UJIAN HIDUP
Oleh: Ruslan Husen
Kisah ini menjadi catatan hidup. Jika tidak dituliskan, rasanya “sayang”. Entah baik atau buruh penilaian pembaca, silahkan. Bahkan siapa saja dapat menemukan pengalaman serupa bahkan terlibat sebagai pelaku.
Catatan kehidupan yang memuat nilai dan hikmah, sehingga pengalaman suatu saat menjadi guru besar kehidupan. Bukan untuk mengulangi kesalahan, tetapi mengambil hikmah dalam bahtera pengalaman menuju keadaan lebih baik, dengan berani bersikap dan bertindak demi kebaikan bagi manusia dan alam.
Peristiwa ini terjadi, ketika ada kewajiban akademik turun ke daerah berdasarkan penentuan lokasi dari panitia pelaksana di kampus. Kuliah Kerja Nyata (KKN), namanya. Bagi mahasiswa, ada mendapat penempatan di daerah kelahiran, ada di tempatkan jauh dari kampung halaman, serta ada mendapat penempatan di lingkungan kampus sendiri.
Penugasan dalam KKN tersebut, saya dipercaya sebagai koordinator kecamatan. Jabatan yang terbilang tinggi, namanya saja “koordinator”. Sebagai koordinator, tugasnya mengkoordinasi kegiatan posko di desa, dan memberikan informasi dan kebijakan kampus ke masing-masing posko di desa.
Atas penugasan sebagai koordinator, saya memiliki kesempatan mengenal lebih dekat kehidupan sosial masyarakat, satu desa ke desa yang lain. Lewat tugas berkunjung dan berdiskusi ke masing-masing posko.
Terekam kehidupan sosial dan budaya masyarakat dengan ciri khas unik, berbeda dengan kehidupan masyarakat lainnya. Tapi satu yang sama, semuanya memiliki sikap ramah dan komitmen solidaritas yang tinggi.
***
Kehidupan masyarakat di ibu kota kecamatan tersebut sudah mulai maju, dengan banyak pertokoan/ruko yang dibangun, serta aktivitas perdagangan dan jasa yang mulai tumbuh. Di samping aktivitas pelayanan publik pemerintahan yang tidak pernah berhenti. Namun, di beberapa desanya masih mulai membangun dengan corak penghasilan masyarakat kebanyakan bergerak di bidang agraris, serta belum tersedia fasilitas listrik ke rumah penduduk. Tetapi desa yang bersangkutan, sering mendapat bantuan pembangunan sebagai desa terpencil dari pemerintah, dan ini menjadi keuntungan masyarakatnya.
Paling menarik, sisi kehidupan sosial masyarakatnya. Bukan bermaksud mengeneralkan, tetapi menjadi gambaran masyarakat yang memiliki kecenderungan dan pola hidup. Pola hidup yang menjadi ciri khas kehidupan sosialnya. Di sana tergambar kebiasaan bergaul, gaya berpakaian, logat bicara, dan solidaritas kelompok.
***
Kaum muda sebagai generasi penerus peradaban, diharapkan memiliki konsep gemilang dalam pembangunan. Menjadi sandaran dan harapan bagi ruang dan waktu. Olehnya, kaum muda harus memiliki keinginan besar untuk mengembangkan potensi kemanusiaan yang dimilikinya yaitu potensi intelektual, emosional, dan spiritual. Potensi itu bisa diraih dengan belajar sejak dini dalam berbagai kesempatan dan waktu.
Tetapi untuk golongan tertentu dalam kecamatan tersebut, kaum mudanya justru belum memiliki visi dan cita-cita masa depan, yang dapat dilihat dari aktivitas seharian. Yang ada, hanya hayalan dan angan-angan tanpa diimbangi dengan aktivitas produktif dalam pencapaian itu. Ditambah lagi faktor kapasitas profesional dan sikap etos kerja yang kurang (malas) dalam berusaha.
Mereka ini pada umumnya hidup dalam komunitas tertentu, yang di dalamnya ada semacam pimpinan yang memiliki kemampuan ekonomi, kekuatan fisik atau ilmu tertentu. Pimpinan itu akan menjadi orang yang dituakan dengan orientasi teman-temannya adalah pada dirinya. Hampir semua aktivitas akan memiliki dukungan dari teman-teman sekitarnya. Bahkan kesalahan darinya bisa mendapat pembenaran dari teman dan lingkungannya.
Suasana pergaulan dalam komunitas ini bersifat bebas, tidak memiliki ikatan kuat terhadap norma susila, adat dan agama kecuali norma hukum. Persoalan susila, adat dan agama mereka langgar yang lama-kelamaan memperoleh legalitas dalam kelompok dan lingkungannya, bahkan merembet kepada masyarakat lain. Mereka terikat oleh norma hukum, sebab hukum memiliki institusi terhadap orang yang melanggarnya. Sementara norma lain, mereka langgar tetapi tidak memiliki sanksi yang konkrit.
Yang terbaik di antara mereka adalah yang mampu menyenangkan teman-teman, dari sisi pemenuhan kebutuhan ekonomi misalnya dermawan dari sisi pembagian makanan dan rokok. Sehingga temannya itu akan merasa terpenuhi kebutuhan olehnya. Serta mampu berinteraksi dengan baik dengan masyarakat sekitar. Tidak menimbulkan keresahan dan menyusahkan orang lain, tidak menutup diri dan bergaul (bermasyarakat). Juga yang mampu memiliki pacar dengan segala pemenuhannya. Walhasil kegiatan berdua-duaan di tempat gelap atau dalam kamar tertutup sudah menjadi hal yang biasa, bahkan perkara aborsi sudah menjadi resiko yang harus diselesaikan dengan menggugurkan kandungan. Perkara kerja sama dan pengertian di antara mereka itu yang ditumbuhkan, demi kesenangan sejenak.
Perilaku seks bebas menjadi trend dan ciri yang rasa-rasanya menjadi rahasia umum. Sementara orang tua seakan menutup mata akan hal itu, dengan memberikan kepercayaan untuk berbuat kepada anaknya.
Mereka juga memiliki pandangan bahwa model masyarakat seperti merekalah yang terbaik dengan kesan meremehkan masyarakat yang taat pada norma agama, adat dan susila. Sehingga semacam ada pemisah antara mereka dengan masyarakat kelompok lainnya.
Semua itu lahir akibat dari pengaruh media massa yang menembus batas ruang dan waktu. Dari media massa, generasi muda pada khususnya meniru gaya hidup para bintang (selebritis). Dari media massa mereka mendapat informasi tentang cara bergaul, bersikap, berpakaian sampai logat bicara.
Mereka ini pada dasarnya hanya mencari kesenangan, yang pada hakekatnya bersifat sementara dengan penyesalan panjang. Peradaban yang baik tidak dapat terlahir dari model pergaulan seperti itu, tetapi hanya akan menyeret kepada kehancuran diri, keluarga dan lingkungan.
***
Keterlibatan saya dalam komunitas seperti itu, sungguh sangat mengerikan. Mengerikan karena bisa menyeret ke dalam kelompok mereka dan bergelut dengan segala kebiasaannya. Di sanalah idealitas dan komitmen diri mendapat ujian. Kalau sebelumnya mendapat teori dan bergelut dengan orang yang memiliki keyakinan dan pandangan sama, tetapi dalam wilayah ini tidak demikian, semua akan dipertaruhkan dengan memunculkan satu pemenang, apakah tetap idealis dan komitmen atau malah terseret dalam pergaulan dan masuk dalam kelompok baru itu.
Tetapi saya bersyukur masa kerja akademik kami di wilayah semacam itu hanya berlangsung selama dua bulan. Selanjutnya kembali lagi dalam komunitas. Tetapi yang terjadi, kemampuan yang saya miliki dahulu dari sisi intelektual dan spiritual sangat berkurang, apalagi di banding dengan teman-teman yang lain.
Kalau dahulu saya suka menulis artikel dan cerpen, sekarang membaca saja susah. Belum lagi ritual agama yang jauh dari harapan. Perubahan sikap itu menimbulkan komentar dengan mengatakan, saya memiliki sifat yang baru dan lain dari sifat sebelum turun dalam melaksanakan kewajiban KKN di daerah tersebut.
Apakah pembaca memiliki komentar yang demikian juga, setelah melihat sikapku? Silahkan Anda nilai sendiri. Tetapi dengan adanya tulisan ini, gairah untuk lebih baik kembali ditancapkan, sebagai awal untuk meningkatkan kecerdasan intelektual dan spiritual yang sempat tercecer.
KKN Di Kecamatan Tinombo
Sabtu, 04 Oktober 2006.