemerintah Pusat merealisasikan Rp986,13 miliar dari pagu Rp1,29,- triliun, dan di Tahun 2023.

Pemerintah Pusat merealisasikan Sapras Konektivitas sebesar Rp2,15,- triliun dari pagu Rp2,34,- triliun. Panjang Jalan Nasional di Sulteng mencapai 2.373,40 km yang menunjukkan panjang jalan nasional terpanjang di Sulawesi. Dari jumlah tersebut, 805,46 km berada dalam kondisi baik, 1.520,93 km berada dalam kondisi kualitas sedang, 38,48 km berada dalam kondisi rusak ringan, serta 8,53 km berada dalam kondisi rusak berat.

Namun, demikian, hasil riset Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu menunjukkan bahwa 5 pelabuhan penyebrangan, 4 pelabuhan laut dan 1 terminal belum terkoneksi dengan Jalan Nasional, serta masih ada 686 desa dari 1.482 desa atau 36 persen berada pada kategori “Blank Spot”.

Selain itu, hasil riset tersebut menunjukkan bahwa hanya Dana APBN Jalan Nasional, APBN Transportasi Laut, APBN Transportasi Udara dan Dana APBD Teknologi, Informasi dan Telekomunikasi (TIK) yang mendorong atraktivitas positif Perekonomian Sulteng. DPRD Sulteng akan mengawal dan mengawasi pelaksanaan implementasi program unggulan “Berani lancar” dan “Berani Berdering”;

Badan Pusat Statistik (BPS) Sulteng menunjukkan bahwa setiap bulan, sejak Kabupaten Tolitoli termasuk daerah rujukan penghitungan angka Indeks Harga Konsumen (IHK) bahwa Kabupaten Tolitoli merupakan daerah tertinggi di Sulteng. Pada Januari 2025, deflasi di Kabupaten Tolitoli mencapai -1,22 persen. Hal ini menunjukkan bahwa daya beli penduduk Tolitoli melemah. Di Tahun 2024, luas panen di Kabupaten Tolitoli mencapai 13.007 Ha, menurun dari 13.889 Ha.

Sebaliknya, Produksi Padi dalam satuan Gabah Kering Giling (GKG) meningkat dari 55.429 ton pada 2023 menjadi 59.017 ton pada 2024. Produktivitas padi di kabupaten Tolitoli meningkat dari 3,99 poin pada 2023 menjadi 4,54 poin di Tahun 2024, serta produksi beras meningkat dari 32.719 ton pada 2023 menjadi 34.837 ton pada 2024. Indeks Ketahanan Pangan Kabupaten Tolitoli mencapai 79,18 poin dengan titik terendah pada angka Pemanfaatan Pangan hanya mencapai 69,59 poin lebih rendah dari angka Ketersediaan Pangan mencapai 88,2 poin dan Keterjangkauan Pangan 82,93 poin.

Posisi Kabupaten Tolitoli ini patut diperkuat oleh Pemerintah Provinsi Sulteng melalui program “Berani Lancar” dengan mengusulkan pengaktifan lagi Pelabuhan Penghubung Wani dan Pelabuhan Tolitoli, serta mengusulkan pada Kementrian Perhubungan agar Pelabuhan Tolitoli direaktivasi sebagai persinggahan Kapal PT. Pelni seperti oleh KM.

Kerinci di masa lalu. DPRD Sulteng akan mengawasi pula implementasi program “Berani Murah” dan “Berani Panen Raya”, serta “Berani Tangkap” banyak di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 716 Laut Sulawesi sekaligus mengawal Pembangunan di 2 pulau terluar Indonesia: Lingayan dan Salando. Bila tidak, pengalaman Sipadan & Ligitan dapat terulang. Bukankah di Filipina ada perairan Lingayan? Mungkin punya cerita historis dengan Pulau Lingayan.

Musrenbang RKPD Kabupaten Tolitoli Tahun 2026 ini hendaknya dapat menghasilkan lima catatan penting yakni, pertama, menyepakati permasalahan Pembangunan daerah; Kedua, Menyepakati Prioritas Pembangunan Daerah di Tengah efisiensi dana Pembangunan; Ketiga, Menyepakati Program, Kegiatan, Subkegiatan, Pagu Indikatif, Indikator dan Target Kinerja, serta Lokasi; Keempat, Melakukan penyelarasan Program, Kegiatan, Subkegiatan, Pembangunan daerah dengan sasaran dan prioritas Pembangunan Provinsi Sulteng; Kelima, Melakukan Klarifikasi Program dan Kegiatan yang merupakan kewenangan daerah Kabupaten Tolitoli dengan Program dan Kegiatan Desa yang diusulkan berdasarkan hasil Musrenbang Kecamatan.

Inilah makna paradigma Money Follow Program, Program Follow Result dalam bingkai Pembangunan Sulteng Nambaso. Tugas utama Bappeda Provinsi Sulteng membuat logiciel Framework, Pedoman Umum, Pedoman Tehnis, Pedoman Operasional jabaran Sembilan program unggulan tersebut, karena hal ini wilayah tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi) di bidang perencanaan. Sedangkan hal-hal tehnis menjadi tupoksi perangkat daerah tehnis.***

Kinerja Ekonomi dan Fiskal Provinsi Sulteng Di Awal 2025

Moh Ahlis Djirimu
124 Views

Kinerja Ekonomi dan Fiskal Provinsi Sulteng Di Awal 2025

Oleh: Moh. Ahlis Djirimu
( Staf Pengajar FEB-Untad, Local Expert Sulteng & Regional Expert Sulawesi Kemenkeu R.I )

 

JATI CENTRE – Realisasi Penerimaan Perpajakan di Provinsi Sulteng pada Januari 2025 mencapai Rp280,897,465,988,- (Rp281,- miliar). Realisasi ini, berada di bawah realisasi Januari 2024 mencapai Rp319,709,931,017,- atau lebih rendah yang pertumbuhannya mencapai minus 12,14 persen. Realisasi terbesar secara absolut terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Palu mencapai Rp101,482,339,168,- (Rp101,- miliar), namun proporsi pertumbuhannya mencapai minus 40,02 persen dari realisasi Januari 2024 mencapai Rp169,204,592,312. Realisasi Penerimaan Perpajakan terbesar kedua dicapai oleh KPP Pratama Poso yang mencapai Rp84,688, 909,215,- (Rp84,- miliar) atau pertumbuhannya positif mencapai 28,11 persen dari realisasi Januari 2024 sebesar Rp66,108,285,706,- (Rp66,- miliar).

Realisasi Penerimaan Perpajakan ketiga tertinggi dicapai oleh KPP Pratama Luwuk mencapai Rp49,608,986,716,- (Rp49,6,- miliar) atau pertumbuhan paling tertinggi yakni 65,68 persen terhadap realisasi Januari 2024 sebesar Rp29,942,250,604,- Realisasi paling rendah Penerimaan Perpajakan melalui KPP Pratama Kabupaten Tolitoli mencapai Rp45,117,230,889,- lebih rendah ketimbang realisasi bulan yang sama pada 2024 yang mencapai Rp54,454,802,395,- atau laju pertumbuhannya month-to-month mencapai minus 17,15 persen. Rendahnya realisasi Penerimaan Perpajakan ini patut dikaji letak masalahnya, karena jumlah penduduk bertambah, obyek pasti yang dikenai pajak dan restribusi juga bertambah, atau ada kaitannya dengan ciri khas Kabupaten Tolitoli sebagai daerah monokultur cengkih.

Tetapi, kondisi melemahnya pendapatan masyarakat dapat mempengaruhi kinerja Penerimaan Negara dari sektor perpajakan ini. Penerimaan Pajak Sulawesi Tengah secara umum, sampai dengan 31 Januari 2025 terealisasi sebesar Rp281,- miliar. Sehubungan dengan belum ditetapkannya target penerimaan pajak Tahun 2025, maka perhitungan capaian penerimaan pajak bulan Januari 2025 belum dapat dilaksanakan.

Realisasi Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas mencapai Rp53,320,554,844,- (Rp53,20,- miliar) atau kontribusinya terhadap target mencapai 19,04 persen, namun pertumbuhannya menurun sebesar minus 1,16 persen. Realisasi ini lebih rendah dari realisasi PPh Non Migas pada Januari 2024 yang mencapai Rp53,945,309,061,- (Rp53,94,- miliar). Pada komponen PPh Non Migas, realisasi terbesar terjadi pada PPh Pasal 23 mencapai Rp14,413,695,267,- (Rp14,41,- miliar). Realisasi ini meningkat sebesar 63,68 persen dari Rp8,805,910,703,- (Rp8,80,- miliar) pada Januari 2024 yang kontribusinya mencapai 5,15 persen. Realisasi penerimaan PPh terbesar kedua terjadi pada sub komponen PPh Pasal 25/29 Badan mencapai Rp13,617,380,813,- (Rp13,62,- miliar) lebih tinggi dari realisasi komponen PPh Pasal 25/29 Badan pada Januari 2024 yakni Rp13,325,386,161,- (Rp13,32,- miliar) atau mengalami kenaikan sebesar 2,19 persen dan kontribusinya di dalam PPh Non Migas mencapai 4,86 persen.

Realisasi Sub Komponen PPh Final menempati urutan ketiga terbesar dalam PPh Non Migas pada Januari 2025 mencapai Rp12,995,124,991,- lebih rendah ketimbang realisasi PPh Final pada Januari 2024 mencapai Rp15,161,541569,- atau capaiannya mengalami penurunan sebesar minus 14,29 persen dan kontribusinyanya mencapai 4,64 persen dalam PPh Non Migas. Ada empat Sub Komponen PPh Non Migas yang mempunyai Laju Pertumbuhan positif selama Januari 2024-Januari 2025. Keempat Sub Komponen PPh tersebut adalah PPh Pasal 22 sebesar 8,11 persen, dari Rp1,61,- miliar menjadi Rp1,74,- miliar. Selanjutnya, Sub Komponen PPh Pasal Pasal 23 dari Rp8,80,- miliar menjadi Rp14,41,- miliar atau Laju Pertumbuhannya mencapai 63,68 persen. Penerimaan PPh Non Migas dari Sub Komponen Pasal 25/29 OP meningkat dari Rp1,35,- miliar menjadi Rp1,43,- miliar atau terjadi kenaikan sebesar 5,64 persen, serta PPh Pasal 29/29 Badan meningkat dari Rp13,32,- miliar meningkat menjadi Rp14,62,- miliar.

Sebaliknya, terdapat 3 Sub Komponen PPh Non Migas mengalami penurunan baik realisasi absolutnya maupun pertumbuhannya selama Januari 2024-Januari 2025. Ketiga Sub Komponen PPh Non Migas tersebut adalah PPh Pasal 21 yang penerimaannya menurun dari Rp12,88,- miliar menjadi Rp8,36,- miliar atau menurun sebesar minus 35,11 persen. Sub Komponen PPh Non Migas Pasal 26 menurun dari Rp594,41,- juta menjadi Rp551,08,- miliar atau mengalami penurunan sebesar minus 7,29 persen, serta Sub Komponen PPh Non Migas Final yang penerimaannya menurun dari Rp16,16,- miliar menjadi Rp13,- miliar atau mengalami penurunan sebesar minus 14,29 persen.

Pajak Pertambahan Nilai (PPn) mengalami penurunan dari Rp264,42,- miliar pada Januari 2024 menjadi Rp221,83,- miliar pada Januari 2025 atau mengalami penurunan sebesar minus 16,11 persen. Namun, kontribusinya tetap terbesar dalam Penerimaan Negara sektor perpajakan yakni 79,22 persen. Dua Sub Komponen penyumbang dalam PPn, walaupun kecil kontribusinya adalah PPn Barang Mewah Dalam Negeri mengalami kenaikan dari Rp52,19,- juta pada Januari 2024, menjadi Rp63,21,- juta pada Januari 2025 atau mengalami pertumbuhan sebesar 21,10 persen dan kontribusinya mencapai 0,02 persen. PPn lainnya meningkat dari Rp94,52,- pada Januari 2024 menjadi Rp162,72,- juta pada Januari 2025 atau mengalami kenaikan sebesar 72,15 persen. Sebaliknya, PPn Dalam negeri yang biasanya mendominasi tiga perempat penerimaan negara pada PPn mengalami penurunan dari Rp263,45,- miliar pada Januari 2024 menjadi Rp220,84,- miliar pada januari 2025 atau pertumbuhannya menurun minus 16,17 persen dan kontribusinya tetap besar pada 78,86 persen.

Empat Sub Komponen PPn yang belum terealisasi yakni PPn Barang Mewah Impor, PPn Barang Mewah Lainnya, PPn Barang Dalam Negeri Ditanggung Pemerintah, PPn Barang Mewah Ditanggung Pemerintah. Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menurun dari Rp1,34,- miliar pada Januari 2024 menjadi Rp129,87,- juta pada Januari 2025 atau mengalami penurunan drastis sebesar minus 90,32 persen. PPh Ditanggung Pemerintah (DTP) belum terealisasi pada Januari 2025.

Pajak Lainnya mengalami rekor kenaikan tertinggi dari Rp2,83,- juta pada Januari 2024 menjadi Rp4,75,- miliar pada Januari 2025 atau terjadi kenaikan sebesar 167703,26 persen dan kontribusinya dalam Penerimaan Pajak Negara mencapai 1,70 persen. Pajak Penghasilan Minyak Bumi dan Gas sampai dengan Januari 2025 belum terealisasi. Secara keseluruhan, realisasi Penerimaan Perpajakan bulanan pada Januari 2025, mengalami penurunan dari Rp319,71,- miliar pada Januari 2024 menurun menjadi Rp280,02,- miliar pada Januari 2025 atau mengalami penurunan sebesar minus 12,41 persen.

Struktur perekonomian Sulteng dari sisi 10 Sektor Penerimaan Pajak Tertinggi per Januari 2025 mengalami perubahan berarti dalam Penerimaan Perpajakan. Dominasi dan posisi Sektor Industri Pengolahan digeser oleh Sektor Perdagangan Besar dan Eceran yang walaupun menurun dari Rp182,- miliar pada Januari 2024 menjadi Rp132,- miliar pada Januari 2025. Kontribusi Sektor Perdagangan Besar dan Eceran dalam Penerimaan Pajak mencapai 47,94 persen, walaupun mengalami penurunan pertumbuhan sebesar minus 27,67 persen, lalu diikuti oleh Sektor Administrasi Pemerintahan yang kontribusinya mencapai 11,43 persen, namun mengalami penurunan pertumbuhan sebesar minus 29 persen.

Sektor ketiga mendominasi Penerimaan Perpajakan Negara adalah Sektor Jasa Persewaan yang kontribusinya mencapai 7,56 persen naik dari Rp20,- miliar menjadi Rp21,- miliar. Hal yang mengejutkan terjadi pada Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang naik dari posisi kesepuluh menjadi keempat yang Penerimaan Negara di sektor perpajakan meningkat dari Rp8,- miliar menjadi Rp18,- miliar atau terjadi kenaikan sebesar 116,49 persen.

Kontribusi Sektor Industri Pengolahan yang biasanya menduduki posisi pertama baik kontribusinya maupun penyumbang Penerimaan Pajak, namun pada Januari 2025 berada di posisi kesembilan yang kontribusinya menurun dari Rp7,- miliar pada Januari 2024 menjadi Rp6,- miliar pada Januari 2025 dan laju pertumbuhannya menurun sebesar minus 18,13 persen. Sedangkan Sektor Pertambangan dan Penggalian yang selama beberapa tahun menjadi andalan Sulteng berada pada posisi keenam yang kontribusinya dalam Penerimaan Negara Perpajakan mencapai 5,64 persen dalam perekonomian dan memberikan sumbangsih Penerimaan Perpajakan menurun dari Rp21,- miliar pada Januari 2024 mengalami menjadi Rp16,- miliar pada Januari 2025 atau terjadi penurunan sebesar minus 27,39 persen.

Pada sisi teoretis, hal ini merupakan fenomena biasa dalam transformasi ekonomi pada istilah proses alokasi seperti dijelaskan oleh Hollish Chenery-Moshes Syrquin dalam the Pattern of Development: 1950-1970 pada sisi Proses Alokasi dalam transformasi perekonomian. Namun, karena penduduk Sulawesi Tengah 70 persen tinggal di perdesaan dan bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan, maka menjadi masalah dalam strategi pembangunan pada daerah yang kaya sumberdaya alam. Sumber Daya Alam menjadi kutukan ketimbang manfaat dan Provinsi Sulawesi Tengah hanya menjadi compradores atau pelayanan bagi investasi asing yang tercermin dari dampak negatif pada lingkungan dan naiknya kasus HIV-AIDS di kawasan industri.

Pada Tahun 2025, penerimaan Bea dan Cukai di Sulawesi Tengah diproyeksikan mencapai Rp1,91,- triliun, sedangkan realisasinya pada Januari 2025 mencapai Rp103,93,- miliar atau 5,42 persen dari target Rp1,91,- triliun tersebut. Realisasi tersebut lebih rendah daripada realisasi Januari 2024 yang mencapai Rp200,52,- miliar atau lebih rendah 48,17 persen. Realisasi tersebut mencakup Penerimaan Satuan Kerja Kantor Bea Cukai Pantoloan mencapai Rp13,62,- juta atau proporsinya 0,01 persen, Penerimaan pada Satuan Kerja Kantor Bea Cukai Morowali mencapai Rp103,85,- miliar atau proporsinya 99,92 persen dan pada Satuan Kerja KPPBC TMP C Luwuk mencapai Rp70,12,- juta atau proporsinya sebesar 0,07 persen.

Komoditas yang menyumbang penerimaan Bea Masuk terbesar berasal dari Barang Logam Bukan Aluminium Siap Pasang yang kontribusi sebesar 45,97 persen atau Rp36,41,- miliar, diikuti dengan Pipa dan Sambungan Pipa dari Baja dan Besi sebesar Rp12,24,- miliar atau proporsinya sebesar 15,46 persen, dan Kabel Listrik dan Elektronik Lainnya sebesar Rp8,98,- miliar atau proporsinya mencapai 11,34 persen yang pertumbuhan Penerimaan Bea Masuk meningkat dari Rp1,86,- miliar pada Januari 2024 menjadi Rp8,98,- miliar pada januari 2025 atau terjadi kenaikan sebesar 384,45 persen. Pertumbuhan terbesar kedua terdapat pada Barang dari Plastik untuk Bangunan sebesar 181,85 persen (yoy) atau dari sebesar Rp972,- juta pada Januari 2024 menjadi Rp2,74,- miliar pada Januari 2025.

Penerimaan terbesar PNBP sampai dengan Januari 2025 mencapai Rp60,2,- miliar atau pertumbuhannya mengalami penurunan 27,63 persen year-on-year atau 8,43 persen dari target PNBP Tahun 2025. Penerimaan terbesar PNBP per 31 Januari 2025 berasal dari Penerimaan Izin Keimigrasian dan Izin Masuk Kembali (20,8 persen) yang dipungut oleh Kemenimpas, disusul oleh Pendapatan Jasa Kepelabuhanan (13,3 persen) yang dipungut oleh Kemenhub, Penerimaan Belanja Modal TAYL (13,1 persen), dan Pendapatan Jasa Saranan Bantu Navigasi Pelayaran (7,0 persen). BLU Universitas Tadulako belum memperlihatkan realisasi PNBP.

Pendapatan negara per akhir Januari 2025 mencatatkan nominal sebesar Rp444,2,- miliar. Capaian belanja berada di angka Rp1,93,- triliun yang sebagian besar disumbang oleh penyaluran Transfer Ke Daerah (TKD), sebesar Rp1,74,- triliun. Perkiraan defisit regional Tahun Anggaran 2025 sekitar Rp22,69,- triliun. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar komponen mengalami konstraksi di awal Tahun 2025. Penghematan belanja perjalanan dinas telah terlihat dengan adanya kontraksi pada belanja barang. Dampak selanjutnya adalah terdapat potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I TA 2025 sebagai akibat atas menurunnya realisasi sebagai respon atas efisiensi anggaran. Fokus anggaran Tahun 2025 mengalami perbedaan, dari mendorong pembangunan infrastruktur pada Tahun 2024 menjadi peningkatan kualitas dan ketahanan pangan.

Per Januari 2025, fungsi pelayanan umum menjadi fungsi dengan tingkat realisasi tertinggi, sebesar 9,1 persen. Belanja Pemerintah Pusat dialokasikan sebesar Rp6,48,- triliun dengan efisiensi sebesar Rp1,26,- triliun pada TA 2025 dengan efisiensi terfokus pada belanja barang sebesar Rp536,- miliar dan Belanja Modal sebesar Rp724,- miliar. Alokasi Dekonsentrasi Tugas Pembantuan (DK-TP) di Sulawesi Tengah mencapai Rp58,2,- miliar. Namun, terdapat blokir anggaran sebesar Rp51,21,- miliar. dengan demikian sisa anggaran yang dapat dicairkan adalah Rp6,99,- miliar. Pemblokiran belanja DK-TP merupakan kebijakan mandatori. DK-TP memiliki komponen belanja barang (52) sehingga tingkat effisiensinya sangat tinggi. Total efisiensi sebesar Rp1,52.- triliun atau sekitar 8,1 persen dari pagu awal (Rp18,74,- triliun).

Efisiensi TKD di Sulawesi Tengah berdampak pada pencadangan DAK Fisik (Bidang Konektivitas, Irigasi, Pangan Pertanian, dan Pangan Akuatik) dan DAU Earmark Bidang PU, serta Kurang Bayar DBH, walaupun relatif kecil. Hal tersebut akan memiliki konsekuensi dalam pencapaian target kinerja OPD terkait seperti, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air, dan Dinas Pengampu Urusan Pangan, Pertanian, dan Perikanan.

Informasi lain yakni tidak ada pencadangan alokasi TKD DBH, Dana Desa, DAK Non Fisik, dan Infis. Sementara Pencadangan Kurang Bayar DBH masih menunggu pengaturan lebih lanjut. Efisiensi TKD tidak mengurangi manfaat yang akan diterima oleh masyarakat, karena hasil efisiensi ini akan digunakan untuk kegiatan prioritas pemerintah yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat. Hasil ALCo realisasi sampai dengan 31 Januari 2025 ini dapat digunakan untuk mendorong Pemda untuk melakukan optimalisasi PAD melalui kebijakan Local Taxing Power karena di Tingkat Provinsi Sulteng, potensi PAD mencapai 11,6 poin, namun tax ratio baru mencapai 3,5 poin.

Hal ini berarti ada potensi terpendam sebesar 8,1 poin yang dapat dilakukan dengan cara Bapenda menetapkan target Pajak Daerah sebesar 23,30 persen dan Retribusi Daerah sebesar 19,66 persen sesuai realisasi historis Desember 2023-Desember 2024 dan perbaikan kualitas belanja yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang fungsi pengawasannya ada ada Wakil Gubernur yang dapat meminta kepada Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara (DJPb) Sulteng menjelaskan setiap tahun hasil spending review.

Secara total, realisasi belanja APBN pada Januari 2025 berada pada angka Rp1,93,- triliun dengan deviasi sebesar 28,9 persen (understated). Capaian ini disumbang oleh realisasi BPP yang melebihi proyeksi dan realisasi TKD yang memiliki deviasi yang signifikan yaitu -34,9 persen. Overstated BPP merupakan hasil dari adanya kebijakan efisiensi sehingga nilai realisasinya berada di bawah proyeksi sebelum adanya blokir. Understatement TKD disebabkan oleh tingginya penyaluran DAU, dan DAK Non Fisik; Pagu Pendapatan daerah sebesar Rp25,71,- triliun atau naik 3,29 persen yoy yang didorong oleh peningkatan pada semua kompenen pagu baik PAD, Pendapatan Transfer, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Sampai dengan. 31 Januari 2025, dalam hal ini Direktorat Akuntansi & Pelaporan Keuangan (APK) belum memperoleh data APBD Pemda, begitu pula Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) belum menerima data dari Kemendagri, sehingga data konsolidasi APBD belum dapat disediakan.

Sementara data yang bisa disajikan hanya sebatas pagu APBD (tentatif), yang telah diinput oleh bidang Pembinaan Akuntansi & Pelaporan Keuangan (PAPK) Kanwil DJPb Provinsi Sulawesi Tengah. Pagu belanja daerah sebesar Rp26,65,- triliun atau naik 0,27 persen yoy yang didorong oleh peningkatan pada komponen pagu belanja operasi dan belanja transfer. Pemda masih menunggu juknis langkah-Langkah dalam efisiensi belanja APBD dari Kemendagri.

Ekonomi Sulteng pada kuartal III Tahun 2024 tumbuh sebesar 9,08 persen (yoy) menempati posisi tertinggi kedua setelah Provinsi Papua Barat. Secara quarterly to quarterly (qtq), ekonomi sulteng tumbuh 5,37 persen dari Q2 2024. Peningkatan ekonomi Sulawesi Tengah ditopang oleh Net Export dengan share-to-growth sebesar 5,13 persen. Dari sisi produksi, penopang utama ekonomi Sulteng merupakan Sektor Industri Pengolahan.

Hal yang perlu menjadi perhatian adalah pertumbuhan ekonomi Sulteng yang berada di bawah 2-digit selama dua kuartal terakhir. Ekonomi Sulteng pada kuartal IV Tahun 2024 tumbuh sebesar 10,29 persen (yoy) dengan laju tahunan sebesar 9,89 persen (yoy). Secara qtq, ekonomi sulteng tumbuh 2,72 persen dari Q3 2024. Capaian tersebut masih di bawah target RPJMD TA 2024 yakni sebesar 10,80 persen (yoy).

Pertumbuhan ekonomi Sulteng berada di bawah 10 persen pada TW II dan TWIII 2024 menjadi Pelajaran bahwa mesin industry telah berada pada kondisi stabil beroperasi, tetapi daya beli Masyarakat Sulteng melemah, setelah 3 tahun berturut-turut konsisten di atas 2-digit. Peningkatan ekonomi Sulawesi Tengah ditopang oleh Net Export dengan share-to-growth sebesar 5,9 persen dan konsumsi rumah tangga sebesar 1,46 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi Sulteng masih ditopang dari Industri Pengolahan dan Sektor Penggalian dikuti sektor Jasa Keuangan dan Asuransi; dan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum. Perekonomian Sulteng menunjukkan kenaikan tertinggi di Kawasan Sulawesi. Pertumbuhan ekonomi Sulteng yang impresif tersebut mampu mendongkrak kontribusi perekonomian Sulteng terhadap perekonomian Nasional sebesar share 1,71 persen pada Tahun 2024, dan juga share sebesar 24,03 persen terhadap perekonomian Pulau Sulawesi.

Inflasi bulan Desember tercatat sebesar 0,32 persen (mtm) dan 1,29 persen (yoy). Inflasi terjadi di seluruh Sulteng kecuali di Kabupaten Tolitoli dengan deflasi sekitar -0,06 persen (mtm) dan -0,35 persen (yoy). Penyumbang inflasi didominasi oleh komoditas pangan, terutama ikan selar, bawang merah, dan tomat. Harga beras Sulteng tetap stabil hingga penghujung 2024, mencapai Rp14,800/kg untuk periode Desember 2024. yang sebagian besar kembali dipengaruhi oleh peningkatan harga emas perhiasan sebesar 0,38 persen, Sigaret Kretek Mesin sebesar 0,25 persen, Bawang Merah 0,20 persen.

Harga beras Sulteng tercatat menunjukkan kondisi stabil pada Desember 2024, sekitar Rp14,800/kg. Namun perlu diperhatikan terkait deflasi untuk komoditas ikan selar sebesar 0,13 persen, bawang merah sebesar 0,07 persen, tomat sebesar 0,07 persen; Deflasi bulan Januari sebesar -1,18 persen (mtm) dan 0,02 persen (yoy), serta -1,18 persen (ytd). Secara umum, penuruanan harga terjadi di seluruh kota dan kabupaten di Sulteng akibat subsidi tarif listrik dari pemerintah.

Penyumbang inflasi didominasi oleh komoditas pangan, terutama sigaret kretek mesin, minyak goreng, dan beras. Harga beras Sulteng tetap stabil hingga awal 2025, mencapai Rp14,800/kg untuk periode Januari 2025. Namun demikian, terpantau tiga komoditas yang perlu diwaspadai karena mengalami kenaikan harga menjelang HBKN dan berpotensi memicu inflasi musiman, yakni cabai, minyak goreng, dan gula pasir.

Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) saat ini dilaksanakan menggunakan mekanisme Bantuan Pemerintah dilatarbelakangi kondisi belum terbentuknya unit vertikal di daerah dan terbatasnya SDM (pengelola keuangan, PBJ, dll) pada Badan Gizi Nasional (BGN). Idealnya, pelaksanaan MBG dilaksanakan melalui belanja operasional atau belanja yang melekat pada BGN, sehingga BGN memiliki kontrol penuh terhadap pelaksanaan MBG, bukan diwewenangkan kepada penerima bantuan. Target operasi SPPG masih terus berjalan.

Angka kemiskinan menurun dari 13 persen pada 2021 menjadi 12,30 persen Tahun 2022, namun kembali meningkat menjadi 12,41 persen di Tahun 2023 lalu pada Maret 2024 menurun menjadi 11,77 persen dan 11,04 persen pada September 2024. Angka kemiskinan di Tahun 2023 masih di atas target 2023 yakni 10,84 persen. Target penurunan persentase penduduk miskin dalam RPJMD Sulteng Tahun 2021-2026 mencapai 10,84 persen.

Namun, justru terjadi kenaikan dari 12,30 persen pada 2022 menjadi 12,41 persen pada Maret 2023. Di Tahun 2024, semua 13 kabupaten/kota mengalami penurunan angka kemiskinan. Kemiskinan di Kota Palu menurun menjadi 5,94 persen, diikuti oleh kemiskinan di Kabupaten Banggai menurun menjadi 6,56 persen, lalu Kabupaten Morowali sebesar 11,55 persen dan Morowali Utara sebesar 11,95 persen. Tiga kabupaten berada pada angka kemiskinan sekitar 12 persen yakni Sigi sebesar 12,06 persen, Banggai Kepulauan sebesar 12,32 persen dan Tolitoli yakni 12,45 persen.

Kabupaten Buol dan Banggai Laut mempunyai angka kemiskinan masing-masing 13,08 persen dan 13,78 persen. Kabupaten Parigi Moutong dan Poso mempunyai angka kemiskinan pada kisaran 14 persen yang masing-masing mencapai 14,20 persen dan 14,23 persen. Dua kabupaten mempunyai angka kemiskinan tertinggi yakni Kabupaten Tojo Una-Una sebesar 16,36 persen dan Kabupaten Donggala sebesar 15,30 persen.

Namun, penurunan angka kemiskinan ini justru dibarengi dengan kenaikan angka kesenjangan distribusi pendapatan yang ditunjukkan oleh koefisien Gini dari 0,301 poin pada Maret 2024 menjadi 0,309 poin pada September 2024; Kemiskinan ekstrim yang turun di Sulteng dari 3,15 persen pada 2021 menjadi 3,02 persen pada Tahun 2022, lalu turun lagi menjadi 1,44 persen pada 2023 adalah kemiskinan ekstrim yang ditargetkan menjadi 0 persen pada 2024; Target penurunan kemiskinan ekstrim 0 persen belum tercapai pada 2024. Kabupaten Banggai yang pada 2023 telah mencapai 0 persen angka kemiskinan ekstrim, di Tahun 2024 mempunyai angka kemiskinan ekstrim sebesar 1,15 persen. Secara umum, angka kemiskinan esktrim di Sulteng mencapai 1,27 persen. Kota Palu mempunyai angka kemiskinan ekstrim mendekati 0 persen yakni 0,36 persen. Sebaliknya, angka kemiskinan ekstrim tertinggi di Kabupaten Tojo Una-una mencapai 2,16 persen.

Luas panen padi di Sulteng mengalami penurunan pada 2023-2024. Di Tahun 2023, luas panen mencapai 177.699 Ha menurun menjadi 171.786 Ha. Hal ini terjadi pada tujuh daerah yaitu, Banggai, Poso, Donggala, Tolitoli, Buol, Sigi dan Morowali Utara; Produksi padi dalam satuan Gabah Kering Giling (GKG) Sulteng mengalami penurunan dari 821.367 ton GKG di Tahun 2023 menjadi 759.838 ton GKG di Tahun 2024. Hal ini terjadi pada Kabupaten Banggai, Poso, Donggala, Buol, Sigi dan Morowali Utara. Produktivitas lahan tanaman pangan padi mengalami penurunan dari 4,62 ton GKG/Ha pada 2023 menjadi 4,42 ton GKG/Ha pada 2024.

Hal ini terjadi pada delapan kabupaten yakni Banggai Kepulauan, Banggai, Poso, Donggala, Parigi Moutong, Tojo Una-Una, Sigi, Morowali Utara. Produksi beras Sulteng mengalami penurunan dari 484.835 ton pada 2023 menurun menjadi 448.514 ton. Indeks Ketahanan Pangan (IKP) Sulawesi Tengah menunjukkan pertumbuhan pada Tahun 2022 namun menurun di tahun 2023. IKP mencapai 75,83 poin, menjadikan Sulteng di urutan 17 secara nasional. Ketersediaan pangan di Banggai Kepulauan dan Banggai Laut perlu diperhatikan karena terus mengalami penurunan sejak Tahun 2021. Selain itu, indeks kemanfaatan—yang diukur dari Rata Lama Sekolah, stunting, harapan hidup, rasio tenaga Kesehatan, dan akses air bersih — Donggala, Tolitoli, dan Sigi perlu diperkuat.

Kebutuhan pada Produk Domestik Regional Bruto Hijau (PDRB Hijau) mendesak yang dapat bekerjasama dengan BPS Sulteng untuk menghitung PDRB setelah melalui valuasi ekonomi diperkurangkan dengan bencana dan kerusakan lingkungan akibat bencana tahunan yang melanda Sulteng. Laju pertumbuhan ekonomi Sulteng tentu saja tidak setinggi 9,08 persen pada kuartal III 2024. Namun demikian, perhatian pada Ekonomi Hijau, dan Ekonomi Sirkuler, serta Bioekonomi dapat menjadi tradisi baru di Sulteng sebagai bagian dari implementasi pembangunan lingkungan dan menjaga lingkungan sebagai kekayaan masa depan Sulteng jauh dari gangguan industrialisasi massif.

Komoditi makanan penyumbang inflasi pada Desember 2024 adalah emas perhiasan sebesar 0,38 persen, sigaret kretek mesin 0,25 persen, bawang merah sebesar 0,20 persen; Satu dari masalah lonjakan harga di Sulteng adalah mahalnya biaya transportasi dan logistik. Solusi merangkai konektivitas Jalan Nasional dengan 10 infrastruktur lainnya yang belum terhubung yakni 5 Pelabuhan laut, 4 Pelabuhan Penyebrangan dan 1 terminal.

Selain itu, Solusi melakukan pembinaan atas pekerjaan yang bersifat lanjutan Program “Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar” KemenPUPR. Satu dari berbagai solusi mengurangi kemiskinan makanan di Sulteng adalah memperkuat infrastruktur jalan dan jembatan dalam distribusi pangan dan hortikultura antar 13 kabupaten/kota, selain penguatan kelembagaan ekonomi melalui Peraturan Daerah Penyanggah Harga yang menciptakan adalah Depot Logistik milik daerah atau berupa penguatan kiprah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Tantangan dan dampak kesulitan geografis juga dapat dilihat dari data Indeks Kesulitan Geografis (IKG) yang merupakan ukuran untuk menentukan tipologi desa berdasarkan tingkat kesulitan untuk akses pada suatu desa, serta dapat menggunakan Data Desa Presisi oleh IPB University. Akses yang dimaksud adalah akses terhadap pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, serta aksesibilitas jalan atau sarana transportasi, dan komunikasi. Nilai IKG yang rendah menunjukkan bahwa aksesibilitas di wilayah tersebut baik, dan begitupun sebaliknya. Pada Tahun 2021 IKG Sulteng berkisar antara 12,56 poin sampai dengan 77,30 poin dari total 1.842 desa. Jika dikelompokkan, maka sebanyak 12,65 persen desa di Sulteng nilai IKGnya rendah, 58,15 persen cukup rendah, 25,24 persen sedang, dan 3,96 persen tinggi.

Mayoritas desa-desa yang memiliki nilai IKG tinggi adalah desa-desa yang ketersediaan fasilitas/infrastrukturnya sangat rendah, baik karena akses jalan yang buruk ataupun letak geografis desa yang berada jauh di pedalaman, ataupun di lereng/puncak gunung. Selain itu, 686 desa dari 1.842 desa atau proporsinya 37,24 persen masih blank-spot dengan jumlah terbanyak yakni 126 desa berada di Kabupaten Banggai. Belanja mitigasi dan/atau penanganan perubahan iklim telah tersalurkan sekitar Rp2,95,- miliar selama Januari-Mei 2024. Hal ini dilakukan karena selama satu dekade, suhu di Sulteng mengalami kenaikan sebesar 1,2 derajat Celcius.

Pemerintah melakukan re-focussing anggaran pada 2024 sehingga berdampak terhadap menurunnya pagu belanja terkait perubahan iklim.

Belanja tematik Mitigasi Perubahan Iklim mengalami penurunan pagu sebesar 83,8 persen pada 2024 namun kecepatan penyerapannya tercatat lebih baik. Belanja Adaptasi Perubahan Iklim mengalami kenaikan pagu yang cukup signifikan sekitar 7 kali lipat dari Tahun 2023. Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) di Tahun 2024 atas bidang terkait adaptasi perubahan iklim menunjukkan adanya penurunan terlepas dari peningkatan pagu DAK Fisik. Selain DAK Fisik, alokasi anggaran TA 2024 DAK Non Fisik terkait Dana Ketahanan Pangan dan Pertanian menunjukkan penurunan sebesar 15,9 persen (yoy).

Dalam rangka mitigasi dampak perubahan iklim atas sektor perekonomian di Sulteng, khususnya agrikultur, dapat dilaksanakan beberapa hal sebagai berikut:, pertama, Penggeseran pagu belanja APBN terkait menjadi TKD sehingga pemda dapat memanfaatkannya sesuai dengan kondisi di lapangan; Kedua, Penguatan belanja untuk rehabilitasi kerusakan akibat industri ekstraksi; Ketiga, Penguatan kualitas belanja modal penunjang sektor pertanian termasuk dalam kepastian capaian outcome atas belanja yang terealisasikan.

Penambahan daerah kepulauan yakni Banggai Laut, Banggai Kepulauan, Tojo Una-Una sebagai acuan perhitungan harga sebagai Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Nilai Tukar Petani (NTP), serta Nilai Tukar Nelayan (NTN) dapat memperkaya realitas harga-harga kebutuhan pokok makanan dan non-makanan, sehingga strategi spasial dan tematik dalam pembangunan ekonomi dapat tercipta khususnya pada Pemerintahan baru di 13 kabupaten/kota dan Provinsi Sulteng.

Pemerintah Provinsi dapat menginisiasi perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hijau baik di tingkat Provinsi Sulteng maupun pada 13 kabupaten/kota yang tentu saja memperhitungkan kerusakan ekosistem hutan dan perairan. Namun, dalam jangka pendek di era efisiensi, optimalisasi PAD menjadi tugas mendesak pada Bapenda dan perangkat daerah pengumpul PAD di Provinsi Sulteng.***

Arnila M Ali Bakal Lawan Nizar Rahmatu, Pengusaha ini Resmi Daftar Calon Ketua KONI Sulteng

629 Views

JATI CENTRE – Dua nama kuat bakal calon ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah (KONI Sulteng) telah resmi mendaftar untuk berebut kursi ketua umum KONI Sulteng periode 2025-2029, mereka adalah M Nizar Rahmatu dan Arnila M Ali.

Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) Calon Ketua KONI Sulteng telah menerima berkas syarat pendaftaran Arnila M Ali pada Kamis, 13 Maret 2025 malam.

“Pada saat ini, ibu Arnila adalah pendaftar kedua yang telah didahului oleh Pak Nizar. Pendaftaran Haji Cica (sapaan akrab Arnila) ini ditunggu-tunggu oleh masyarakat Sulteng,” ungkap Ketua TPP Helmy Umar.

Arnila M Ali yang datang ditemani puluhan insan olaharaga dan simpatisannya, membawa syarat dukungan sebanyak 20 rekomendasi dari cabang olahraga dan 4 rekomendasi dari KONI kabupaten/kota.

“Sesuai dengan syarat yang sudah kita sampaikan, syarat formilnya sudah dipenuhi. Terutama syarat dukungan, minimal cabor 17 dan KONI kabupaten/kota 4. Kalau kita lihat sampai saat ini, kemungkinan akan hanya ada dua calon, tapi tidak menutup kemungkinan bisa ada pendaftar lain,” ujar Helmy.

Dia pun menyatakan berkas pendaftaran Arnila telah lengkap dan diterima.

“Setelah ini tanggal 14 kita tutup pendaftaran, dan 17 – 19 (Maret) kita akan lakukan verifikasi berkas,” tutupnya.

Jika tak ada bakal calon lain yang mendaftar, maka “duel” antara Arnila M Ali melawan M Nizar Rahmatu akan tesaji jika keduanya lolos verifikasi pendaftaran.

Pengusaha yang juga Ketua Komisi III DPRD Sulteng ini, punya pengalaman membangun prestasi olahraga Morowali saat menjadi Ketua KONI di daerah asalnya itu, bakal menantang Nizar yang merupakan petahana Ketua Umum KONI Sulteng.

Perempuan yang akrab disapa Haji Cica itu, bertekad maju sebagai bakal calon ketua KONI Sulteng karena prihatin dengan kondisi olahraga saat ini. Terutama nasib atlet yang masih terkesan dikesampingkan, serta upaya peningkatan prestasi yang tidak berjalan baik.

Olehnya, ia berharap siapapun yang nantinya terpilih sebagai Ketua Umum KONI Sulteng, dapat memperbaiki sistem kepengurusan olahraga demi meningkatkan prestasi atlet.

“Untuk apa (pengurus) cabor kalau atlet mau berlatih tidak punya peralatan. (Pengalaman) apa yang saya buat di KONI Morowali bisa dibuat di provinsi. Saya berharap ke depan teman-teman yang memegang cabor agar disiplin, kalau bisa satu cabor satu orang, jangan diborong,” kata dia.

Dia menyebut, beberapa cabang olahraga (Cabor) diketuai oleh satu orang, membuat pengembangan prestasi atlet terganggu karena pengurusnya tidak bisa fokus.

Demikian pula dengan aspek kesejahteraan atlet, juga harus diperhatikan dengan kreativitas menjadi sumber-sumber pendanaan sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-undangan.

“Kesejahteraan atlet itu penting. Ke depan saya harap siapapun terpilih bisa jauh lebih baik dari kemarin,” tegas Arnila yang juga Ketua Komisi III DPRD Sulteng tersebut.

Protes Penerapan Syarat dan Waktu Musprov

Saat mendaftar sebagai bakal calon ketua KONI Sulteng, pihak Arnila M Ali memprotes TPP karena dianggap tidak menerapkan syarat yang sesuai Peraturan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Standar Pengelolaan Organisasi Olahraga Lingkup Olahraga Prestasi.

Satu pasal yang paling disorot terkait Permenpora tersebut, terkait penerapan Pasal 17 ayat (1) Permenpora, diterangkan pengurus organisasi olahraga lingkup olahraga prestasi harus memenuhi setidaknya 7 persyaratan yang sudah diatur.

Bahwa huruf a dalam pasal itu, disebutkan memiliki pengalaman menjadi pengurus organisasi olahraga paling singkat 5 tahun, Kemudian di huruf b memiliki kompetensi di bidang manajemen organisasi, promosi, dan/atau relasi dengan ekosistem industri.

Lalu pada huruf c, memiliki integritas dan moralitas berdasarkan rekam jejak. Pada huruf d tidak berstatus sebagai tersangka dalam tindak pidana kejahatan.

Kemudian pada huruf e menerangkan pengurus tidak sedang menduduki jabatan pengurus organisasi olahraga lingkup olahraga prestasi lainnya.

Sementara pada huruf f, tidak memiliki konflik kepentingan dengan kepengurusan organisasi olahraga olahraga prestasi yang dipimpinnya.

Pada huruf g aturan tersebut, tegas menjelaskan calon ketua KONI tidak pernah dijatuhi hukuman karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Untuk mengindahkan Permenpora tersebut, Arnila dan timnya pun tidak hanya menyerahkan berkas formil syarat dukungan cabor dan KONI daerah, tapi juga syarat sesuai ketentuan Permenpora.

Diketahui Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 ini ditetapkan pada tanggal 18 Oktober 2024, sehingga sejak ditetapkan dinyatakan berlaku dan harus diikuti semua pihak, sebagai proses tertib penyelenggaraan pemerintahan dan bernegara.

Arnila Meminta Waktu Pelaksanaan Musprov Ditinjau Ulang

Arnila juga meminta agar pelaksanaan Musyawarah KONI Sulteng disesuaikan dengan keputusan waktu akhir masa jabatan Pengurus KONI Sulteng periode 2021 – 2025, atau setidak-tidaknya dalam bulan yang sama menjelang akhir masa jabatan Pengurus KONI Sulteng yang akan berakhir.

Apalagi hasil rapat TPP Calon Ketua Umum KONI Sulteng, diketahui: tidak atau belum menetapkan hari dan tanggal pelaksanaan musyawarah.

Sehingga pihaknya meminta agar Musprov KONI Sulteng waktu pelaksanaannya diundur, karena bertepatan pada 21 Maret 2025 jadwal pelaksanaan Musprov, ia telah terjadwal bakal melaksanakan ibadah Umrah.

Ia menyayangkan penentuan waktu Musprov yang terkesan mendadak. Menurut dia, penetapan jadwal Musprov baru disampaikan beberapa hari terakhir.

“Saya sudah bermohon untuk Musprov KONI diundur waktunya. Saya minta ini dipertimbangkan. Jangan karena ingin mengamankan kepentingan calon tertentu, aturannya dibuat-buat. Siapapun yang akan terpilih saya akan suport (dukung), tapi saya harap TPP bekerja transparan, berintegritas, dan profesional,” katanya.

Dia ingin melihat olahraga di Sulteng terus berkembang dan memberikan kebanggaan dengan prestasi yang ditorehkan oleh atlet daerah.

Menurut Ketua TPP, semua persayaratan dan ketentuan telah dijalankan sesuai aturan. Terkait Permenpora, ia menyebut aturan itu belum diterapkan karena butuh penyesuaian.

“Kalau soal waktu Musprov itu bukan kami yang tentukan,” kata Helmy.***

+

Artikel ini sebelumnya tayang dan diolah dari https://referensia.id

Ancaman Kehilangan Manusia Berkualitas di Sulteng

Moh Ahlis Djirimu
159 Views

Ancaman Kehilangan Manusia Berkualitas di Sulteng

Oleh : Moh. Ahlis Djirimu
( Staf Pengajar FEB-Untad )

JATI CENTRE – Satu dari enam Indikator Kinerja Utama (IKU) atau indikator kinerja Visi Pemerintah Daerah adalah dimensi kesehatan dan Pendidikan yang tercermin pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang saat ini menjadi Indeks Mutu Modal Manusia. Betapa tidak, portal BKKBN menunjukkan bahwa di Tahun 2023, terdapat 712,223 jiwa atau 26,78 persen penduduk Sulteng belum mempunyai Jaminan Kesehatan. Sebaliknya, penduduk Sulteng yang mempunyai Jaminan Kesehatan berjumlah 1,947,416 jiwa atau proporsinya mencapai 73,22 persen.

Konteks spasial menyajikan data bahwa secara absolut penduduk Sulteng yang belum mempunyai jaminan kesehatan paling banyak terdapat di Kabupaten Parigi Moutong sebanyak 141,922 jiwa atau proporsinya mencapai 34,17 persen, lalu diikuti oleh Kabupaten Donggala mencapai 115,791 jiwa atau proporsinya sebesar 40,87 persen dan Kabupaten Banggai berjumlah 85,745 jiwa atau proporsinya mencapai 26,26 persen.

Sebaliknya, Kabupaten Morowali Utara mempunyai penduduk terendah yang belum terjamin kesehatannya yakni 18,674 jiwa atau proporsinya sebesar 15,59 persen. Usia Harapan Hidup penduduk Sulteng di Tahun 2024 mencapai 70,84 tahun, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 70,66 tahun.

Di Sulteng, terdapat 1,407,524 jiwa penduduk yang dijamin kesehatannya oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan baik Pemberian Bantuan Iuran (PBI)/Jaminan Kesehatan Masyarakat maupun Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA).

Selain itu, ada 506,141 jiwa yang mempunyai jaminan kesehatan Non PBI atau proporsinya mencapai 25,99 persen. Dampak berikutnya adalah, ada di antara 712,223 jiwa ini akan bermasalah dalam layanan kesehatan seperti umumnya terjadi penolakan pada Puskesmas dan Rumah Sakit Umum yang menjadi pemandangan biasa. Bila sering terjadi demikian, maka negara belum hadir melayani kesehatan penduduknya.

Pada dimensi Pendidikan, penduduk usia 7-12 tahun bersekolah berjumlah 197,244 jiwa atau proporsinya mencapai 68,80 persen. Sebaliknya, penduduk usia 7-12 yang tidak bersekolah mencapai 89,446 jiwa atau proporsinya sebesar 31,20 persen yang 46,550 orang merupakan penduduk usia 7-12 tahun berjenis kelamin laki-laki atau proporsinya 31,40 persen. Jumlah terbanyak penduduk usia 7-12 tahun tidak sekolah berada di Kabupaten Parigi Moutong sebanyak 15,475 jiwa, diikuti 11,730 jiwa di Kabupaten Banggai dan 10,402 jiwa di Kabupaten Donggala.

Penduduk Usia 13-15 tahun yang bersekolah berjumlah 134,261 jiwa atau proporsinya mencapai 90,90 persen. Sebaliknya, penduduk usia 13-15 tahun tidak bersekolah berjumlah 13,447 jiwa atau proporsinya mencapai 9,10 persen. Penduduk usia ini yang tidak sekolah terbanyak lagi-lagi di Kabupaten Parigi Moutong berjumlah 3,047 jiwa atau proporsinya 12,71 persen, diikuti oleh Kabupaten Donggala sebanyak 1,595 jiwa dan Kabupaten Sigi sebanyak 1,256 jiwa, serta Kabupaten Banggai yakni 1,230 jiwa.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 5.978 jiwa anak usia 13-15 tahun perempuan yang tidak bersekolah. Selanjutnya, sebanyak 115,402 jiwa anak usia 16-18 tahun bersekolah atau proporsinya mencapai 79,88 persen. Sebaliknya, 29,064 jiwa anak usia 16-18 tahun atau proporsinya 20,12 persen tidak bersekolah.

Jumlah terbanyak penduduk usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah lagi-lagi di Kabupaten Parigi Moutong mencapai 6,093 jiwa diikuti oleh Kabupaten Donggala berjumlah 3,699 jiwa, Kabupaten Sigi berjumlah 2,775 jiwa dan Kabupaten Banggai mencapai 2,747 jiwa.

Anak perempuan berusia 16-18 tahun yang tidak bersekolah di Sulteng mencapai 12,488 jiwa. Penduduk usia 19-24 tahun di Sulteng berjumlah 307,304 jiwa. Dari jumlah tersebut, 98,374 jiwa duduk di bangku kuliah atau proporsinya mencapai 32,01 persen.

Sebaliknya, penduduk usia tersebut yang tidak melanjutnya kuliah mencapai 208,930 jiwa atau proporsinya mencapai 67,99 persen. Dari jumlah tersebut, 94,894 jiwa merupakan anak perempuan yang tidak kuliah.

Jumlah terbanyak usia 19-24 tahun yang tidak kuliah berada di Kabupaten Parigi Moutong berjumlah 34,105 jiwa, diikuti oleh Kabupaten Banggai sebanyak 24,342 jiwa, Kabupaten Donggala sebanyak 24,014 jiwa dan Kabupaten Sigi berjumlah 19,355 jiwa dan Kota Palu sebanyak 18,645 jiwa.

Pemerintah Provinsi Sulteng periode 2025-2029 baru berjalan sebelas hari. Impiannya adalah “Sulteng Nambaso” atau Sulteng Besar yang berkeinginan mewujudkan bahwa “semua anak miskin dapat sekolah tanpa biaya apapun”. “Semua anak miskin dan berprestasi dapat kuliah”. “Semua pasien miskin mendapatkan pelayanan yang terbaik di rumah sakit”. “Semua kebutuhan pokok dapat dibeli dengan harga terjangkau”.

Misi pertama yakni “Mewujudkan Masyarakat Sehat, Cerdas dan Sejahtera melalui pemenuhan kebutuhan dasar dan penyediaan lapangan kerja”. Misi inilah pada sisi hulu berusaha mengatasi ancaman Loss Quality Generation di Sulteng selama lima tahun ke depan dalam Nawacita pertama ‘Berani Cerdas dengan program unggulan “Sulteng Nambaso” dan Nawacita kedua “Berani Sehat “Sulteng Naseha”, tanpa menyalahkan “budget constraint”.

Satu diskursus yang sering diungkapkan oleh pemerintahan baru ini adalah “1 dokter 1 desa” yang bermakna pada 1.842 desa, terdapat 1 dokter. Masyarakatlah yang menilai apakah cita-cita ini realistis, dalam kondisi adanya kabupaten yang tidak dapat memenuhi janjinya membayarkan secara professional insentif daerah pada tenaga dokter.

Bila Pemerintah Sulteng ingin mewujudkan janji politik 1 dokter, 1 desa, maka baik bersama-sama maupun tunggal mesti menyediakan anggaran Rp3,84,- triliun selama lima tahun ke depan mendidik calon dokter yang saat ini hanya sampai pada lipservice semata.

Walaupun sumber pembiayaan tidak semata-mata berasal dari APBN, APBD Provinsi dan APBD kabupaten/kota, tetapi sumber pembiayaan berasal pula dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) seperti Pemerintah Kabupaten Morowali. Ketertarikan tenaga dokter mengabdi di Provinsi Sulbar sangat besar dibandingkan Sulteng karena memenuhi janji profesionalisme.

Pada Nawacita Berani Cerdas, walaupun anak tidak sekolah usia 7-12 tahun di tingkat SD/MI sebanyak 89.446 jiwa atau 31,20 persen, dan anak usia 13-15 tahun tidak sekolah di tingkat SMP/MTs 13.447 jiwa atau 9,10 persen bukan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Sulteng, Pemerintah Provinsi Sulteng tidak dapat menutup mata atas kenyataan gagalnya Pendidikan Dasar di pada program wajib belajar sembilan tahun khususnya pada tingkat SD/MI.

Sedangkan wajib belajar di tingkat SMP/MTs, yang dominan dilaksanakan sejak adanya Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SMP di Tahun 2000, dianggap sebagai investasi sumberdaya manusia di masa depan yang keberhasilannya nanti dinikmati 25 tahun kemudian yang tercermin dari rendahnya anak tidak sekolah usia 13-15 tahun sebagai keberhasilan “manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah” dan mengedepankan uji kompetensi guru, pengawas, kepala sekolah dan siswa.

Usia 16-18 tahun yang tidak sekolah sebanyak 29.064 jiwa atau proporsinya 20,12 persen. Sedangkan penduduk usia 19-24 tahun yang tidak kuliah mencapai 208.930 jiwa atau proporsinya mencapai 67,99 persen. Perluasan dan Peningkatan Mutu SMA/SMK/MA mencakup peningkatan kompetensi guru, pengawas, kepala sekolah, siswa, peningkatan sapras, akreditasi sekolah dan perpustakaan SMA/SMK/MA maupun pemberian beasiswa selain Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Satu di antaranya adalah pemberian beasiswa pada 29.064 jiwa tidak tidak sekolah karena alasan ekonomi. Bila hal ini dijalankan, maka Pemerintah Provinsi Sulteng membutuhkan Rp261,58,- miliar selama 5 tahun atau Rp52,32,- miliar per tahun dengan jumlah penerima terbesar berada di Kabupaten Parigi Moutong yakni 6.093 jiwa usia 16-18 tahun dan penerima tersedikit sebanyak 830 jiwa di Kabupaten Banggai Laut.

Bila Pemerintah ingin menjalankan pemberian beasiswa pada 208.930 jiwa usia 19-24 tahun yang tidak kuliah, maka Pemerintah Sulteng patut menyediakan Rp2,09,- triliun selama 5 tahun atau Rp417,86,- miliar per tahun.

Kedua, Pemerintah Sulteng dapat menginisiasi pembangunan politeknik atau mengintegrasikan politeknik pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kabupaten Poso yakni Politeknik Pariwisata di dataran tinggi Napu, Politeknik Pangan dan Hortikultura di Kecamatan Gumbasa Kabupaten Sigi, Politeknik Perikanan & Kelautan di Taopa, Politeknik Pertambangan Migas di Kabupaten Banggai, serta Politeknik Perikanan & Kelautan di wilayah selatan Banggai Kepulauan.

Ketiga, insentif professional pada tenaga kesehatan, pendidik dan tenaga kependidikan, penyuluh maupun tenaga fungsional penunjang lainnya di wilayah Terluar, Terdepan dan Terpencil (3T).

Pada bidang Pendidikan, Pemerintah Provinsi Sulteng sepatutnya tidak mengulangi kekeliruan karena pembangunan berbasis keinginan ketimbang berbasis kebutuhan.

Pada Tahun Anggaran 2023 yakni melakukan kegiatan di luar kewenangannya yakni kegiatan Bantuan Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) milik Lembaga Vertikal yang realisasi sebesar Rp868.970.000,- karena ketidaktepatan sasaran, karena PAUD bukan kewenangan Dinas Pendidikan Provinsi Sulteng, melainkan kewenangan Dinas Kota Palu dan 12 kabupaten.

Selain itu, pelaksanaan program/kegiatan seharusnya memprioritaskan daerah yang data anak tidak sekolah tertinggi hingga terendah. Di Tahun 2023, adanya Program Pengelolaan Kegiatan Pendidikan/Subkegiatan Sapras Utilitas DAK SMA terdapat Penunjukkan Langsung (PL) dominan ke Kabupaten Banggai mencakup 29 sub kegiatan Pengadaan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di SMAN 1 Balantak, Pembangunan Ruang Bimbingan Konseling SMAN 1 Toili sampai dengan Rehabilitasi Ruang Perpustakaan dengan Tingkat Kerusakan Minimal.

Keseluruhan sub kegiatan tersebut mencapai Rp10.756.640.559,- lalu diikuti oleh, Kabupaten Poso mencapai 10 sub kegiatan Pembangunan dan Rehabilitasi baik Asrama Siswa, Lab Kimia, Ruang Bimbingan Konseling mencapai total general Rp4.584.076.508,- dengan porsi terbesar pada Rehabilitasi Ruang Kelas dengan Tingkat Minimal Sedang SMAN 1 Lore Utara realisasi sebesar Rp1.190.000.000,-.

Demikian pula adanya 8 sub kegiatan Pembangunan Asrama Siswa, Ruang Guru, Ruang Kepsek, Lab Biologi, Lab Fisika, Rang OSIS , Ruang UKS, Rumah Dinas Guru di di SMAN Totikum Kabupaten Banggai Kepulauan yang juga penunjukkan Langsung (PL) total general sebesar Rp3.649.004.504,-, kontras dengan Pembangunan Gedung SMAN berupa Lab Fisika, Lab Kimia, Asrama Siswa, Rumdis Guru di SMAN 1 Banggai Kabupaten Banggai Laut mencapai keseluruhan Rp2.058.640.874,- yang semua Penunjukkan langsung.

Kenyataan ini kontras dengan data anak tidak sekolah terbanyak pada semua jenjang di Kabupaten Parigi Moutong maupun di Kabupaten Donggala. Kabupaten Donggala yang merupakan jumlah usia sekolah semua jenjang terbanyak kedua, hanya mendapatkan 3 sub kegiatan Pembangunan Asrama Siswa, Rehabilitasi Ruang kelas di SMAN 1 Balaesang dan SMAN 1 Banawa mencapai keseluruhan Rp1.359.340.610,-

Pembangunan di Kabupaten Parigi Moutong yang jumlah usia sekolah semua jenjang pendidikan terbanyak nomor wahid di Sulteng, hanya menyasar SMAN 1 Parigi Utara mencakup 6 sub kegiatan Asrama Siswa, Bimbingan Konseling, Lab Fisika, Ruang OSIS, UKS, Rumdis Guru, keseluruhannya mencapai Rp2.044.223.666,-

Tentu hal ini patut dijelaskan oleh Dinas Dikbud dari sisi azas pemerataan berkeadilan sesuai realitas data usia jenjang pendidikan yang tidak sekolah.***

Legislator DPRD Sulteng Alfiani Eliata Sallata Soroti Aktivitas Pembuangan Sampah Morowali Utara, Jadi Ancaman Kerusakan Ekosistem Pesisir

Alfiani Eliata Sallata
180 Views

JATI CENTRE – Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Alfiani Eliata Sallata, menyoroti permasalahan pembuangan sampah di Lambolo, Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia, yang selama ini menjadi keluhan masyarakat.

Menurutnya, keberadaan tempat pembuangan sampah yang telah digunakan sejak tahun 2014 itu, sangat tidak memenuhi standar lingkungan dan kesehatan.

“Lokasi pembuangan sampah yang berada di wilayah pesisir dan berada di jalan poros itu sangat mengganggu masyarakat, baik dari segi kesehatan maupun kenyamanan pengguna jalan,” ujar Alfiani Eliata Sallata di Palu pada Selasa (25/2/2025).

Politisi PDI Perjuangan ini menegaskan, aktivitas pembuangan sampah di wilayah pesisir itu dapat menjadi ancaman kerusakan terhadap ekosistem pesisir.

“Aktivitas pembuangan sampah di wilayah pesisir itu dapat menjadi ancaman pencemaran dan kerusakan terhadap ekosistem pesisir,” sebutnya.

Sehingga Pemerintah Daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat harus mencari solusi konkret guna mengatasi masalah ini, dengan mengupayakan pemindahan lokasi pembuangan sampah tersebut ke tempat yang lebih layak.

Sebagaimana diketahui DLH Kabupaten Morowali Utara menyatakan tempat pembuangan sampah di Lambolo Desa Ganda-ganda hanya bersifat sementara, sambil menunggu lokasi permanen yang sesuai dengan standar lingkungan dan kesehatan.

Diupayakan pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Koromatantu, Kecamatan Petasia, yang akan dikerjakan oleh Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Kementerian PUPR.

Termasuk penyiapan lokasi baru di Desa Molino, pihak Pemda telah mengajukan surat ke PT. Bumanik selaku pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah tersebut, agar dapat mengizinkan penggunaan lahannya untuk lokasi pembuangan sampah.

Alfiani Eliata Sallata meminta agar pihak terkait, baik pemerintah daerah maupun perusahaan swasta, dapat berkolaborasi guna menyelesaikan permasalahan ini dengan cepat.

“Kerugian bagi masyarakat dan berdampak terhadap lingkungan terutama pesisir dan laut, jika penyelesaian masalah sampah ini lamban atau dibiarkan,” sebutnya.

Alumni Pascasarjana IPB ini juga mendorong Pemda untuk memastikan bahwa pengelolaan sampah di Morowali Utara tidak hanya sekedar memindahkan tempat pembuangan sampah, tetapi juga memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dengan menerapkan sistem pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.

“Pengelolaan sampah ke depannya harus memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dengan menerapkan sistem pengelolaan sampah yang ramah lingkungan,” tutupnya.

Pengelolaan sampah sejatinya meliputi pengurangan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pendauran ulang sampah. Pengelolaan sampah dilakukan untuk menjaga lingkungan, kesehatan, dan estetika.

Sehingga permasalahan sampah ini segera mendapatkan solusi yang tepat, agar kebersihan dan kesehatan lingkungan semakin terjaga, walaupun di tengah gempuran pertambangan.***