Palu. Masa penanganan pidana pemilu pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota harus diselesaikan dalam waktu 5 hari kalender, turut menjadi kendala penindakan pelanggaran pidana pemilihan. Ketentuan masa penanganan ini merujuk pada UU 10/2016 (UU Pilkada). Waktu penanganan pelanggaran itu dirasa singkat, apalagi menggunakan perbandingan waktu penanganan pelanggaran pemilu selama 14 hari kerja yang diatur dalam 7/2017 (UU Pemilu).
Demikian Koordinator Gakkumdu RI, Ratna Dewi Pettalolo sampaikan di salah satu hotel kota Palu, dalam kegiatan Evaluasi Gakkumdu Pemilu 2019 pada Senin (19/8). “Perbedaan masa penanganan ini berakar pada payung hukum pelaksanaan Pemilu tahun 2019 yang berbeda dengan payung hukum pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota,” terang Ratna Dewi.
Kendala lain yang berpotensi menjadi hambatan pelaksanaan Gubernur, Bupati dan Walikota, menurut anggota Bawaslu ini, soal status kelembagaan Bawaslu Kab/Kota yang diatur dalam UU Pemilu telah bersifat permanen, tapi dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dengan rujukan UU 10/2016 kelembagaan pengawas pemilu di tingkatan Kab/Kota bernama Panwaslu yang bersifat ad hoc. Bawaslu Kab/Kota saat ini dibentuk sesuai dan untuk melakukan kewenangan pengawas pemilu sesuai dengan UU Pemilu.
“Perlu ada langkah cepat meminta fatwa Mahkamah Agung yang pada pokoknya kelembagaan Panwaslu Kab/Kota yang disebutkan dalam UU 10/2016 disamakan dengan kelembagaan Bawaslu sebagaimana disebutkan dengan UU 7/2017 tentang Pemilu,” terang Ratna Dewi.
Selain itu, menurut Dosen Universitas Tadulako Palu ini juga menganggap perlu ada inisiasi ke pembentuk undang-undang baik ke Presiden maupun ke DPR dalam rangka perubahan materi muatan UU 10/2016. “Agar kelembagaan dan kewenangan Pengawas Pemilu dalam Pilkada, tidak jauh berbeda dengan kelembagaan dan kewenangan Pengawas Pemilu saat ini sebagaimana diatur dalam UU Pemilu,” terang Ratna Dewi.
Foto: Arih Muti’ah (Bawaslu Sulteng)