Pengawasan dan Audit Coklit
PENGAWASAN DAN AUDIT COKLIT
Oleh: Ruslan Husen
Semarak pengawasan penelitian dan pencocokan (coklit) data pemilih untuk pemilu tahun 2019 kembali dilakukan oleh lembaga Pengawas Pemilu. Setelah pada tanggal 20 Januari – 18 Februari 2018 konsen melakukan pengawasan coklit di daerah yang melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah, kini konsentrasi pengawasan diarahkan pada semua daerah yang melaksanakan Pemilu. Gerakan serentak awasi coklit, dengan seragam kaos putih khas Pengawas Pemilu turun ke kelurahan/desa kembali terlihat. Hanya dengan tujuan, memastikan hak konstitusional warga negara terlindungi, sekaligus memastikan keakuratan data pemilih dapat terjamin.
Pentingnya hak konstitusional ini, perancangan Undang-Undang Dasar tidak menginginkan ada warga negara yang terlanggar dan dibatasi hak konstitusinya. Hak konstitusional menurut I Dewa Gede Palguna adalah hak-hak yang dijamin oleh konstitusi atau undang-undang dasar, baik jaminan itu dinyatakan secara tegas maupun tersirat dan seluruh cabang kekuasaan negara wajib menghormatinya.[1] Hak konstitusinal juga menjadi pembatas tindakan pihak lain termasuk negara, dalam mengekang, mengurangi dan membatasi hak konstitusional seseorang.
Jaminan pelaksanaan hak konstitusional warga negara dalam Pemilu, yakni ada pelibatan individu secara langsung untuk menyalurkan hak suaranya dalam bilik suara saat pemungutan suara. Dan, institusi negara dan Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) harus memberikan jaminan, agar hak itu dapat tertunaikan. Termasuk mengawalnya sampai kepemimpinan hasil suksesi Pemilu ditetapkan sebagai pemenang.
Pengawasan Coklit
Pengawasan pada dasarnya untuk mengamati apa yang sungguh-sungguh terjadi (realitas) serta membandingkannya dengan apa yang seharusnya (idealitas). Bila ternyata ditemukan pelanggaran, maka akan segera dikenali untuk dilakukan koreksi dengan memberi catatan rekomendasi tindaklanjut. Melalui rekomendasi ini, maka pelaksanaan kegiatan diharapkan dapat mencapai tujuan maksimal. Salah satu aspek pengawasan, yakni pemeriksaan yang ditujukan untuk menilai apakah pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan yang seharusnya. Dengan demikian penekanannya lebih pada upaya mengenali pelanggaran di dalam pelaksanaan kegiatan itu.
Pemutakhiran data pemilih yang dilakukan oleh Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) sebagai bagian dari pelaksanaan tugas KPU, merupakan upaya melayani hak konstitusional warga negara dalam menggunakan hak pilihnya. Berikutnya, pengawasan pemutakhiran data pemilih yang dilakukan oleh jajaran Pengawas Pemilu guna memastikan pelaksanaan tugas Pantarlih-KPU sudah sesuai dengan koridor, pedoman dan ketentuan yang berlaku. Semua ini dilakukan sebagai upaya menjamin Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang akurat untuk memenuhi pemilu yang demokratis.
Menurut Ramlan Surbakti terdapat tiga parameter yang biasa digunakan untuk menilai DPT memenuhi Pemilu yang demokratis. Pertama, daftar pemilih bersifat komprehensif, yaitu semua warga negara yang berhak memilih terdaftar sebagai pemilih. Kedua, daftar pemilih bersifat mutakhir dalam arti DPT telah disesuaikan dengan perkembangan terkini, yang berhak memilih telah terdaftar sebagai pemilih, dan semua yang terdaftar yang tidak memenuhi syarat misalnya meninggal dunia, pindah domisili atau menjadi warga negara lain telah dikeluarkan dari DPT. Ketiga, daftar pemilih disusun secara akurat dalam artian penulisan identitas dan keterangan lain tentang pemilih dilakukan secara akurat, misalnya ada pemilih penyandang disabilitas.[2]
Pada tanggal 17 April – 17 Mei 2018, kembali dilaksanakan coklit data pemilih untuk pelaksanaan pemilu tahun 2019. Ini dilakukan guna menjamin masyarakat yang memiliki hak pilih agar dapat menyalurkan hak politiknya. Sesuai ketentuan dalam Pasal 4 Peraturan KPU Nomor 11 tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilu, untuk dapat menggunakan hak memilih warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih dengan persyaratan:
- Genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih pada hari pemungutan suara, sudah kawin, atau sudah pernah kawin;
- Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;
- Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
- Berdomisili di wilayah administratif pemilih yang dibuktikan dengan KTP-el;
- Dalam hal pemilih belum mempunyai KTP-el, dapat menggunakan Surat Keterangan yang diterbitkan oleh dinas yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan catatan sipil setempat; dan
- Tidak sedang menjadi anggota TNI, atau Polri.
Tentunya Pantarlih sebagai bagian dari jajaran KPU sudah memiliki standar kerja dalam pelaksanaan tugasnya, mereka sudah dibekali dan diberikan peralatan kerja. Demikian juga dengan jajaran Pengawas Pemilu, khususnya Panwaslu Desa/Kelurahan juga tentu memiliki alat kerja pengawasan, yang digunakan mengukur kinerja, baik yang dilakukan sendiri maupun hasil pengawasan atas kerja-kerja Pantarlih.
Petugas coklit dibentuk/ditunjuk oleh PPS di tingkat kelurahan/desa. Sejak Pemilu tahun 2004 hingga pemilu tahun 2019 petugas coklit dilakukan oleh satu orang petugas pada setiap satu TPS. Dalam bekerja petugas coklit diberikan perlengkapan alat tulis, daftar pemilih per TPS untuk di coklit, form pemilih baru untuk menulis bila ada pemilih baru, surat tanda sudah terdaftar serta rumah pemilih ditempel stiker bila sudah terdaftar. Secara teknis kerja, Pantarlih memperbaiki dan mencoret data pemilih pada dokumen daftar pemilih yang telah diberikan. Dokumen daftar pemilih yang telah di coklit serta lembar form daftar pemilih baru diserahkan kepada PPS untuk kemudian diolah oleh PPS hingga KPU Kabupaten/Kota.
Ketentuan-ketentuan demikian, juga penting diketahui Pengawas Pemilu, agar terbangun sinergi dengan Pantarlih di lapangan. Dalam kerja-kerja pengawas pemilu pada tahapan coklit ini, ingin dipastikan kesalahan dalam elemen data pemilih dapat diminimalisir, misalnya :
- Pemilih yang tidak memenuhi syarat masuk ke dalam daftar pemilih;
- Pemilih yang memenuhi syarat tidak masuk ke dalam daftar pemilih;
- Pemilih belum memiliki e-KTP;
- Pemilih yang data dalam formulir A-KPU bermasalah;
- Pemilih yang dalam formulir A-KPU berada jauh dari TPS; dan
- Pemilih yang belum di coklit.
Arti penting fungsi pengawasan jajaran Bawaslu pada tahap pemutakhiran data pemilih, untuk memastikan bahwa tidak ada satupun warga negara yang memiliki hak pilih yang tidak terdata, demikian pula bisa dipastikan bahwa tidak ada satupun warga negara yang tidak memenuhi syarat memilih yang dicantumkan dalam DPS yang akan menjadi DPT.[3]
Upaya menghasilkan data tersebut, Pengawas Pemilu perlu memahami langkah-langkah strategis pengawasan coklit, mulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pasca pelaksanaan.
Tergambar alur kerja Pantarlih dan Panawas Kelurahan/Desa dengan tugas masing-masing. Pantarlih melaksanakan pemutakhiran data pemilih dengan cara memperbaiki, mencoret dan menambah data pemilih, dan Pengawas melakukan pengawas dan audit coklit. Mereka menjadi ujung tombak KPU dan Bawaslu guna memastikan data pemilih akurat dan minim kesalahan. Dari data inipulah yang dapat menjadi sebab gugatan sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi jika banyak kesalahan.
Selain itu, keterlibatan aktif Partai Politik peserta Pemilu, organisasi kemasyarakatan, NGO dan media massa untuk mengingatkan dan mendorong warga negara yang berhak memilih untuk memastikan nama mereka terdaftar dalam DPT secara akurat dengan cara mengecek dan mengajukan perbaikan.
Audit Coklit
Pengawasan coklit oleh jajaran Pengawas Pemilu khususnya Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kelurahan/Desa tujuan utamanya adalah memastikan seluruh pemilih yang memenuhi syarat terdata dan tercoklit dan masuk ke dalam daftar pemilih, dan memastikan Pentarlih mencoret pemilih yang tidak memenuhi syarat di dalam daftar pemilih.
Inilah yang dinamakan audit coklit untuk memeriksa proses dan hasil coklit termasuk pihak yang mencoklit. Panwaslu ingin memastikan Pantarlih-KPU telah melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan. Tentu diawal masa-masa pelaksanaan coklit belum kelihatan maksimalisasi pelaksanaan tugas Pantarlih. Tetapi menjelang 15 hari terakhir selesainya pencoklitan, maka audit coklit dari Panwaslu Kelurahan/Desa dengan supervisi Panwaslu Kecamatan sudah dapat dilakukan. Sekali lagi ini hendaknya dimaknai dalam rangka menjamin keakuratan data pemilih dan menjamin hak konstitusional warga negara untuk memilih.
Pedoman Panduan Pengawasan Coklit Bawaslu RI, disebutkan audit coklit yang dilakukan Panwaslu merekap data per/TPS dengan ikhtisar sebagai berikut :
- Jumlah rumah yang tidak di coklit;
- Jumlah rumah yang di coklit tapi tidak ditempel stiker dan pemilihnya tidak diberikan tanda bukti;
- Jumlah Pantarlih yang tidak mencoklit setiap rumah;
- Jumlah Pantarlih sebagai anggota/pengurus Parpol; dan
- Jumlah Pantarlih melimpahkan tugas kepada orang lain.
Data-data dari Panwaslu Kelurahan/Desa tadi hasil pengawasan penyelenggaraan coklit, lalu direkap secara berjenjang di jajaran pengawas tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi untuk selanjutnya dilaporkan kepada Bawaslu RI.
Pos Pengaduan Data Pemilih
KPU secara serentak memulai coklit dengan menggelar ceremony apel siaga coklit data pemilih. Pejabat Daerah setempat bahkan Bawaslu/Panwaslu sendiri terlibat dalam apel siaga tersebut, yang dilanjutkan dengan coklit di hari pertama.
Keberadaan sumber daya Panwaslu Kelurahan/Desa memang terbatas, keberadaan mereka hanya 1 (satu) untuk setiap wilayah Kelurahan/Desa, sementara Pantarlih diadakan berdasarkan jumlah TPS. Dalam satu Kelurahan/Desa bisa puluhan TPS. Melakukan pengawasan melekat dan langsung tentu tidak bisa dilakukan secara merata kepada setiap Pantarlih. Maka menjawab keterbatasan ini, selain supervisi, monitoring dan keterlibatan langsung Panwaslu Kecamatan termasuk jajaran pengawas diatasnya menjadi mutlah dilakukan.
Selain itu, adanya Sekretariat yang dapat dituju oleh masyarakat menyampaikan pengaduan data pemilih, jika sekiranya ada prosedur yang dilanggar atau data mereka belum tercatat dalam daftar pemilih. Makanya penting dibentuk “Pos Pengaduan” data pemilih yang oleh pengawas pemilu diadakan pada setiap Kantor Panwaslu Kecamatan.
Pos pengaduan akan menindaklanjuti setiap laporan/aduan guna memastikan hak konstitusional warga negara terlindungi. Sebab secara normatif Panwaslu Kecamatan dapat menyampaikan rekomendasi tindaklanjut kepada PPK. Dan PPK berkewajiban untuk menindaklanjuti dengan segera rekomendasi dari Panwaslu kecamatan tadi. Demikian pula dengan rekomendasi Panwaslu Kelurahan/Desa, wajib ditindaklanjuti dengan segera oleh PPS.
Catatan Kaki
[1] I Dewa Gede Palguna, 2013, Pengaduan Konstitusional, Upaya Hukum terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 111.
[2] Ramlan Surbakti, dkk, 2008, Perekayasa Sistem Pemilu Untuk Pembangunan Tata Politik Demokratis, Kemitraan, Jakarta, hlm. 159.
[3] Kasman Jaya Saad, 2018, Mahalnya Pilkada, Politik Uang dan Ajang Perjudian Elit Lokal, Yapansi, Jakarta, hlm. 45.