ADUH! 2 Medali Emas Sulteng Beralih Menjadi Milik Riau, Setelah Putusan PN Jakarta Pusat 2025

KONI Sulteng
99 Views

JATI CENTRE – Perjuangan KONI Provinsi Riau, untuk mempertahankan atlet renang Riau, Azzahra Permatahani, akhirnya terpenuhi. Setelah melalui beberapa persidangan yang panjang baik di bidang hukum KONI Pusat dan BAORI, akhirnya diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang menyatakan Azzahra, resmi dan murni milik Riau.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 481/Pdt.Sus-Arb/2024/PN Jkt.Pst tanggal 3 Februari 2025. Amar putusannya mengabulkan permohonan pemohon dari KONI Riau. Menyatakan putusan arbitrasi BAORI KONI pusat bertentangan dengan Undang-undang RI.

Menyatakan menolak putusan BAORI, dan atlet Azzahra adalah atlet KONI Provinsi Riau, dan bukan atlet Provinsi Sulteng.

Menyatakan tidak sah perpindahan atlet Azzahra Permatahani dari KONI Riau ke KONI Sulawesi Tengah, dikarenakan putusan BAORI belum didaftarkan ke PN Jakarta Pusat, sesuai dengan pasal 59 UU Nomor 30 tahun 1999.

Putusan PN Jakarta Pusat juga memutuskan bahwa 2 medali emas yang diraih oleh atlet renang Azzahra Permatahani, yang semula milik Sulawesi Tengah, menjadi milik KONI Riau. Kemudian, putusan terakhir yang dikeluarkan yakni menghukum termohon untuk membayar perkara sebesar Rp578.000.

Ketua umum KONI Riau, Iskandar Hoesin, bersyukur keluarnya hasil keputusan PN Jakarta Pusat. Perjuangan yang telah dilalui tim hukum KONI Riau akhirnya membuahkan hasil. Mulai saat menghadiri pertemuan KONI Pusat, bersama KONI Riau dan KONI Sulteng. Hingga pada saat entry by name dan satu hari menjelang pertandingan Cabor renang PON XXI Aceh-Sumut, KONI Pusat tetap berpegangan pada hasil BAORI.

“Alhamdulillah, perjuangan kita untuk mempertahankan Azzahra sebagai atlet renang Riau akhirnya terpenuhi. Setelah tim hukum KONI Riau menggugat hasil putusan BAORI di PN Jakarta Pusat. Hasilnya tidak sia-sia kita menang, dan Azzahra dinyatakan sebagai atlet Riau,” ujar Iskandar Hoesin sebagaimana dikutip dari laman riau.harianhaluan.com pada Rabu 26/3/2025.

“Yang paling kita sukuri, salah satu poin dari putusan PN Jakarta Pusat menyatakan perolehan medali yang diraih oleh Azzahra untuk medali emasnya menjadi milik Riau. Dua emas yang diraih Azzahaa pada PON Aceh-Sumut, sepenuhnya menjadi milik Riau,” tambah Iskandar Hoesin, didampingi Kabid Hukum KONI Riau, Syahrial.

Dijelaskan Iskansar Hoesin, dengan bertambahnya dua medali emas dari Azzahar tersebut, maka torehan medali emas Riau menjadi 23 medali emas dari 21 medali emas pada klasemen akhir PON XXI Aceh-Sumut, tahun 2024 lalu. Bahkan posisi Riau juga naik dari posisi 12, masuk ke posisi 10 besar klasemen PON XXI.

“Tambahan dua medali emas ini tentunya sangat menguntungkan kita, dan posisi kita berada di posisi 10 menggeser Lampung. Emas kita menjadi 23 emas dari 21 medali emas, setelah putusan PN Jakarta Pusat menyatakan medali emas Azzahra menjadi milik Riau. Dengan demikian target kita di 10 besar PON XXI Aceh-Sumut tercapai,” kata Iskandar Hoesin.

“Kita sudah mengajukan ke KONI Pusat untuk perubahan klasemen PON XXI Aceh-Sumut, begitu juga dengan putusan dari PN Jakarta Pusat juga sudah kita kirimkan. Sekarang kita menunggu keputusan dari KONI Pusat terkait dengan perubahan medali emas dan klasemen PON XXI,” tambahnya.

***

Untuk diketahui, pada pelaksanaan PON XXI Aceh-Sumut 2024, terjadi perselisihan antara KONI Riau dan KONI Sulteng, terkait dengan perpindahan atlet renang Riau Azzahra Permatahani ke Sulteng.

Kedua KONI ini sama-sama mendaftarkan Azzahra, namun kerena putusan BAORI KONI Pusat memenangkan Azzahar sebagai atlet Sulteng, KONI Riau pun mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat.

Akhirnya setelah persidangan, PN Jakarata Pusat menyatakan Azzahra sebagai atlet resmi Riau dan membatalkan putusan BAORI, serta perolehan 2 medali yang diraih oleh Azzahra yang sebelumnya milik Sulteng menjadi milik Riau.***

Artikel pernah tayang di riau.harianhaluan.com

Nizar Rahmatu diLaporkan ke Bawaslu Parigi Moutong, Terkait Syarat Pencalonan Pilkada 2024

133 Views

JATI CENTRE – Syarat pencalonan M. Nizar Rahmatu yang juga Ketua KONI Sulteng ini pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Parigi Moutong (Parimo) 2024 kembali dipersoalkan.

Hal itu, ditujukan dengan adanya laporan warga negara dari Kelurahan Kampal, Kecamatan Parigi, Fadli ke Bawaslu Parimo.

Fadli mendatangi kantor Bawaslu Parimo, sekitar 16.00 WITA, Jum’at, 21 Maret 2025 lalu, didampingi sebanyak 10 penasehat hukum yang tergabung dalam Tim Hukum Erwin-Sahid.

“Hari ini, kami mendampingi saudara Fadli melakukan pelaporan di Bawaslu, terkait syarat pencalonan M Nizar Rahmatu,” kata Dr Muslimin Budiman, SH MH sebagai Tim Hukum Erwin-Sahid, saat konfrensi pers di Parigi, Jum’at.

Ia mengatakan, terdapat dua item yang dijadikan laporan ke Bawaslu Parimo, yakni putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 72 K/PID.SUS/2015 dan surat Kejaksaan Negeri Palu Nomor: B3010A/T.6.10.PD.I/12/2024.

Sejak Agustus 2012, kata dia, M Nizar Rahmatu sudah tidak lagi menjalani masa penahanan, karena tidak ada perpanjangan status pengalihan penahanan dari Rumah Tahanan (Rutan) ke tahanan kota.

“Sehingga, statusnya tidak jelas lagi pada 2012. Apakah dia sebagai terpidana, sementara dia dalam proses pengalihan penahanan, yang dalam KUHP perhitungannya seperlima,” ungkapnya.

Kemudian, jika dikaitkan dengan berita acara eksekusi pada 15 Oktober 2019, pada dasarnya M Nizar Rahmatu dinilai belum menjalani masa hukumannya.

Apabila dilihat dari putusan MA, M Nizar Rahmatu menjalani hukuman badan dari 1 Desember 2011 hingga 12 April 2012.

“Yang kemudian, status pengalihan tahanannya mulai dari 12 April 2012 hingga perpanjangan status pengalihan penahanan dari Pengadilan Tinggi pada 12 Oktober 2012,” ujarnya.

Olehnya, dalam rentang waktu dari 2012 hingga turunnya putusan MA pada 2015, status hukum M Nizar Rahmatu tidak jelas.

“Apakah lepas demi hukum atau apa? Karena tidak ada lagi perpanjangan status pengalihan penahanan dari Mahkama Agung (MA),” tukasnya.

Dengan demikian, jika dikaitkan dengan PKPU 8 Tahun 2024 tentang syarat pencalonan kepala daerah, masa jedah M Nizar Rahmatu belum terpenuhi.

“Selain itu, jangan salah menafsirkan masa jedah lima tahun itu. Karena harus clear dulu semuanya selama lima tahu, baru bisa maju. Jadi lima tahun satu bulan, baru kita maju di Pilkada dan harus dihitung sejak pendaftaran pasangan calon,” terangnya.

Senada, Penasehat Hukum, Muh Nuzul Thamrin Lapali menambahkan, berdasarkan putusan MA terhadap status M Nizar Rahmatu, belum mencukupi masa jedah lima tahun. Mana lagi, ada pengalihan penahanan.

Ia menuturkan, baik peraturan perundang-undangan maupun PKPU mempertegas, masa jedah bagi mantan narapidana dihitung setelah yang bersangkutan menjalani keseluruhan sampai dengan tahapan pendaftaran pasangan calon.

“Jadi jangan dihitung dalam masa penelitian administrasi, karena tahapan pencalonan dimulai dari pendaftaran sampai dengan penetapan pasangan calon,” kata dia.

Dengan proses pelaporan ini, harapannya proses demokrasi lebih baik lagi. Selain itu, dari penemuan fakta ini, kesalahan dalam penyelenggaraan Pilkada Parimo tidak lagi terulang.

“Sebaiknya KPU Parimo lebih profesional lagi dalam melakukan penelitian berkas pencalonan. Karena daerah akan mengalami banyak kerugian, jika penyelenggaran Pilkada diulang kembali,” pungkasnya.***

Artikel pernah tayang di: noteza.id

Pertambangan Ilegal  PT AKM Terkesan Dibiarkan, Polda Sulteng Dinilai Gentar Melakukan Penegakan Hukum

142 Views

JATI CENTRE – Pertambangan tanpa izin (Ilegal mining) yang dilakukan PT Adijaya Karya Makmur (AKM) di atas lahan Kontrak Karya (KK) PT Citra Palu Minerals (CPM) di Pegunungan Vatutempa, Kelurahan Poboya, Kota Palu, dinilai sebagai fenomena yang terus berulang di Indonesia.

Pada akhir Tahun 2024 lalu, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng telah merilis temuan perendaman atau produksi ilegal emas yang dilakukan oleh PT AKM.

Dari temuan itu, terdapat nilai keuntungan fantastis yang didapat AKM, termasuk adanya jaringan bisnis yang melibatkan mantan Kapolda Sulteng, Abdul Rakhman Baso.

Keberadaan oknum jenderal ini yang dinilai membuat Polda Sulteng sebagai garda terdepan memberantas mafia pertambangan, tidak bisa berbuat banyak.

“Karena bisa jadi teman makan teman. Ini adalah fenomena pembiaran oleh aparat penegak hukum (APH) terhadap kejahatan di sektor tambang,” ujar Kepala Divisi Kampanye, Yayasan Bumi Hijau Indonesia (YBHI), Hardiansyah, Ahad (09/2/2025) sebagaimana dikutip dari MEDIA ALKHAIRAAT.

Ia menilai, Polri dalam hal ini Polda Sulteng tidak menjalankan fungsinya sebagaimana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian RI.

Kata dia, Polda Sulteng terkesan gentar melakukan penindakan terhadap senior yang diduga kuat masuk sebagai Komisaris Utama PT AKM, berdasarkan akta perubahan terkahir yang dibuat di hadapan Notaris Muhlis Patahna S.H., M.Kn, sebagaimana Akta Nomor 59 tanggal 29 Desember 2023 dan akta Nomor 5 tanggal 10 Oktober 2024.

Padahal, kata dia, jika merujuk Surat Nomor: B-2077/MB.07/DJB.T/2024 oleh Direktur Jendral Mineral dan Batubara Kementerian ESDM RI, tanggal 18 November 2024, pada intinya menyebutkan bahwa kegiatan pengolahan atau pemurnian tidak termasuk kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan jasa pertambangan.

“Dalam hal ini, kegiatan perendaman atau produksi yang dilakukan oleh PT AKM adalah tindakan yang tidak dibolehkan oleh Undang-Undang sebagaimana point 6 surat Dirjen ESDM yang menyebutkan bahwa PT AKM yang merupakan perusahaan jasa pertambangan dilarang melakukan kegiatan pengolahan atau pemurnian,” katanya.

Menurutnya, surat yang ditandatangani oleh Tri Winarno selaku Dirjen Minerba itu bisa menjadi petunjuk kuat yang membenarkan temuan investigasi JATAM Sulteng.

“Terus kenapa Polda tidak melakukan tindakan tegas terhadap Direksi PT AKM? Padahal surat Dirjen itu bisa menjadi bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Direksi PT AKM sebagai tersangka,” tegasnya.

Ia juga menyoroti perilaku tidak etis sejumlah anggota DPRD Kota Palu yang dianggap tidak menyampaikan dukungan kepada Polda Sulteng untuk menindak PT AKM.

“Beberapa media lokal di Kota Palu menyiarkan berita soal kritik terhadap blasting yang dilakukan PT CPM, karena dianggap membahayakan masyarakat Kota Palu. Tapi di sisi lain, para anggota dewan itu lupa atau pura-pura lupa bahwa aktivitas PT AKM menggunakan sianida dan bahan pengurai material emas yang membahayakan masyarakat Kota Palu khususnya masyarakat Tondo,” ujarnya.

Ia meminta semua pihak, termasuk para anggota DPRD untuk mengecek, di mana limbah sianida hasil penguraian emas PT AKM itu dibuang.

“Karena kita tidak melihat saluran pembuangan limbah di sana, yang ada adalah limbah hasil perendaman hanya dibuang begitu saja di tempat bekas perendaman. Hal ini membahayakan air bawa tanah karena hasil produksi PT AKM akan menyerap ke dalam tanah, yang mana diketahui air bawah tanah hampir dipergunakan oleh 50% warga Kota Palu,” katanya.

Ia juga menyatakan bahwa PT AKM adalah perusahaan ilegal berwajah malaikat. Belakangan, kata dia, muncul berbagai macam aksi demonstrasi yang melibatkan warga untuk melawan PT CPM.

Lanjut dia, ketegangan ini mulai didorong oleh pihak-pihak yang memiliki hubungan dengan PT AKM untuk membuat situasi memanas dan seakan ingin melupakan kejahatan yang sedang terus berlangsung di wilayah pegunungan Vatutempa.

“Kita seperti sedang dipertontonkan situasi bangsa bar-bar, siapa yang kuat dia yang benar, hukum diselewengkan dan negara abai terhadap kejahatan ini,” katanya.

Ia mengatakan, jika hal ini terus berlanjut tanpa upaya penindakan oleh APH, maka sudah sepatutnya Kapolda Sulteng dan Direktur Kriminal Khusus dicopot sebagai pelajaran berhukum di bangsa ini.

Sebelumnya, pihak Polda Sulteng sendiri memastikan telah melakukan langkah-langkah penyelidikan dugaan pertambangan ilegal (PETI) di Kelurahan Poboya.

Pihak Polda bahkan menyampaikan bahwa penyelidikan telah berlangsung dengan memanggil sejumlah pihak terkait.

Namun hingga saat ini, penanganan kasus yang dimaksud belum jelas.***

Sumber: MEDIA ALKHAIRAAT.ID

Gubernur Sulteng Janji Aspirasi Untuk Cabut Konsesi PT CPM Disampaikan ke Presiden Prabowo

103 Views

JATI CENTRE – Ratusan massa yang tergabung dalam Front Pemuda Kaili (FPK) Sulawesi Tengah menggeruduk kantor Gubernur pada, Senin 10 Februari 2025.

Dalam orasinya, massa meminta agar Presiden Prabowo Subianto mencabut izin konsesi kontrak karya (KK) PT Citra Palu Mineral (CPM).

Massa FPK Sulteng menganggap, bahwa selama beroperasi PT CPM tidak bisa mensejahterakan masyarakat di sekitar pertambangan.

“Utamanya, blok Palu yang dieksploitasi selamanya. Terlebih rencana CPM dengan mitranya PT Macmahon,” teriak salah satu orator dari mobil komando sebagaimana dikutip dari laman RMOL.ID.

Diketahui, PT Macmahon Mining Service (Macmohan Group) merupakan perusahaan di bidang operasi penambangan yang meliputi kegiatan-kegiatan Pengeboran dan Peledakan (Drill & Blast).

Pemuatan dan Pengangkutan (Load & Haul), Pengelolaan Air Tambang (Mine Water Management) serta Pemeliharaan Alat Berat Tambang (Mine Maintenance).

Ketua FPK Sulteng Erwin Lamporo, mendesak agar suara masyarakat Kaili sebagai masyarakat mayoritas di lokasi konsesi didengar.

“Sehingga bisa selamat dari musibah bencana bila dilakukan peledakan lokasi tambang, dan hanya menerima dampak negatif,” kata Erwin Lamporo.

Massa akhirnya ditemui Gubernur Rusdy Mastura. Gubernur berjanji akan membawa aspirasi masyarakat terkait tambang emas Poboya ke pemerintah pusat.

“Sehari pun sisa jabatan gubernur saya masih memiliki kewajiban pada negara untuk melayani masyarakat. Aspirasi ini akan saya bawa ke bapak menteri ESDM dan bapak presiden (Prabowo Subianto),” tandas Cudy sapaan akrab gubernur.

Massa FPK bersorak sorai, atas respon gubernur untuk aspirasinya yang akan disampaikan ke pihak Menteri ESDM dan Presiden Prabowo Subianto.***

Sumber: RMOL.ID

53 Tambang Nikel Keroyok Morowali, Walhi Sulteng: Bencana Banjir Lumpur Jadi Langganan

124 Views

JATI CENTRE – Aktivitas pertambangan di pegunungan Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) dianggap sebagai biang terjadinya banjir lumpur, yang sejak beberapa tahun belakangan yang rutin melanda wilayah sekitar kawasan industri nikel, terutama di Desa Labota.

Masyarakat sipil meminta pemerintah untuk melakukan moratorium dan evaluasi izin tambang di pegunungan itu.

Berdasarkan analisis spasial Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng, terdapat 53 izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi yang beroperasi di Morowali.

Total luas konsesi tambang nikel ini mencapai 118.139 hektare, terbesar di antaranya milik PT Bintang Delapan Mineral seluas 20.765 hektare. Konsesi-konsesi tambang ini terletak di hampir sepanjang lanskap pegunungan Morowali.

Juru Kampanye Walhi Sulteng, Wandi, mengatakan, menurut laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulteng, sebanyak 200 jiwa di Desa Labota, terdampak langsung banjir dan terpaksa mengungsi ke rumah kerabat.

Selain itu, lima unit indekos dilaporkan terendam, dengan satu unit mengalami kerusakan ringan, hingga saat ini air masih menggenang di beberapa titik desa.

Wandi menilai, bencana ekologis yang terjadi di Desa Labota ini menjadi peringatan bahwa daya tampung dan daya dukung lingkungan tidak lagi seimbang.

Itu dikarenakan eksploitasi sumber daya alam yang membuat pepohonan mulai hilang, dan bukaan tambang yang meluas hingga mengakibatkan resapan air hujan ke dalam tanah berkurang, sehingga dengan mudahnya air cepat mengalir membawa material tanah ke daratan rendah.

Lonjakan peningkatan aktivitas tambang nikel di Morowali, lanjut Wandi, merupakan program dari hilirisasi nikel, yang diprioritaskan oleh pemerintah pusat. Hampir sebagian besar tambang-tambang beroperasi tersebut merupakan pemasok ore nikel di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

“Jika aktivitas pertambangan hanya dilihat sebagai pertumbuhan ekonomi semata oleh pemerintah, maka bencana ekologis ke depan makin parah, dan paparan daya rusaknya makin luas. Masyarakat hanya menjadi korban dari dampak ekstraktif,” kata Wandi, Selasa (31/12/2024) sebagaimana dikutip dari laman betahita.id.

Wandi menguraikan, IMIP merupakan kawasan industri nikel yang memiliki luas sekitar 4 ribu hektare, terletak di Desa Fatuvia dan Desa Labota, Kecamatan Bahodopi.

Di kawasan itu terdapat 52 tenant yang beroperasi dan saling terintegrasi memproduksi empat klaster nikel, yaitu stainless steel, nickel pig iron (NPI), carbon steel, dan mixed hydroxide precipitate (MHP) untuk komponen baterai.

Per 2023, terhitung sudah hampir 10 tahun PT IMIP beroperasi dan terus memberikan dampak yang sangat signifikan bagi masyarakat Desa Fatuvia dan Desa Labota. Akan tetapi, imbuh Wandi, selama ini seperti ada pembiaran yang dilakukan oleh perusahaan.

Atas situasi tersebut, lanjut Wandi, Walhi Sulteng mendesak pemerintah, terutama Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk melakukan langkah konkrit perlindungan lingkungan hidup.

“Pemerintah segera lakukan moratorium dan evaluasi terhadap seluruh aktivitas pertambangan yang beroperasi di wilayah pegunungan Morowali,” harapnya.

Sebab aktivitas tambang di pegunungan itu diduga sebagai faktor utama penyebab terjadinya banjir yang mengorbankan masyarakat. Apalagi Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sangat jelas mengamanatkan tentang pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan.

“Jika ditemukan perusahaan melakukan pelanggaran lingkungan, maka harus diberikan sanksi serius, dan memberikan efek jera untuk memperbaiki tata kelolanya. Berdasarkan tiga poin dalam UU No. 3 Tahun 2021. Pidana, denda dan penjara, pencabutan izin dan sanksi administrasi,” ujar Wandi.

Sumber: betahita.id

Proyek PT BTIIG Morowali, Muhammad Safri: Kenapa Rakyat Harus Jadi Tumbal?

168 Views

JATI CENTRE – Anggota DPRD Sulawesi Tengah, Muhammad Safri mendukung aksi warga desa lingkar tambang di Kabupaten Morowali yang menuntut PT BTIIG menghentikan aktivitas di atas lahan milik PT Logam Jaya Utama.

Sekretaris Komisi III ini, menyebut aksi demonstrasi itu merupakan bagian dari bentuk protes warga terhadap aktivitas PT BTIIG yang dianggap merugikan pemilik lahan yang sah.

“Kami mendukung aksi warga desa lingkar tambang, mendesak PT BTIIG menghentikan aktivitas mereka di lahan sengketa. Mereka tidak boleh seenaknya beroperasi, ini sama saja merugikan pemilik lahan yang sah,” ucapnya kepada awak media, Sabtu (8/2/2025) sebagaimana dikutip dari laman KOMPAS.

Safri menilai aktivitas PT BTIIG yang serampangan adalah bukti bahwa proyek hilirisasi nikel hanya menghadirkan konflik, menambah penderitaan rakyat serta menimbulkan kerusakan lingkungan.

“Tidak ada yang bisa kita banggakan dari proyek hilirisasi nikel ini. Aktivitas PT BTIIG adalah bukti nyata keberadaan mereka hanya menambah penderitaan rakyat. Konflik terus terjadi, lingkungan rusak dan sumber mata pencarian hilang,” bebernya.

Safri menuding pemerintah terlalu berambisi menjadi pemain utama di industri material baterai mobil listrik global. Pemerintah mengobral label Proyek Strategis Nasional (PSN) sehingga menciptakan banyak persoalan di lapangan.

“PSN yang di garap oleh PT BTIIG, alih-alih meningkatkan kesejahteraan yang ada mereka merampas hak-hak masyarakat, pembangunan jetty yang merusak lingkungan. Lantas PSN ini untuk siapa? kenapa rakyat jadi tumbal?” imbuhnya.

Politisi PKB ini pun mendesak proyek BTIIG di Morowali dihentikan karena tidak menguntungkan bagi masyarakat. Safri menyebut proyek tersebut hanya memberikan keuntungan kepada investor asal Tiongkok.

“Keberadaan BTIIG membuat masyarakat di sana saat ini merasakan hidup yang lebih parah. Proyek ini sesungguhnya hanya menguntungkan investor dari Tiongkok dan dinikmati oleh segelintir orang kaya di negeri ini,” tegasnya.

Mantan aktivis PMII mendorong pemerintah segera menghentikan proyek hilirisasi nikel khususnya di Morowali dan Morowali Utara. Pemerintah kata Safri terlalu memanjakan investor namun rakyatnya tetap miskin dan menderita.

“Stop hilirisasi nikel di Morowali dan Morut, ini tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi. Investor dimanja, rakyat tetap miskin dan menderita. Puluhan ribu petani dan nelayan kehilangan mata pencarian,” pungkasnya.

Sumber: KOMPAS.TV

Soal IPR Tambang Buranga, Komisi II DPRD Parimo Panggil DiskopUKM

Ketua Komisi II DPRD Parimo, Muhamad Fadli
89 Views

JATI CENTRE – Polemik soal penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) untuk tambang Buranga Kecamatan Ampibabo, Komisi II DPRD Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Pelaksanan RDP tersebut tak lain menindaklanjuti polemik terbitnya Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas PM-PTSP Sulteng.

Rencananya Komisi II DPRD Parimo akan menghadirikan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (DisKopUKM) dalam RDP tersebut.

“RDP dilaksanakan juga untuk menindaklanjuti surat Pimpinan DPRD yang dilayangkan komisi kami,” ujar Ketua Komisi II DPRD Parimo, Muhamad Fadli, di Parigi, pada Rabu (5/2//2025) lalu, sebagaimana dikutip dari laman HARIAN SULAWESI.

Dalam surat Pimpinan DPRD, kata dia, pihaknya diperintahkan untuk meminta penjelasan terkait surat yang diterbitkan DisKopUKM Parimo.

Kemudian, menindaklanjuti pernyataan DisKopUKM Parimo yang ramai diberitakan oleh media masa, terkait koperasi pemilik IPR di Desa Buranga.

“Saya sudah mendiskusikan dengan teman-teman di Komisi II DPRD, rencananya Senin, 10 Februari 2025 kami akan mengundang DisKopUKM Parimo,” ujarnya.

Selain DisKopUKM, Komisi II DPRD Parimo akan mengundang Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Parimo, serta Bagian Hukum dan Perundang-undangan (Kumdang) Setda Parimo, sebagai mitra kerja.

Ia menekankan, Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Desa Buranga belum masuk dalam Peraturah Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Parimo.

“Ini bukan persoalan revisi, kata revisi ini bukan sebuah kewajiban. Apa yang terjadi sekarang ini, wilayah tersebut tidak masuk dalam Perda,” tukasnya.

Ia berharap, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang akan diundang dapat hadir dalam RDP Komisi II DPRD Parimo.***