Pelanggaran Penggantian Pejabat, Rekomendasi Bawaslu: Petahana Dinyatakan TMS

472 Views

Palu-Jati Centre. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulwesi Tengah mengatakan, Bawaslu Kabupaten Banggai dan Bawaslu Kabupaten Morowali Utara telah memberikan rekomendasi kepada KPU setempat terkait hasil penanganan pelanggaran administrasi dalam pemilihan kepala daerah tahun 2020.

Ketua Bawaslu Sulteng, Ruslan Husen menegaskan, Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada menegaskan, kepala daerah dalam kontestasi Pilkada dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon, sampai dengan berakhirnya masa jabatan.

“Para kepala daerah dalam pilkada 2020 tidak boleh melakukan rotasi, promosi atau demosi, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri, atau ada keadaan kekosongan jabatan,” kata Ruslan Husen, Selasa (11/8/2020).

Dia mengatakan, rekomendasi Bawaslu sebelum penetapan pasangan calon agar petahana yang melakukan pelanggaran penggantian pejabat sebagaimana dimaksud Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada, ketika mendaftar di KPU untuk statusnya dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai pasangan calon kepala daerah.

Ketentuan tersebut kata Ruslan Husen, merujuk pasal 89 ayat (1) dan (3) PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan sebagai telah diubah terakhir kali dengan PKPU Nomor 1 Tahun 2020, bahwa bakal calon selaku petahana dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan.

“Ketika petahana melanggar, sejatinya dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai pasangan calon melalui penetapan KPU,” jelasnya.

Menurutnya, sudah menjadi tugas KPU memvalidasi bakal pasangan calon khususnya petahana untuk menindaklanjuti setiap rekomendasi Bawaslu serta masukan dan tanggapan tertulis dari masyarakat.

“Ruang untuk validasi sebelum pengumuman daftar pasangan calon, dengan menggunakan rekomendasi Bawaslu serta masukan dan tanggapan dari masyarakat,” ujarnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, selain rekomendasi kepada KPU, melalui mekanisme penanganan pelanggaran administrasi sebagaimana disebutkan di atas, Bawaslu setempat juga melakukan serangkaian proses penanganan pelanggaran hukum lainnya dengan memberikan rekomendasi ke Gubernur.

Terhadap rekomendasi pelanggaran hukum lainnya dari Bawaslu Kabupaten Morowali Utara, Gubernur Sulawesi Tengah telah menindaklanjuti dengan memerintahkan pejabat yang bersangkutan agar pejabat yang telah dilantik untuk dikembalikan ke posisi semula.

Kemudian, penanganan pelanggaran pidana Pilkada 2020 yang dibahas bersama di Sentra Gakkumdu yang beranggotakan Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan Kabupaten. Akibat penggantian pejabat, guna mengurai keterpenuhan unsur pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 UU Pilkada.

Namun, hasil pembahasan kedua di Sentra Gakkumdu Banggai, dan hasil pembahasan ketiga di Sentra Gakkumdu Morowali Utara, pelanggaran pidana pemilihan urung ditindaklanjuti ke tahap berikutnya karena adanya perbedaan pemahaman antar masing-masing unsur penegak hukum pidana pemilihan tersebut.

Atas dugaan pelanggaran tersebut kata Ruslan Husen, penggantian pejabat yang ditangani Bawaslu memiliki tiga aspek jenis pelanggaran, yang masing-masing pelanggaran berdiri sendiri dan tidak terpengaruh dengan aspek lain.

“Artinya, walaupun pelanggaran pidana terhenti di meja Sentra Gakkumdu, tidak mempengaruhi rekomendasi pelanggaran administrasi pemilihan ke KPU, dan rekomendasi pelanggaran hukum lainnya ke Gubernur,” kata Ruslan.

Wakil Bupati Morowali Terima Kunjungan LSIP

344 Views

Morowali-Jati Centre.  Wakil Bupati Morowali Dr. H. Najamudin, S. Ag, S. Pd. M.Pd menerima kunjungan Lembaga Studi dan Informasi Pendidikan (LSIP). Bertempat di ruangan kerja Wakil Bupati Morowali, pada Senin, 10 /8/2020.

Najamudin menyambut rombongan dengan sangat antusias. Dirinya sangat senang dengan kedatangan LSIP dan agenda kerjasama yang sudah terbangun.

Di samping itu dalam agenda silaturahim tersebut,  Wakil Bupati menjelaskan visi misi beliau dalam membangun Morowali. Baik dari sektor pendidikan, kemajuan Sumber daya Manusia (SDM) dan sektor budaya, khususnya budaya Islami.

“Alhamdulillah beberapa bulan kemarin sebelum covid-19 kami sempat melaksanakan festival budaya Islami antar kecamatan berupa perlombaan maulid, jepeng, dan lain-lain.  Ke depan sudah kami anggarkan untuk membuat festival budaya Islam antar kabupaten,” ujar Wabup.

Sementara itu direktur LSIP,  Bambang Rinaldi juga menyampaikan terima kasih atas diterimanya lembaga LSIP dalam agenda silaturahim, dan respon positif kerja sama dengan Pemerintah Daerah.

“Saya sangat berterima kasih atas diterimanya kunjungan silaturahim ini,  semoga bisa bersinergi dan sama-sama mendorong program dari Pemerintah Daerah Morowali”,  ujar Bambang Rinaldi.

Menanggapi hal tersebut,  Wabup sangat gembira jika LSIP bisa sama-sama membantu dan mendorong kemajuan program kegiatan Pemerintah Morowali dan berbagai aspek.

Program Deradikalisasi Tidak Berarti, Bila Keadilan Timpang

338 Views

PaluJati Centre. Upaya program deradikalisasi tidak akan berarti apa-apa dalam suasana keadilan yang timpang, jadi salah satu variabel yang melahirkan radikalisme itu ketidakadilan. Kalau ada ketidakadilan, radikalisme itu akan muncul. Dia akan bertemu spirit agama yakni spirit Jihad, sebagai motivasi awal ketidakadilan.

Demikian pendapat Humas Forum Umat Islam (FUI) Sulteng, Ari Fahry dalam diskusi keilmuan dengan tema, “Bayang-bayang Radikalisme di Tengah Pandemi Keberagaman” dilaksanakan Lembaga Studi dan Informasi Pendidikan (LSIP) bertempat di Kantor LSIP, Kota Palu, Sabtu (4/7).

Dia mengatakan, radikalisme tidak bisa lewat penetrasi ideologi, bantuan usaha, lapangan kerja kalau ada ketidakadilan yang timpang.

“Maka bereskan dulu ketidakadilan dalam masyarakat, maka radikalisme tersebut akan hilang,” paparnya.

Ia menyebutkan, menyoal radikalisme kerap bersisian dengan pembahasan terorisme. Baiknya melihat definisi radikal, untuk memberikan batasan dan gambaran lengkap tentang radikalisme.

Namun kata dia, UU Tindak Pidana Terorisme sendiri sebenarnya tidak memberikan definisi jelas tentang radikalisme. Maka dari itulah Menkopolhukam Mahfud MD memberikan batasan tentang  definisi radikalisme, mengacu pada UU Terorisme, bahwa definisi radikalisme adalah tindakan melawan hukum untuk mengubah sistim. Bukan secara gradual melainkan secara radikal dengan cara kekerasan.

“Terminalogi radikal cenderung bersifat sangat politis ketika diucapkan penguasa,” ujarnya.

Ia mengatakan, Umat Islam merupakan korban telak dari narasi radikalisme di Indonesia. Label  teroris, radikal, kerap juga digunakan secara tidak adil. Padahal aksi-aksi serupa juga dilakukan kelompok-kelompok di luar Islam.

Untuk itu kata dia, perlu mendudukkan narasi radikalisme ini pada tempat yang netral, agar umat Islam tidak selalu menjadi yang tertuduh soal radikalisme.

“Memutus mata rantai radikalisme perlu dilakukan dengan tegas jujur dan berkeadilan,” imbuhnya.

Ari mengakui, bahwa dalam tubuh umat Islam masih kerap terdapat sikap saling curiga, maka perlu digalakkan diskusi lintas ormas dan gerakan untuk saling mengenal.

Moderasi antar ormas ini dapat diambil alih oleh Majelis Ulama Indonesia, sebagai wadah berhimpun seluruh Ormas.

“Maka dengan begitu juga harus terbuka. Dia tidak boleh eksklusif membatasi anggotanya hanya berputar pada satu dua ormas saja. Lembaga tersebut harus benar-benar representative dari lembaga-lembaga Islam yang ada di Indonesia,” imbuhnya lagi.

Umat Islam dapat memberikan energi yang besar pada bangsa ini. Bila tidak berputar pada hal-hal yang remeh temeh. Kaum muslimin bisa memikirkan hal-hal strategis dalam pemberdayaan umat. Kita punya potensi dana zakat luar biasa bila dikelola dengan baik.

Sementara Direktur LSIP 2009-2012, Ruslan Husen, dalam paparannya mengatakan, radikalisme ada di setiap agama dan kelompok yang melintasi batas-batas negara.

“Problemnya ketika radikalisme selalu disematkan pada pihak atau kelompok Islam saja, padahal radikalisme ada di dalam umat non Islam juga,” kata Ketua Bawaslu Sulteng tersebut.

Ia mengatakan, bahwa tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara sejatinya menerapkan prinsip negara Islam. Tapi tafsiran Negara Islam yang disebut patut itu, yang mana. Ini masih menjadi perdebatan, apakah zaman Khalifah, atau kepemimpinan sesudahnya.

“Dari sisi historisnya terdapat praktiknya berbeda yang disesuaikan dengan lokalitas wilayah masing-masing negara,” ujarnya.

Ia menyebutkan, penerapan prinsip dan nilai ajaran Islam serta pengakuan keberagaman dalam kehidupan bernegara, disesuaikan dengan konteks lokal dan wilayah.

Itulah kemudian kata dia, nilai kearifan dan toleransi menganulir, mengakomodir keberagaman tersebut yang dituangkan dalam peraturan hukum dasar. Konstitusi mengakomodir hal tersebut, dari sisi hakiki aslinya maka lahir negara Indonesia.

Jika ada yang tidak disetujui, silahkan menempuh cara konstitusional dalam bentuk pengujian peraturan undang-undang atau peraturan teknisnya.

“Terhadap hukum dasar konstitusi, silahkan rebut kekuasaan eksekutif, legislatif lewat cara-cara konstitusional untuk merubah peraturan, lewat cara yang sah melalui kontestasi pemilihan umum.

Sebab otoritas untuk melakukan perubahan terhadap aturan yang menjadi pegangan dalam bernegara dengan cara legal, dilakukan pihak eksekutif dan legislatif,” katanya.

Sementara Ketua ICMI Muda Sulteng Itho Murtadha, mengatakan, ada tiga hal besar yang melingkup umat Islam sekarang, yakni pertama problem Islam di hadapan modernisme (sains dan teknologi), Islam nampak tak ada aktif dengan kemajuan teknologi.

Kemudian kedua kata dia, Relasi Islam dengan negara dan dan relasi Islam dengan penganut agama lain. (Multikulturalisme) dan ketiga Islam sebagai basis pembebasan sosial.

Dia mengatakan, pasca orde baru kehadiran kelompok-kelompok radikal merupakan konsekuensi logis dari terbukanya kran demokrasi.

Beberapa faktor yang mendorong lahirnya radikalisme berbasis agama, tekstualisme, agama tak mendapat pemaknaan ruang sosial, agama adalah masa lampau.

Sebagai akibat dari bergelanyutnya cara pandang tekstualis, itu juga membentuk atas hidup. Hidup di dunia dimaknai sebagai kesia-siaan belaka.

Selanjutnya identifikasi musuh, selama ini yang diidentifikasi sebagai musuh adalah penganut agama di luar Islam.

Mimpi negara Islam, sebagian besar gerakan muncul sebagai sebuah ikhtiar untuk memperjuangkan berdirinya negara Islam atau pemerintah Islam. Baik itu dalam skala negara/teritori tertentu ataupun Internasional.

Sumber: diolah dari media.alkhairaat.id/ (Ikram)

Direktur LSIP Menikah Di Masa Pandemi Covid-19

618 Views

Jati Centre. Direktur Lembaga Studi dan Informasi Pendidikan (LSIP) Bambang Rinaldi melepas masa lajang dengan menikahi wanita pujaan hatinya Ayu Purnama Sari, di Dolo Kabupaten Sigi pada Ahad (22/6/2020).

Bertempat di kediaman mempelai wanita Kotarindau Dolo Kabupaten Sigi, keduanya melangsungkan akad nikah dengan penerangan protokol kesehatan pencegahan covid-19 berupa pembatasan tamu undangan, memakai masker dan mencuci tangan.

[…]

Ruslan: Pelanggaran Netralitas ASN Terus Terjadi, Sanksi Belum Menimbulkan Efek Jera

283 Views

Palu, Ketua Bawaslu Sulteng Ruslan Husen menyebut Pelanggaran netralitas ASN dari oknum pegawai ASN masih terus terjadi, seolah tidak terselesaikan secara tuntas. Hal tersebut disampaikan dalam sambutan Webinar ASN Di Pusaran Kontestasi Pilkada, Selasa (9/6) yang merupakan kerja sama Bawaslu Sulteng dengan Fakultas Hukum Universitas Tadulako.

Ruslan menuturkan sudah banyak rekomendasi sanksi, baik sanksi moral dan sanksi disiplin dari Komisi ASN maupun sanksi dari dewan etik Pemerintah Daerah setempat kepada mereka yang melanggar, nyatanya belum menimbulkan efek jera penghukuman.

“Lebih parah lagi, di beberapa kesempatan surat sanksi itu malah digunakan oleh oknum pejabat ASN untuk mendapatkan promosi jabatan. Ini terjadi saat calon petahana berhasil memenangkan kontestasi untuk periode kedua. Sanksi akibat tidak netral pada posisi itu mereka jadikan bukti untuk menunjukkan loyalitas kepada atasan sehingga sanksi akibat tidak netral tadi ternyata tidak tidak memiliki efek jera. Sehingga cenderung pelanggaran ini berulang sepanjang kontestasi pemilihan,” ujarnya.

Sebagai gambaran, data yang dipublish Bawaslu Republik Indonesia pada awal Juni 2020 terlihat total jumlah pelanggaran pemilihan yang terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah tertinggi Se-Indonesia, dengan rincian 73 temuan dan 6 laporan. Hal ini menujukkan temuan Bawaslu Sulteng dan jajarannya lebih banyak dari pada laporan masyarakat. Khususnya untuk pelanggaran ASN, total ada 31 kasus yang terpenuhi unsur pelanggaran dan telah direkomendasikan ke Komisi ASN untuk ditindaklanjuti.

Atas rekomendasi tersebut, Alumni Magister Hukum Untad ini menyampaikan terima kasih karena sudah ada 10 kasus yang diterima tindaklanjutnya oleh Komisi ASN berupa tembusan rekomendasi sanksi. Namun masih ada 21 kasus yang belum diketahui status tindaklanjutnya.

“Walaupun yang kami lihat ada perbedaan muatan rekomendasi KASN dari sebelumnya dengan yang sekarang. Sekarang lebih tegas dan terukur. Kami sangat terbantu sekali untuk proses pemantauannya dengan bentuk rekomendasi sanksi Komisi ASN saat ini,” ujarnya.

Pencegahan maupun penindakan pelanggaran netralitas ASN ini bukan hanya menjadi tanggung jawab dari Bawaslu saja. disana ada kewenangan Komisi ASN, kemudian ada Menpan-RB, BKN, Kemendagri dan Ombudsman. Sehingga kelembagaan yang memiliki kewenangan ini sinergi dalam pencegahan dan penindakan pelanggaran,” tutupnya mengakhiri pengantar diskusi kegiatan tersebut.

Hadir sebagai Narasumber Ketua Bawaslu Abhan dengan judul materi Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Netralitas ASN. Ketua KASN Agus Pramusinto dengan judul materi Tindak Lanjut Rekomendasi atas Pelanggaran Netralitas, Norma Dasar, Kode Etik, dan Kode Perilaku ASN, dan Akademisi Univeristas Tadulako Rahmat Bakri dengan judul materi Urgensi ASN Sebagai Pelayanan Publik.

Sumber: www.sulteng.bawaslu.go.id

Kendala Penindakan Pidana Pilkada

281 Views

Palu. Masa penanganan pidana pemilu pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota harus diselesaikan dalam waktu 5 hari kalender, turut menjadi kendala penindakan pelanggaran pidana pemilihan. Ketentuan masa penanganan ini merujuk pada UU 10/2016 (UU Pilkada). Waktu penanganan pelanggaran itu dirasa singkat, apalagi menggunakan perbandingan waktu penanganan pelanggaran pemilu selama 14 hari kerja yang diatur dalam 7/2017 (UU Pemilu).

Demikian Koordinator Gakkumdu RI, Ratna Dewi Pettalolo sampaikan di salah satu hotel kota Palu, dalam kegiatan Evaluasi Gakkumdu Pemilu 2019 pada Senin (19/8). “Perbedaan masa penanganan ini berakar pada payung hukum pelaksanaan Pemilu tahun 2019 yang berbeda dengan payung hukum pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota,” terang Ratna Dewi.

Kendala lain yang berpotensi menjadi hambatan pelaksanaan Gubernur, Bupati dan Walikota, menurut anggota Bawaslu ini, soal status kelembagaan Bawaslu Kab/Kota yang diatur dalam UU Pemilu telah bersifat permanen, tapi dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dengan rujukan UU 10/2016 kelembagaan pengawas pemilu di tingkatan Kab/Kota bernama Panwaslu yang bersifat ad hoc. Bawaslu Kab/Kota saat ini dibentuk sesuai dan untuk melakukan kewenangan pengawas pemilu sesuai dengan UU Pemilu.

“Perlu ada langkah cepat meminta fatwa Mahkamah Agung yang pada pokoknya kelembagaan Panwaslu Kab/Kota yang disebutkan dalam UU 10/2016 disamakan dengan kelembagaan Bawaslu sebagaimana disebutkan dengan UU 7/2017 tentang Pemilu,” terang Ratna Dewi.

Selain itu, menurut Dosen Universitas Tadulako Palu ini juga menganggap perlu ada inisiasi ke pembentuk undang-undang baik ke Presiden maupun ke DPR dalam rangka perubahan materi muatan UU 10/2016. “Agar kelembagaan dan kewenangan Pengawas Pemilu dalam Pilkada, tidak jauh berbeda dengan kelembagaan dan kewenangan Pengawas Pemilu saat ini sebagaimana diatur dalam UU Pemilu,” terang Ratna Dewi.

Foto: Arih Muti’ah (Bawaslu Sulteng)