Catatan Fasilitasi Kampanye Pemilu

261 Views

Catatan Fasilitasi Kampanye Pemilu
(Disampaikan dalam FGD KPU Prov. Sulteng, 2019, Evaluasi Fasilitasi Kampanye Pemilu Tahun 2019, Palu, 21 Agustus 2019)

* * * *

Satu tahapan pemilu yang krusial dan sangat menentukan hasil pemilu adalah tahapan kampanye pemilu. Kampanye pemilu dapat didefenisikan sebagai kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu. Secara teknis kampanye pemilu dapat dilakukan melalui: a. pertemuan terbatas; b. Pertemuan tatap muka; c. penyebaran bahan kampanye kepada umum; d. pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum; e. media sosial; f. iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet; g. rapat umum; h. debat pasangan calon tentang materi kampanye pasangan calon; dan i. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.[1] Selanjutnya kampanye pemilu sebagaimana dimaksud huruf d, huruf f, dan huruf h difasilitasi KPU yang dapat didanai oleh APBN.[2]

Berikut beberapa catatan dalam fasilitasi kampanye pemilu tahun 2019 oleh KPU, yang dapat digunakan dalam perbaikan kebijakan pelaksanaan pemilihan berikutnya. Uraian catatan berikut ini berdasar pada fakta lapangan yang berhasil diidentifikasi dalam proses tahapan kampanye, khusus fasilitasi alat peraga kampanye (APK) oleh KPU. Catatan ini tidak dimaksudkan sebagai generalisasi seluruh proses fasilitasi kampanye. Artinya ada bagian fakta tertentu yang mencerminkan catatan keadaan-keadaan ini, sehingga perlu penanganan perbaikan berkelanjutan. Dan, diakui terdapat fakta tertentu juga yang tidak mencerminkan catatan keadaan ini, sehingga dimaknai fakta tertentu tersebut sudah sesuai dengan ketentuan hukum pemilu hingga harus dipertahankan dalam pelaksanaan pemilihan ke depannya.

Pertama, APK yang diadakan sendiri oleh peserta pemilu tidak dilaporkan kepada KPU setempat. Terdapat ketentuan, bahwa peserta pemilu dapat mengadakan APK di luar yang difasilitasi oleh KPU, dengan ketentuan menyampaikan desain dan materi APK dimaksud ke KPU setempat untuk selanjutnya dapat dinyatakan sudah sesuai dengan ketentuan hukum pemilu.

Kedua, tertib pemasangan APK. KPU mengadakan APK peserta pemilu, tanpa turut memfasilitasi pemasangannya. Ini dapat berdampak pada pemasangan APK tersebut pada lokasi-lokasi yang dilarang sendiri oleh ketentuan/kebijakan penyelenggara pemilu dan/atau pemerintah daerah setempat. Sehingga berpotensi menjadi pelanggaran pemilu dan dapat ditertibkan oleh Bawaslu bersama unsur pemerintah daerah.

Ketiga, pemanfaatan APK hasil fasilitasi kurang maksimal. Kurang maksimalnya pemanfaatan APK hasil difasilitasi ini oleh peserta pemilu, terlihat dari kualitas pemasangan yang kurang baik (asal pasang) dan proses pemeliharaan akibat gangguan alam atau tindakan tertentu tidak dilakukan maksimal di lapangan. Bahkan sangat disayangkan, terdapat APK hasil produksi KPU yang tidak diambil oleh peserta pemilu, dan kalaupun diambil tidak dipasang sebagai layaknya media kampanye, karena digunakan sebagai pengganti tenda atau bahan serupa flapon rumah.

Keempat, pengaturan jumlah batasan APK yang dipasang per/desa dan per/peserta pemilu dalam masing-masing tingkatan sangat menyulitkan dalam aspek penegakan aturan/kebijakan penyelenggaraan pemilu. Sehingga Bawaslu lebih cenderung pada maksimalisasi pencegahan dalam pemasangan APK pada lokasi-lokasi yang dilarang dan seolah mengenyampingkan aspek jumlah batasan tadi.

Kelima, peserta pemilu tidak melaporkan atau mendaftarkan akun media sosial yang digunakan sebagai media kampanye. Kenyataan ini berdampak pada maksimalisasi kerja Bawaslu dalam aspek pengawasan dan penindakan pelanggaran kampanye media sosial yang dilakukan oleh akun media sosial milik peserta pemilu, terutama di hari tenang.

Keenam, fasilitasi iklan di media massa elektronik yang memilih media dengan status “tanpa izin penuh”, sementara banyak media lokal yang memenuhi syarat legalitas perizinan penuh. Oleh karena itu, akuntabilitas dan transparansi untuk menentukan media elektronik yang berhak mendapatkan iklan pemilu dari KPU juga perlu dijelaskan secara tuntas agar tidak ada salah-sangka dalam menetapkan atau mengusulkan media yang berhak mendapatkan iklan pemilu setempat. Perlu kiranya pemberian kewenangan kepada KPU setempat untuk memilih dan menetapkan kepada siapa iklan pemilu diberikan.

Adapun fasilitasi debat pasangan calon presiden dan wakil presiden tentu menjadi ranah kewenangan KPU RI, dan itu dapat dikatakan sudah terlaksana dengan baik. Demikian pula proses partisipasi pihak terkait terutama peserta pemilu dalam proses debat tersebut juga maksimal.

Catatan Kaki:
[1] Pasal 275 ayat (1) UU 7/2017 tentang Pemilu.
[2] Pasal 275 ayat (2) UU 7/2017 tentang Pemilu.

Sumber Foto: Muh. Qadri (Bawaslu Sulteng)

Kampanye Di Luar Jadwal

293 Views

Partai Politik peserta Pemilu tahun 2019 telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 17 Februari 2018. Lalu hari berikutnya, tanggal 18 Februari 2018 Partai Politik (Parpol) mendapatkan nomor urut lewat pengundian oleh KPU dengan disaksikan Bawaslu. Parpol tersebut sesuai nomor urut, 1.PKB, 2.Gerindra, 3.PDI Perjuangan, 4.Golkar, 5.NasDem, 6.Partai Garuda, 7.Partai Berkarya, 8.PKS, 9.Perindo, 10.PPP, 11.PSI, 12.PAN, 13.Hanura, 14.Partai Demokrat. Ditambah dengan Partai lokal Aceh dengan nomor urut, 15.Partai Aceh, 16.Partai Sira (Aceh), 17.Partai Daerah Aceh, dan 18.Partai Nanggroe Aceh.

Jumlah Parpol peserta Pemilu kemudian bertambah atas dasar Putusan penyelesaian sengketa Bawaslu RI. Sebelumnya Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dinyatakan oleh KPU tidak lolos verifikasi. Lalu PBB mengajukan sengketa ke Bawaslu, dan diputus PBB memenuhi syarat dan memerintahkan kepada KPU untuk menetapkan PBB sebagai peserta pemilu tahun 2019. KPU lalu menggelar Pleno dan menetapkan PBB sebagai peserta pemilu dengan nomor urut 19.

Namun berbeda dengan PKPI, Bawaslu memutuskan menolak permohonan PKPI karena dinilai PKPI gagal memenuhi persyaratan jumlah keanggotaan dan kepengurusan pada 73 kabupaten dan kota yang tersebar di empat provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Papua.

Permohonan ditolak Bawaslu, lantas PKPI mengajukan gugatan ke PTUN DKI Jakarta. PTUN mengabulkan gugatan PKPI pada sidang yang dibacakan tanggal 11 April 2018. Atas dasar Putusan PTUN ini, KPU akhirnya menetapkan PKPI menjadi peserta Pemilu tahun 2019 dengan nomor urut 20. Sehingga total peserta Pemilu tahun 2019 sejumlah 20 (dua puluh) Parpol yang terdiri atas 16 (enam belas) Parpol nasional dan 4 (empat) Partai lokal aceh.

Mencermati praktek Pemilu di tahun 2014 sebelumnya, tiga hari setelah Parpol ditetapkan KPU sebagai peserta pemilu, Parpol langsung melaksanakan kampanye untuk memperkenalkan dan mempengaruhi pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan kegiatan Parpol agar memilihnya saat pemungutan suara.

Namun, hal serupa tidak dapat dilakukan Parpol untuk pelaksanaan Pemilu tahun 2019. Terdapat perbedaan jangka waktu setelah Parpol ditetapkan dan waktu yang diperbolehkan untuk Parpol melaksanakan kampanye. Jedah waktu yang cukup lama sejak Parpol ditetapkan sebagai peserta Pemilu dengan waktu pelaksanaan kampanye. Dalam pelaksanaan Pemilu 2014, tiga hari setelah ditetapkan KPU Parpol langsung melaksanakan kampanye. Berbeda dengan pelaksanaan Pemilu tahun 2019, Parpol melangsungkan kampanye setelah 7 bulan sejak ditetapkan yakni pada tanggal 23 September 2018 sampai dengan 13 April 2019.

Urain lebih lanjut, dapat di download dalam file PDF berikut ini :

[sdm_download id=”695″ fancy=”0″]
[sdm_download_counter id=”695″]

APK, ada foto Kepala Daerah

249 Views

Pertanyaan :
Bagaimana ketentuan hukum dalam pemasangan foto atau gambar Kepala Daerah yang merupakan Pengurus Partai Politik dalam media Alat Peraga Kampanye (APK) yang difasilitasi produksinya oleh Komisi Pemilihan Umum dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 ?

Jawaban :
Dalam pelaksanaan Pemilu terdapat diantara tahapan, yakni kampanye Pemilu. Dalam masa kampanye, peserta Pemilu memiliki hak untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan/atau program agar pemilih tersebut mempergunakan haknya dengan memilih yang bersangkutan di bilik tempat pemungutan suara.

Kampanye peserta Pemilu dapat dilakukan dengan metode pemasangan APK pada masa kampanye pada tanggal 23 September 2018 sampai dengan 13 April 2019. Jenis APK dapat berbentuk baliho, spanduk, dan umbul-umbul.

Baliho dan spanduk dapat saja memuat foto atau gambar Kepala Daerah berdasarkan angka 8 huruf b Keputusan KPU Nomor : 1096/PL.01.5-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang Petunjuk Teknis Fasilitasi Metode Kampanye Dalam Pemilu Tahun 2019 tanggal 10 September 2018, yang pada intinya menyebutkan, “desain dan materi pada APK dapat memuat : foto tokoh yang melekat pada citra diri Pasangan Calon, dan/atau foto Pengurus Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.”

Baliho dan spanduk dimaksud, baik yang diproduksi pencetakannya oleh KPU dengan menggunakan desain dan materi APK dari masing-masing Partai Politik, atau yang diproduksi-dicetak sendiri oleh Partai Politik yang dapat dikategorikan sebagai APK tambahan.

Larangan Pejabat Negara
Terdapat ketentuan yang mengharuskan Pejabat Negara termasuk dalalm hal ini adalah Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk tidak membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu, sebagaimana ketentuan Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sebagai berikut:

“Pejabat Negara, Pejabat Struktural, dan Pejabat Fungsional dalam jabatan negeri, serta Kepala Desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu selama masa Kampanye.”

Disatu sisi Kepala Daerah adalah Pengurus Partai Politik yang memiliki hak politik melakukan kampanye Pemilu, dalam bahasan ini menggunakan metode pemasangan APK yang materi dan desainnya memuat foto diri Kepala Daerah dimaksud. Sementara disisi lain, Pejabat Negara dalam hal ini Kepala Daerah baik Gubernur, Bupati, dan Walikota dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan peserta Pemilu. Bentuk pemasangan APK dimaksud, merupakan kegiatan yang menguntungkan citra diri peserta Pemilu yang dikampanyekannya. Dan, secara tekstual agumentasi tersebut memiliki landasan masing-masing, ada yang berlandaskan pada Keputusan KPU dan ada yang berlandaskan pada UU Pemilu.

Dalam ilmu hukum, menjawab konflik pertentangan norma seperti ini, digunakan teori pertentangan norma sebagai solusi. Terdapat asas lex superior derogat legi inferior, artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Konkritnya dalam bahasan ini, UU Pemilu mengesampingkan Keputusan KPU, karena dalam hierarki teori norma UU kedudukannya lebih tinggi dari Surat.

Jika landasan argumentasi ini yang digunakan Pengawas Pemilu maka semua APK yang memuat foto Kepala Daerah dapat dikategorikan pelanggaran atas Pasal 282 UU Pemilu, baik yang memuat foto bersama Pengurus Partai Politik atau memuat foto Kepala Daerah berdiri sendiri untuk mengkampanyekan salah satu peserta Pemilu. Lebih melihat kedudukan Kepala Daerah yang melekat secara terus-menerus pada diri yang bersangkutan, tanpa bisa dilepaskan walaupun yang bersangkutan adalah Pengurus Partai Politik. Melalui tindakan aktif Kepala Daerah yang menguntungkan salah satu peserta Pemilu, melalui inisiasi pemasangan APK.

APK Pengurus Parpol
KPU diberi wewenang untuk melaksanakan dan mengatur teknis penyelenggaraan tahapan Pemilu, sementara Bawaslu melakukan pengawasan Pemilu dan menegakkan keadilan Pemilu. Dalam konteks bahasan ini, KPU menetapkan Keputusan KPU Nomor 1096, yang pada pokoknya memberikan landasan pemasangan foto Pengurus Partai Politik dalam APK Pemilu. Penegasan ini tidak melihat lagi status Kepala Daerah, dari Pengurus Partai Politik atau tidak. Diyakini, KPU tentu sudah mengetahui Kepala Daerah saat ini, mayoritas adalah Pengurus Partai Politik. Sehingga membolehkan fotonya dipasang dalam APK, dengan mengesampingkan atau tidak mempertimbangkan bahwa Ia sebagai Pejabat Negara.

Penekanan di sini adalah “Pengurus Partai Politik”, yang diperkenankan KPU untuk dimuat dalam desain dan materi APK Pemilu. Lalu, siapa yang dimaksud dengan Pengurus? Tentu KPU dapat saja memberikan defenisi, dan semua orang juga demikian.

Secara faktual, konteks Pengurus Partai Politik disini hendaknya mengikuti struktur saat dilakukan verifikasi Partai Politik peserta Pemilu oleh KPU di waktu yang lalu. Pengurus yang diverifikasi mewajibkan kehadiran dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara (KSB). Jika salah satunya tidak hadir tanpa alasan, maka Partai Politik yang bersangkutan dapat saja dinyatakan tidak lolos verifikasi dan akan berdampak tidak bisa mengikuti Pemilu tahun 2019.

Atau gabungan Pengurus Partai Politik, yakni memuat gabungan atau kumpulan foto/gambar Pimpinan Pengurus Partai Politik yang bergabung dalam suatu  koalisi politik. Termasuk gabungan foto/gambar Pimpinan Pengurus tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sehingga dari uraian itu, muatan APK dengan foto seorang diri dari Kepala Daerah apalagi tidak menggunakan baju seragam Partai, tidak bisa dianggap mewakili diri Pengurus Partai Politik yang dipimpinnya. Itu lebih menunjukkan citra diri sebagai Pejabat Negara. Namun, jika pemasangan foto dalam APK dengan identitas baju seragam dan memuat minimal personil kepengurusan KSB maka dapat dipahami itu adalah Pengurus Partai Politik yang memiliki hak politik melakukan kampanye dengan metode pemasangan APK.

Demikian pula, dalam suatu APK kampanye Pemilu yang memuat pimpinan gabungan Partai Politik (koalisi) juga dapat dimaknai sebagai sarana penggunaan hak politik yang bersangkutan, dan itu sah dilakukan.

Sekali lagi hal yang berbeda, jika yang ditampilkan dalam APK hanya foto/gambar diri Kepala Daerah tanpa menggunakan baju seragam Partai Politik, dengan “tindakan” mengkampanyekan salah satu peserta Pemilu, maka itu lebih cenderung dimaknai sebagai Pejabat yang mengkampanyekan peserta Pemilu, dan rawan pelanggaran atas ketentuan Pasal 282 UU Pemilu, yakni Pejabat Negara menggunakan tindakan berupa pemasangan APK yang menguntungkan salah satu peserta Pemilu.

Sumber Gambar : regional.kompas.com