Potensi Pajak Perkebunan Sawit Sulteng, Belum Tergali?

417 Views

Palu-Jati Centre. Penerimaan negara atas pajak perkebunan sawit di Sulawesi Tengah (Sulteng) dalam hasil riset Transformasi untuk Keadilan (TUK Indonesia), pada tahun 2019 sebesar Rp. 32 milyar yang berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan (7,5 %) dan Pajak Pertambahan Nilai (92 %) dari tutupan lahan sawit seluas 75.225 hektar.

Besaran perolehan pajak perkebunan sawit lebih tinggi dalam catatan Dinas Perkebunan Sulawesi Tengah diperoleh pada tahun 2020 sejumlah 311 milyar dari tutupan lahan sawit seluas 137.605 hektar.

Peneliti TUK Indonesia Linda Rosalina, mengkritisi realisasi penerimaan pajak perkebunan sawit di Sulteng yang masih terbilang rendah, jika dibandingkan dengan potensi penerimaan pajak perkebunan sawit.

“Potensi penerimaan pajak, dari 608.987 hektar izin perkebunan sawit yang dikelola 51 perusahan dalam wilayah Sulteng,” ujar Linda saat memaparkan hasil riset Potensi Pajak Sektor Perkebunan Sawit Sulawesi Tengah,  di Palu pada Selasa (21/12/2021).

Menurut Linda, riset yang dikerjakannya sejak Juni-September 2020 lalu telah melakukan analisa data, mulai dari tutupan sawit, status tanaman sawit, penentuan produktivitas tandan buah sawit dan perhitungan pajak sawit.

“Pemungutan pajak yang tidak optimal dari perkebunan sawit menyebabkan kehilangan penerimaan negara,” sebut Linda.

Butuh kerja ekstra menggali potensi pajak, perangkat daerah dan instansi vertikal berwenang harus menindaklanjuti informasi potensi pajak perkebunan sawit yang belum terkelola maksimal.

Lebih lanjut Ketua Pusat Studi Agraria IPB Bayu Eka Yulian, memberikan analisis tentang potensi pajak dapat dihitung dengan mendapatkan data Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perusahaan (IUP) yang telah ditetapkan pada lokasi wilayah daerah setempat.

“Potensi pajak perkebunan sawit dapat dihitung berdasarkan pemegang HGU dan IUP,” sebut Bayu.

Untuk diketahui di Sulteng terdapat sejumlah 19 HGU perkebunan sawit, dan 40 perusahaan pemegang IUP perkebunan sawit.

Hal lain ikut dibahas Bayu, penentuan potensi perkebunan sawit disebabkan masalah ketersediaan data, ketertutupan informasi, dan ego sektoral perangkat daerah teknis pelaksana.

Sistem administrasi pajak perkebunan sawit maupun lemahnya sistem informasi menjadi penyebab turunnya kepatuhan wajib pajak. Guna mengoptimalkan pajak perkebunan sawit, perlu kerjasama pertukaran data perizinan antara dinas dan instansi terkait di daerah.

Optimalisasi penerimaan pajak perlu didorong agar masuk dalam agenda perencanaan dan target daerah untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) perlu mengirimkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) kepada pemegang izin perkebunan yang belum terdaftar sebagai wajib pajak.

Pelaksana Yunus Sading-Untad (depan-kedua dari kanan) menyerahkan Piagam kepada Penanggap ORI Sulteng

Selanjutnya Akademisi Universitas Tadulako Ahlis Djirimu, menyoroti indikator pencapaian visi dan misi Gubernur Sulteng terutama indeks kualitas lingkungan hidup tahun 2021 sejumlah 77,53 persen.

“Pada tahun 2026 yang merupakan tahun akhir RPJMD ditargetkan indeks kualitas lingkungan hidup sejumlah 80,23 persen,” sebut Ketua Tim Penyusun RPJMD Sulteng ini.

Lebih lanjut menurut Ahlis, ketergantungan daerah terhadap dana transfer pusat sangat tinggi untuk membiayai pembangunan daerah. Peningkatan realisasi pajak akan menopang peningkatan nilai dana transfer pusat.

Pungutan pajak hingga daerah memperoleh dana transfer, dapat digunakan untuk peningkatan pembangunan daerah, terutama penanggulangan kemiskinan daerah yang menjadi prioritas program Gubernur Sulteng. (RSL).