Oleh : Randy Atma R Massi,S.H.,M.H (Akademisi IAIN Palu)
Pertengkaran serta perdebatan yang ada di Indonesia saat ini pada dasarnya disebabkan oleh kelompok-kelompok yang saling menyombongkan kebenarannya masing-masing. Jangan sombong dengan kebenaranm karena Alhaqqu Min robika, kebenaran itu hanya dari Allah SWT dan kita hanya berposisi menafsirkannya. Orang tidak butuh kebenaranmu, orang hanya butuh kasih sayangmu dan keseimbangan hidup bersama.,”
Seseorang dari mempunyai hal yang kecil seperti sepeda, kemudian punya motor, mulai muncul kesombongannya. Dari punya motor selanjutnya mempunya mobil, bertambah lagi kesombongannya, sehingga orang-orang seperi ini sebenarnya terancam oleh kelemahan jiwa. Setiap naik potensi dirinya, naik dan berkembang aksesnya maka akan beresiko menjadi potensi kesombongan karena sifat sombong ini membutuhkan wadah yaitu jiwa manusia yang lemah. Jika telah mendapatkan akses maka jelas akan meningkat lagi menjadi sifat keangkuhan, tidak menghargai orang lain, menyalahkan orang lain, menganggap rendah orang lain, hanya mendengar siapa diatasnya tanpa melihat orang dibawahnya hingga yang parah mengenyampingkan norma-norma hukum untuk menyelamatkan kepentingan diri dan jabatannya, nampak berintegritas namun telah menggadaikan harga dirinya dengan menyembunyikan kebenaran hati Nurani pada rakyat dan keadilan.
وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْرٍ {18}
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)
Singkatnya adalah makin kita kaya, makin terancam untuk hancur oleh kesombongan. Tidak hanya sebatas itu, makin Pintar juga berpotensi makin sombong, sebagaimana Iblis terkutuk bukan karena ia menyekutukan Allah SWT Namun karena sifat sombong dan angkuh merasa paling benar.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لأَدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الكَافِرِينَ {34}
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur (sombong) dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir“ (QS. Al Baqarah:34)
Qotadah berkata tentang ayat ini, “Iblis hasad kepada Adam ‘alaihis salaam dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada Adam. Iblis mengatakan, “Saya diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari tanah”. Kesombongan inilah dosa yang pertama kali terjadi. Iblis sombong dengan tidak mau sujud kepada Adam” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/114, cet al Maktabah at Tauqifiyah)
Dalam dimensi kesombonganpun dikenal dengan bebera jenis kesombongan, ada yang dinamakan kesombongan Feodal, dimana kesombongan ini digunakan untuk menyebut kesombongan pada orang kaya, ada pula kesombongan Kuasa yaitu kesombongan bagi orang yang memiliki Kuasa, harta, jabatan semakin naik volume kekuasaannya makin sombong dan makin tidak mengetahui bagaimana berdiri sejajar dengan Orang lain. Sehingga kekuasaan menciptakan kesombongan, kekayaan menciptakan kesombongan.
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
“Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).
Kepandaian juga sangat berbahaya untuk memunculkan kesombongan. Dalam Bahasa Populer kesombonga itu dikenal dengan dengan keangkuhan intelektual tetapi yang lebih berbahaya lagi adalah menjadi orang sholeh, orang alim, karena hal itu juga sangat dan dapat menimbulkan ujian kesombongan denga volume yang amat besar.
Bahwa suatu hari seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya?” Beliau menjawab: “Para nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian yang sesudah mereka secara berurutan berdasarkan tingkat kesalehannya. Seseorang akan diberikan ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cobaan baginya. Seorang mukmin akan tetap diberi cobaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikit pun” (HR Bukhari).
Kenyataan yang kita lihat tidak sedikit orang-orang yang beragama dengan tekun salah satu hasilnya adalah dia sombong atas orang lain. Diam-diam selalu merasa lebih hebat dari orang lain, lebih masuk surga dari orang lain, lebih diteria Alllah SWT amalan kebaikannya dari orang lain.
Sungguh, ajaran yang paling dahsyat keindahannya adalah ajaran mengenai Tawadhu, ajaran mengenai kerendahan hati. Jika melihat dan memperhatikan bagaimana orang-orang yang sholat dan beribadah itu adalah Latihan untuk mencampakkan diri, bukan untuk mengunggul dan menegakkan diri. Kita cammpakkan diri kita di hadapan Allah SWT, kita bersujud tersungkur-sungkur agak kita siap berlaku berlendah hati kepada siapa pun.
Dizaman saat ini sangat nyata terlihat bukan hanya orang kaya, bukan hanya orang kuasa, bukan hanya orang pintar namun orang Alim juga sombong yang dikatakan oleh merupakan kesombongan kealiman.
Namun dari penjabaran semua itu bukan lah sebuah pelarangan kemudian kita tidak boleh menjadi Alim agar kita tidak sombong, atau tidak boleh menjadi kaya agar tidak sombong bukan demikian. Olehnya kaya lah tapi tidak usah sombong, kuasalah dengan jabatan anda namun tetap rendah hati, pandailah karena itu menjadi jalan menjadi arif dan menjadi alim, serta solehlah agar kita mampu merendahkan diri kita dibawah orang lain yang paling rendahpun, dikampung-kampung yang kumuh, rendahlah walaupun berhadapan dengan bawahan, serta merasa rendahlah kita walau pada tempat-tempat yang kita lewati dengan kaki kita[1].
[1] Terinspirasi dari nasehat KH.Muhammad Ainun Nadjib (Cak Nun)