Torehan “Hakim” Pemilu

267 Views

TOREHAN “HAKIM” PEMILU
Oleh : Ruslan Husen, SH., MH.


Sejarah emas peradaban tidak bisa dipisahkan dari manusia pilihan yang pernah hidup dan mengelolanya. Telah banyak lembaran sejarah gemilang tertorehkan, terdapat sosok manusia pilihan yang berani tampil membangun peradaban umat manusia, kendati menghadapi tantangan, cacian dan ancaman berat-yang kadang harus dibayar dengan nyawa sekalipun.

Dijuluki Mekkah al-Mukarramah, artinya kota yang dimuliakan, kota yang dirahmati-Nya serta kota tujuan umat Islam menunaikan ibadah haji. Di kota inilah, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mendirikan Baitullah (Ka’bah) yang lokasinya saat ini berada di dalam Masjidil Haram. Bangunan Ka’bah tersebut dijadikan patokan arah Kiblat untuk ibadah shalat bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia.

Namun, di dalam kota yang dijuluki al-Mukarramah sekalipun, ternyata tetap saja ada kejahatan manusia terjadi. Kasus penipuan, pemerasan, pencurian dan pelecehan seksual juga pernah (untuk tidak menyebut sering) terjadi, misalnya yang pernah dialami oleh jamaah haji Indonesia. Penyebutan Mekkah al-Mukarramah bukan berarti di kota ini tidak pernah terjadi kejahatan. Penyebutan itu, lebih pada penghormatan dan pemuliaan, sebab di kota ini pernah hidup Nabi dan Rasul yang menyebarkan agama Islam sebagai ajaran rahmatan lil’alamin yang menentang ketidak-adilan dan kezaliman manusia pada zamannya.

Penyebutan mulia suatu wilayah, juga ditentukan oleh tokoh kharismatik yang pernah mendiami dan melakukan aktivitas pencerahan sosial di dalamnya. Kemajuan dan kehancuran peradaban umat manusia sangat ditentukan oleh tokoh kharismatik penggeraknya. Tokoh inilah yang menentukan berkah dan bercahayanya suatu peradaban, yang mampu menggerakkan masyarakat lain bergerak bersama ke arah yang lebih baik yang menjadi cita-cita bersama.

Berkaca dari tinjauan di atas guna diambil hikmah dan pelajaran, Penulis ingin menghubungkan dengan peran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai lembaga pengawas Pemilu yang diharapkan turut berkontribusi melahirkan pemimpin-pemimpin yang berintegritas dan amanah, atau malah Bawaslu sebagai bagian dari penyelenggara pemilu yang gagal melaksanakan fungsi pengawas pemilu hingga lahir pemimpin yang tamak-korup dan tidak berintegritas.

Ditetapkannya Anggota Bawaslu (termasuk Panwaslu) mulai tingkat pusat sampai jajaran tingkat Desa/Kelurahan tentu menyimpan cita-harapan besar, agar mereka dapat berkontribusi dalam membangun-merawat demokrasi lewat pengawasan pemilu dan menegakkan keadilan pemilu secara jujur dan adil. Yakni, turut melahirkan pemimpin yang berintegritas dan amanah adalah impian yang ideal, dengan indikator melakukan tugas, kewajiban dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan secara berintegritas dan taat asas.

Kontribusi Bawaslu ini tergantung pada kapasitas dan integritas sumber daya manusia yang disiapkan guna menjalankan amanah dengan baik sesuai hukum yang berlaku. Kiranya kesuksesan pemilu sangat tergantung pada struktur penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU)-Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) termasuk Bawaslu beserta jajarannya. Bisa dibayangkan jika salah satu penyelenggara misalnya pengawas pemilu melakukan boikot, tidak melakukan tugas pengawasan pemilu. KPU melaksanakan tahapan pemilu tanpa pengawasan, pelanggaran tidak yang menangani serta sengketa proses pemilu tidak ada yang mengadili. Pasti akan terjadi kekacauan proses pemilu dan dapat batal pelaksanaan pemilu yang direncanakan.

Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memiliki kewenangan melakukan pengawasan tahapan Pemilu, penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa proses Pemilu. Kewenangan Bawaslu saat ini sangat besar. Berbeda dengan kewenangan Bawaslu sebelumnya, sehingga dipandang lemah dan dipandang sebelah mata. Kini, kewenangan Bawaslu yang kuat telah dalam genggaman berdasarkan UU Pemilu, tinggal menjalankan secara jujur dan adil.

Negara begitu percaya dengan Bawaslu dalam melakukan pengawasan Pemilu, sekaligus menangani pelanggaran Pemilu bahkan dipercaya menyelesaikan sengketa proses Pemilu. Menjadi pengawas Pemilu sekaligus menjadi Hakim Pemilu. Kewenangan seperti ini rasanya belum pernah dimiliki oleh lembaga Pengawas Pemilu dimanapun di dunia. Hanya Bawaslu Indonesia yang memiliki.

Kewenangan menegakkan keadilan Pemilu yang dimiliki Bawaslu malah sangat kuat jika dibandingkan dengan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga anti korupsi seperti KPK. Bandingkan saja, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi. Sementara kontrol persidangan dan penetapan Putusan atas kasus beralih menjadi kewenangan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Namun berbeda dengan kewenangan mengadili atas pelanggaran pemilu yang dimiliki Bawaslu. Bawaslu berwenang untuk mencari, melengkapi bukti dan keterangan dugaan pelanggaran Pemilu untuk selanjutnya menjadikan sebagai temuan pelanggaran (hasil pengawasan aktif). Melaksanakan pleno dan menyampaikan temuan tersebut dalam sidang Majelis Pemeriksa pelanggaran Pemilu serta memberi Putusan setelah melalui rangkaian Adjudikasi penanganan pelanggaran, yang menempatkan Komisioner Bawaslu sebagai Hakim pemilu. Nampak dalam proses tersebut, Bawaslu berperan dari awal berwujud temuan pelanggaran sebagai hasil pengawasan, sampai selesainya proses pelanggaran itu hingga berwujud adanya Putusan Hakim Pemilu.

Bukan hanya itu saja, Bawaslu juga diberi wewenang dalam menindak-lanjuti Laporan dari : WNI yang memiliki hak pilih, Pemantau pemilihan serta Peserta Pemilu. Guna ditindaklanjuti dalam mekanisme penanganan pelanggaran Pemilu yakni memeriksa, mengadili dan memutus kasus berdasarkan laporan. Demikian pula dalam penyelesaian sengketa proses Pemilu, Komisioner Bawaslu mengambil peran sebagai Mediator yang dapat dilanjutkan dengan kewenangan sebagai Hakim Pemilu lewat proses Adjudikasi sampai pada penetapan putusan Majelis Adjudikasi.

Kewenangan Bawaslu yang demikian besar dan kuat, oleh Undang-Undang harus diselesaikan dalam tempo-limit waktu yang sesingkat-singkatnya. Bawaslu dalam penanganan pelanggaran diberi waktu maksimal 14 hari kalender sejak laporan atau temuan di register. Adapun  untuk penyelesaian sengketa proses Pemilu diberi waktu maksimal 12 hari kerja sejak permohonan di register.

Berbeda dengan penyelesaian kasus di lembaga peradilan lainnya, selain tempo-limit waktu yang relatif lebih panjang, juga masih melibatkan unsur lembaga lain dalam penyelesaian. Misalnya dalam penyelesaian kasus Pidana, ada peran Kepolisian melakukan penyidikan dan penyelidikan, Kejaksaan melakukan penuntutan dan Majelis Hakim di Pengadilan dengan kewenangan memeriksa, mengadili dan memutus kasus pidana tadi.

Adanya gambaran di atas, nampak pembeda dari pelaksanaan kewenangan Bawaslu yang menuntut tindakan cepat, tepat dan kapasitas sumber daya manusia dengan balutan taat asas jujur dan adill serta integritas yang tinggi. Intinya negara melalui pembentuk UU begitu percaya pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh Bawaslu dalam melakukan pengawasan Pemilu, sekaligus penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa proses Pemilu, yakni secara teknis bertindak sebagai orang lapangan yang pengawasi tahapan Pemilu, sebagai mediator Pemilu bagi pihak yang bersengketa, dan sebagai hakim Pemilu dalam adjudikasi penanganan pelanggaran atau sengketa proses Pemilu yang harus diselesaikan kendati dibatasi dengan waktu yang sangat singkat.

Jika kewenangan Bawaslu ini dilaksanakan secara amanah, dengan ukuran kesesuaian dengan regulasi, taat asas (jujur dan adil) dan integritas tinggi. Maka sebagai bagian dari penyelenggara Pemilu, Bawaslu yang terlibat dalam pergantian kekuasaan secara demokratis melalui Pemilu kiranya mengimpikan prosesi itu dapat berjalan demokratis, jujur dan adil, serta pemimpin yang dihasilkan adalah individu yang berkualitas dan berintegritas tinggi. Inilah hakikat pengejewantahan menjaga proses dan hasil pemilu sebagai implementasi kedaulatan rakyat.

Hingga pelaksanaan tugas, wewenang dan kewajiban Bawaslu dan penyelenggara Pemilu lain (KPU dan DKPP) akan tercatat dalam tinta emas peradaban, yang senantiasa dikenang dan menjadi inspirasi kemajuan peradaban. Seperti keberadaan Mekkah al-Mukarramah yang sering disebut sebagai kota yang mulia dan dirahmati, berkat torehan sejarah perjuangan para Nabi dalam membangun peradaban umat manusia.


Pernah dimuat dalam Buletin Bawaslu Sulteng, Edisi 03-2017.

Artikel File PDF tersedia di sini.