Nizar Rahmatu diLaporkan ke Bawaslu Parigi Moutong, Terkait Syarat Pencalonan Pilkada 2024

133 Views

JATI CENTRE – Syarat pencalonan M. Nizar Rahmatu yang juga Ketua KONI Sulteng ini pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Parigi Moutong (Parimo) 2024 kembali dipersoalkan.

Hal itu, ditujukan dengan adanya laporan warga negara dari Kelurahan Kampal, Kecamatan Parigi, Fadli ke Bawaslu Parimo.

Fadli mendatangi kantor Bawaslu Parimo, sekitar 16.00 WITA, Jum’at, 21 Maret 2025 lalu, didampingi sebanyak 10 penasehat hukum yang tergabung dalam Tim Hukum Erwin-Sahid.

“Hari ini, kami mendampingi saudara Fadli melakukan pelaporan di Bawaslu, terkait syarat pencalonan M Nizar Rahmatu,” kata Dr Muslimin Budiman, SH MH sebagai Tim Hukum Erwin-Sahid, saat konfrensi pers di Parigi, Jum’at.

Ia mengatakan, terdapat dua item yang dijadikan laporan ke Bawaslu Parimo, yakni putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 72 K/PID.SUS/2015 dan surat Kejaksaan Negeri Palu Nomor: B3010A/T.6.10.PD.I/12/2024.

Sejak Agustus 2012, kata dia, M Nizar Rahmatu sudah tidak lagi menjalani masa penahanan, karena tidak ada perpanjangan status pengalihan penahanan dari Rumah Tahanan (Rutan) ke tahanan kota.

“Sehingga, statusnya tidak jelas lagi pada 2012. Apakah dia sebagai terpidana, sementara dia dalam proses pengalihan penahanan, yang dalam KUHP perhitungannya seperlima,” ungkapnya.

Kemudian, jika dikaitkan dengan berita acara eksekusi pada 15 Oktober 2019, pada dasarnya M Nizar Rahmatu dinilai belum menjalani masa hukumannya.

Apabila dilihat dari putusan MA, M Nizar Rahmatu menjalani hukuman badan dari 1 Desember 2011 hingga 12 April 2012.

“Yang kemudian, status pengalihan tahanannya mulai dari 12 April 2012 hingga perpanjangan status pengalihan penahanan dari Pengadilan Tinggi pada 12 Oktober 2012,” ujarnya.

Olehnya, dalam rentang waktu dari 2012 hingga turunnya putusan MA pada 2015, status hukum M Nizar Rahmatu tidak jelas.

“Apakah lepas demi hukum atau apa? Karena tidak ada lagi perpanjangan status pengalihan penahanan dari Mahkama Agung (MA),” tukasnya.

Dengan demikian, jika dikaitkan dengan PKPU 8 Tahun 2024 tentang syarat pencalonan kepala daerah, masa jedah M Nizar Rahmatu belum terpenuhi.

“Selain itu, jangan salah menafsirkan masa jedah lima tahun itu. Karena harus clear dulu semuanya selama lima tahu, baru bisa maju. Jadi lima tahun satu bulan, baru kita maju di Pilkada dan harus dihitung sejak pendaftaran pasangan calon,” terangnya.

Senada, Penasehat Hukum, Muh Nuzul Thamrin Lapali menambahkan, berdasarkan putusan MA terhadap status M Nizar Rahmatu, belum mencukupi masa jedah lima tahun. Mana lagi, ada pengalihan penahanan.

Ia menuturkan, baik peraturan perundang-undangan maupun PKPU mempertegas, masa jedah bagi mantan narapidana dihitung setelah yang bersangkutan menjalani keseluruhan sampai dengan tahapan pendaftaran pasangan calon.

“Jadi jangan dihitung dalam masa penelitian administrasi, karena tahapan pencalonan dimulai dari pendaftaran sampai dengan penetapan pasangan calon,” kata dia.

Dengan proses pelaporan ini, harapannya proses demokrasi lebih baik lagi. Selain itu, dari penemuan fakta ini, kesalahan dalam penyelenggaraan Pilkada Parimo tidak lagi terulang.

“Sebaiknya KPU Parimo lebih profesional lagi dalam melakukan penelitian berkas pencalonan. Karena daerah akan mengalami banyak kerugian, jika penyelenggaran Pilkada diulang kembali,” pungkasnya.***

Artikel pernah tayang di: noteza.id

Menyoal Berkas Terpidana Korupsi Nizar Rahmatu pada Pilkada Parimo 2024, Harusnya TMS?

Nizar Rahmatu
137 Views

JATI CENTRE – Bekas terpidana kasus korupsi dengan terdakwa Nizar Rahmatu, yang ikut mencalonkan diri sebagai Bupati Parigi Moutong (Parimo) periode 2025-2029 menjadi polemik.

Beberapa kalangan menyoal dan berpendapat bahwa berkas Nizar Rahmatu itu, tidak memenuhi syarat menjadi peserta Pilkada 2024. Pasalnya, Nizar diduga mengelak jalani kurungan badan serta tidak membayar uang denda dan pengganti kepada negara.

Nizar Rahmatu yang juga Ketua KONI Sulteng, telah resmi mendaftar sebagai bakal calon bupati, berpasangan dengan Ardi Kadir.

Diketahui, pasangan Nizar Rahmatu-Ardi Kadir mendaftar sebagai bakal calon bupati dan wakil bupati ke KPU Parimo pada Rabu (28/8/2024) lalu. Pasangan itu mendaftar setelah mendapatkan dukungan dari PKB, PAN, Hanura dan PKS.

Nizar Rahmatu pernah menjadi terdakwa pada kasus dugaan korupsi P2WP Kelurahan Lere tahun 2010. Kala itu, Nizar menjadi Fasiliator kelurahan (Faskel) Program Pengembangan Wilayah Perdesaan (P2WP) Kelurahan Lere.

Nizar ditahan di Rutan Klas IIA Palu, lalu dialihkan menjadi tahanan kota atas permintaannya dengan alasan sakit.

Dalam sebuah berita acara pekaksanaan pengadilan pada Kejaksaan Negeri Palu, menerangkan bahwa berdasar Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Palu (Nomor: Print: 2545/P.2.10/Fu.3/09/2019 bertanggal 17 September 2019) telah melaksanakan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Mahkamah Agung RI (nomor: 72.K/PID.SUS/2015 tanggal 21 September 2015) atas nama terpidana M Nizar Rahmatu S.Sos.

Putusan MA Nomor 72 K/PID.SUS/2015 tahun 2015, merupakan putusan tingkat kasasi tertanggal 21 September dengan amar putusan tolak (Menolak permohonan kasasi dari terdakwa Nizar Rahmatu, dan harus menjebloskan Nizar ke rumah tahanan Klas II A Palu untuk menjalani pidana penjara selama 1 tahun), dan, denda sebesar 50 juta rupiah, (dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Kemudian, Nizar Rahmatu diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 12 juta rupiah, subsidair kurungan selama 2 bulan.

Secara resmi, pihak Kejaksaan Negeri Palu juga membeberkan bahwa jaksa baru melakukan eksekusi terhadap terpidana Nizar Rahmatu tertanggal 6 Januari tahun 2020.

Tidak Menjalani Kurungan Badan ?

Selentingan kabar beredar bahwa Nizar Rahmatu tidak pernah menjalani kurungan badan atas 1 tahun vonis mendera dirinya, dengan berbagai cara dan alasan.

Nizar juga disebut tidak pernah membayar membayar uang denda dan pengganti, yang sama nilainya dengan pidana kurungan 5 bulan lamanya.

Tak ayal, informasi tersebut menghadirkan keraguan atas pencalonan Nizar Rahmatu pada Pilkada Parimo, dalam kaitannya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 56/PUU-XVII/2019.

Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019 terkait napi koruptor di UU Pilkada memang telah menimbulkan perbedaan penafsiran hukum. Perbedaan penafsiran tersebut terkait penentuan ancaman pidana di kalangan masyarakat, khususnya terhadap para bekas napi koruptor maju sebagai calon kepala daerah pada Pilkada 2024.

Hakim konstitusi dalam Putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 dengan tegas menyatakan bahwa pemilih memiliki hak untuk secara kritis menilai calon yang akan mereka pilih, baik yang memiliki kekurangan maupun kelebihan, untuk diketahui oleh masyarakat umum.

Beberapa kalangan meragukan keabsahan dan kepatuhan Nizar Rahmatu dalam keiukutsertaannya pada Pilkada Parimo 2024.

Atas ketidakpatuhan Nizar Rahmatu dalam menjalani hukuman atas vonis dan putusan itu, seharusnya masuk kategori calon yang tidak memenuhi syarat dalam kaitan jeda 5 tahun bagi bekas narapidana dalam helatan Pilkada 2024.

Laporan Masyarakat

BAKAL calon Bupati Parimo Nizar Rahmatu dipersoalkan oleh warga. Nizar dianggap tidak memenuhi syarat berkaitan dengan masa jeda kasus korupsi mendera dirinya.

Formulir tanggapan masyarakat terhadap pencalonan bupati dan wakil bupati parimo dibuat oleh salah satu warga bernama Zulkarnain (35), diketahui berdomisili di Kampal.

Zulkarnain menyerahkan tanggapan di KPU Parimo, pada Rabu (18/9). Dalam surat tanggapannya, Zulkarnain menyatakan Nizar Rahmatu diduga Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena belum memenuhi ketentuan Pasal 14 ayat (2) huruf (f) Peraturan KPU (PKPU). Keberatan tersebut juga melampirkan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dari Kejari palu.

Zulkarnain berpendapat Nizar tidak memenuhi syarat ikut kontestasi Pilkada Parimo 2024 karena dinilai belum mencukupi masa jeda 5 tahun sesuai Pasal 17 PKPU No 8 tahun 2024, karena pernah menjadi terpidana kasus korupsi yang diancam lebih dari lima tahun penjara.

Alasan itu dibuktikan dengan adanya surat yang beredar di publik, yang mana surat tersebut berkop Kejari Palu tentang Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan tertanggal 15 Oktober 2019.

Pada surat, ia menilai bahwa KPU Parimo dalam melakukan penelitian berkas terhadap bakal calon Bupati berstatus mantan terpidana hanya menggunakan surat dari rumah tahanan/lembaga yang terkait dengan hukum dan hak asasi manusia tanpa memverifikasi secara faktual pada rumah tahanan dan berkoordinasi dengan pihak kejaksaan yang berkepentingan terkait urusan eksekusi bagi terpidana.

Ia berpandangan, bukti berita acara pelaksanaan putusan pengadilan oleh Kejari Palu dalam melaksanakan putusan Mahkamah Agung, Nizar Rahmatu belum memenuhi syarat sebagaimana pasal 17 PKPU Nomor 8 Tahun 2024.

“Yang bersangkutan sesuai salinan putusan Mahkamah Agung menerangkan terdakwa dilakukan penahanan (badan) dan penahanan kota (baca putusan MA Halaman 1), sebagian telah dijalani, ada yang belum dijalani.

Dalam berita acara penahanan tersebut dikatakan, ada surat perintah untuk memasukkan kedalam rumah tahanan yang juga ditandatangani oleh Kepala Rutan Klas II A Palu, tertanggal 15 Oktober 2019, artinya sampai pada waktu penetapan Tanggal 22 September oleh KPU Parimo, Nizar belum masuk kategori selesai masa jeda 5 tahun setelah mantan terpidana menjalani pidana penjara,” ungkapnya

Bahkan dalam tanggapannya, berdasarkan keterangan yang diperolehnya dari sumber berkompeten dan terpercaya, yakni pihak Kejari Palu.

“Artinya ada tambahan pidana kurungan karena tidak membayar denda dan uang pengganti,” jelasnya.

KPU Parimo harusnya melakukan verifikasi langsung pada kejari Palu. Hanya Kejari Palu pihak paling kompeten pada hal penuntutan dan eksekusi, serta menerangkan status hukum seseorang.

“Dalam menghitung masa jeda mantan terpidana, harus cermat dan meneliti juga ke lembaga-lembaga terkait. Sehingga jangan sampai ada ketidaksesuaian dengan lembaga lain,” katanya.

Sementara itu, Nizar Rahmatu enggan memberi tanggapan terhadap hal mengarah ke dirinya tersebut. Nizar yang juga Ketua KONI Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) tersebut memilih bungkam dan melakukan blokir aplikasi whatsapp atas konfirmasi dilakukan wartawan.

Ketua KPU Parimo, Ariyana Borahim menyatakan tidak berkomentar (no comment) terhadap informasi tentang Nizar Rahmatu yang telah beredar luas tersebut.***

Artikel ini pernah tayang di media: koranindigo.com