JATI CENTRE — Perjuangan hukum Moh. Sugianto M. Adjadar (akrab dipanggil Gogo) akhirnya mencapai titik akhir. Mahkamah Agung melalui putusan kasasi bernomor 238 K/TUN/2025, resmi menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh KPU Banggai.
Lembaga penyelenggara pemilu di tingkat kabupaten itu dinyatakan kalah untuk ketiga kalinya secara beruntun dalam proses peradilan yang berlangsung sejak 2024 lalu.
Dalam amar putusannya tertanggal Jumat, 23 Mei 2025, Mahkamah Agung menyatakan bahwa KPU Banggai terbukti melanggar prosedur hukum administrasi ketika menerbitkan Keputusan Nomor 23 Tahun 2024 yang memberikan sanksi kepada Sugianto Adjadar sebagai anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Batui.
Sugianto dianggap tidak terbukti melakukan pelanggaran etik atau administratif sebagaimana dituduhkan.
Gugatan Dimenangkan di Tiga Tingkat Peradilan
Sengketa ini bermula dari keputusan KPU Banggai tertanggal 16 April 2024 yang mencopot Sugianto dari jabatannya sebagai anggota PPK Batui. Pencopotan tersebut berdasar pada keterangan Sugianto saat menjadi saksi di Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Banggai.
Namun, menurut tim hukum Sugianto dari Jati Centre, tindakan KPU tersebut cacat hukum karena tidak melalui proses klarifikasi yang semestinya dan langsung menjatuhkan sanksi tanpa memberikan ruang pembelaan.
Sugianto pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palu. Dalam putusan pada 9 Oktober 2024, PTUN Palu mengabulkan seluruh gugatan dan memerintahkan KPU Banggai untuk mencabut keputusan tersebut.
KPU kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar, namun kembali kalah. Putusan PTTUN pada 12 Desember 2024 memperkuat keputusan PTUN Palu.
Tak berhenti di situ, KPU Banggai mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, upaya hukum tertinggi itu pun berakhir dengan kekalahan ketiga.
MA menilai bahwa semua pertimbangan pengadilan tingkat pertama dan banding sudah sesuai hukum dan tidak ada kesalahan dalam penerapan aturan.
Putusan MA: Pelanggaran Asas Pemerintahan yang Baik
Mahkamah Agung secara tegas menyebutkan bahwa keputusan KPU Banggai telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, khususnya asas kecermatan.
Serta bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Pasal 107 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2020.
Hakim MA menilai bahwa KPU Banggai tidak memberikan kesempatan yang layak kepada Sugianto untuk menyampaikan pembelaan sebelum sanksi dijatuhkan. Tindakan ini dinilai bertentangan dengan prinsip due process of law dan asas perlindungan hak-hak individu dalam administrasi publik.
Selain itu, Mahkamah juga menekankan bahwa Sugianto tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu sebagaimana diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017.
Kesaksian yang ia sampaikan di Bawaslu dianggap tidak dapat dijadikan dasar untuk menjatuhkan sanksi administratif.
Jati Centre Apresiasi Putusan MA
Pihak kuasa hukum Sugianto dari Jati Centre menyambut gembira keputusan ini. Dalam keterangan tertulisnya, Ruslan Husen menyatakan bahwa keputusan Mahkamah Agung adalah bukti bahwa lembaga peradilan berpihak pada keadilan dan prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih.
“Kemenangan ini bukan hanya kemenangan bagi klien kami, tetapi juga bagi seluruh warga yang memperjuangkan haknya secara konstitusional. Proses panjang ini menunjukkan bahwa lembaga penyelenggara pemilu tidak bisa bertindak semena-mena, apalagi terhadap penyelenggara di level bawah,” kata Ruslan.
Ia juga menambahkan bahwa keputusan ini menjadi preseden penting KPU, terutama dalam hal tata kelola sanksi dan evaluasi terhadap penyelenggara pemilu tingkat kecamatan dan desa.
KPU Banggai Diminta Evaluasi Total
Putusan ini memberi pukulan telak bagi KPU Kabupaten Banggai. Selain dinyatakan kalah di tiga tingkat peradilan, lembaga tersebut juga diwajibkan membayar biaya perkara kasasi sebesar Rp500.000.
Lebih dari itu, integritas kelembagaan mereka dipertanyakan publik karena melakukan tindakan administratif yang terbukti melanggar hukum.
Publik pun menyerukan agar KPU Banggai melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur pemberian sanksi dan mekanisme pengambilan keputusan internal.
Banyak pihak menilai, jika saja KPU mengikuti prosedur yang benar dan memberi ruang klarifikasi kepada pihak yang bersangkutan, konflik ini tidak perlu terjadi dan menguras waktu, tenaga, serta anggaran negara.
Dengan keluarnya putusan Mahkamah Agung ini, maka tidak ada lagi upaya hukum yang bisa ditempuh oleh KPU Banggai. Putusan ini bersifat final dan mengikat.***