LAPOR PAK JAKSA DAN POLISI; ADA KORUPTOR DAN TERORIS DI KAMPUS TADULAKO!
Oleh: Dr. Ir. Muhd Nur Sangadji, DEA
(Associate Profesor bidang Ekologi Manusia, Pengajar Pendidikan Karakter dan Anti Korupsi, Anggota Senat Universitas Tadulako dan Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Sulawesi Tengah)
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Polisi, Dr. Boy Rafli Amar pernah membuat sinyalemen menarik tentang empat masalah pokok yang dihadapi Indonesia kontemporer. Pertama, Korupsi. Kedua, Terorisme. Ketiga, Narkoba. Keempat, Bencana (alam dan sosial).
Keempat masalah ini, hampir semuanya telah melanda Sulawesi Tengah. Namun, sangat patut diduga, dua diantaranya yakni ; korupsi dan terorisme telah menyatu di Universitas Tadulako. Keduanya menjadi penyebab kekisruhan yang tidak bisa di bendung di kampus saat ini.
Kami mengangkat persoalan ini jadi judul artikel. Itu, karena hal ini sudah dilaporkan secara resmi ke jajaran aparat hukum berkali-kali. Tapi, minim respon dan relatif lambat tindak lanjut. Apakah kita harus menunggu viral, heboh, atau jatuh korban dahulu baharu aparat hukum kita tergerak untuk bertindak serius?
Saya menaruh harapan optimis saat melihat baliho Kejati kita terpampang di ruang publik. Gagah perkasa. Isinya sangat keren “Selama saya bertugas di Sulawesi Tengah, tidak ada sejengkal pun ruang untuk para Koruptor. Siapa pun dia maupun backing-backingannya. Hukum tidak boleh tajam ke bawah tumpul ke atas”.
Sementara, dugaan korupsi di Universitas Tadulako ini terbiarkan sekian tahun lamanya. Seolah pelakunya orang sakti. Para pihak di kampus sendiri sering salah berfikir. Mereka bilang untuk menjaga nama baiknya universitas. Sampai sekarang pun masih ada yang berpikir begitu. Seolah, membuka aib sendiri. Padahal, inilah kesempatan untuk membersihkan Universitas Tadulako dari mereka yang ingin meruntuhkannya. Koruptor dan Teroris merupakan musuh negara. Karena itu, melawanya adalah kewajiban setiap warga negara.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 (UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme), terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik.
Motifnya bermacam-macam. Mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan agama. Sering bermula dari hal kecil sebagai pemicu. Konflik Poso dan Ambon sudah cukup menjadi pelajaran. Sengketa kecil menjadi penyebab. Anak muda yang mabuk-mabukan. Atau, pertikaian antar kelompok serta, benturan sesama dan antar masyarakat. Itu semua, sudah cukup menjadi sumbu pemantik. Itulah sebabnya, mengapa kita harus peka sejak dini. Kepada upaya memprovokasi atau membenturkan mereka. Dan, faktanya ada di Universitas Tadulako.
Sekali lagi, mengapa kita harus peka? Sebab, itu adalah salah satu dari dua amanahnya pembangunan untuk keselamatan manusia. Kewajiban Pembangunan itu adalah pertama ; harus menjawab kebutuhan masyarakat (should respon to community need). Kedua, harus peka kepada bencana alam dan sosial (on sensitive of disaster and conflic). Kalau tidak menyentuh kedua hal ini. Kita tidak sedang membangun.
Sudah bertahun-tahun warga kampus Tadulako diteror oleh orang yang harusnya dapat diduga (bukan tidak dikenal). Selama ini kita menyebut OTK (orang tidak dikenal), karena makhluk peneror ini selalu menyembunyikan identitasnya. Mereka menggunakan akun tertentu via media sosial. Biasanya memfitnah dan menyebarkan kebencian dan rasa permusuhan. Bahkan lewat ancaman fisik. Akhir-akhir ini, ancaman fisik itu kian gencar, da mengarah pada ancaman pembunuhan.
Banyak dosen dan mahasiswa Universitas Tadulako mengalami ancaman tersebut. Kalau semua mau bersaksi dan tunjukkan bukti-buktinya, diduga mencapai angka ratusan. Umumnya, mereka yang diteror adalah yang dianggap mengganggu praktek oligarki dan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme di kampus Tadulako. Sedikit hari lagi, insya Allah dugaan ini akan terbukti masif.
Kejadian paling terakhir menimpa sejumlah dosen Universitas Tadulako. Prof. Nurmala, mobilnya di lempari dengan kampak besar. Sebelumnya, Prof. Marhawati untuk kasus yang sama. Rumah saya juga dilempari batu. Lalu, ada tulisan “MATI” di dinding Pagar. Prof Jayani, Djamaludin Mariajang, Lutfi, Marjuki, Nasrum, Masyahoro, Angga dan masih banyak yang lain, adalah yang paling sering diteror. Bahkan, ketua Dewan Pengawas BLU Untad, Dr. Irfa pun tidak luput dari teror ini. Di bulan Ramadhan ini pun, rumah Nasrum, dosen Fisip Untad dilempar dua kali dalam waktu dua malam berturut-turut. Tanggal 6 dan 7 April 2022.
Ancaman pembunuhan juga sering dilayangkan via media sosial. Narasi tertulis maupun lewat vidio. Kata-kata ancaman pembunuhan yang paling sering diungkap adalah “dikeluarkan usus”.
Atas semua kejadian ini, sudah bolak-balik kami lapor ke Polda Sulteng. Tapi, tindakan kongkrit belum terwujud. Rasa frustasi menghinggapi para pelapor. Terkadang muncul pertanyaan, masih bisakah kita berharap kepada Polisi?
Kuatir perasaan begini berujung pada rasa tidak percaya (unbelived), dan rasa tidak percaya yang mengarah pada pembangkangan civil (civil disobeidiences) hingga menjadi racun dalam bernegara. Maka, mari kita rawat negeri bersama-sama.