Catatan Fasilitasi Kampanye Pemilu
Catatan Fasilitasi Kampanye Pemilu
(Disampaikan dalam FGD KPU Prov. Sulteng, 2019, Evaluasi Fasilitasi Kampanye Pemilu Tahun 2019, Palu, 21 Agustus 2019)
* * * *
Satu tahapan pemilu yang krusial dan sangat menentukan hasil pemilu adalah tahapan kampanye pemilu. Kampanye pemilu dapat didefenisikan sebagai kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu. Secara teknis kampanye pemilu dapat dilakukan melalui: a. pertemuan terbatas; b. Pertemuan tatap muka; c. penyebaran bahan kampanye kepada umum; d. pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum; e. media sosial; f. iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet; g. rapat umum; h. debat pasangan calon tentang materi kampanye pasangan calon; dan i. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.[1] Selanjutnya kampanye pemilu sebagaimana dimaksud huruf d, huruf f, dan huruf h difasilitasi KPU yang dapat didanai oleh APBN.[2]
Berikut beberapa catatan dalam fasilitasi kampanye pemilu tahun 2019 oleh KPU, yang dapat digunakan dalam perbaikan kebijakan pelaksanaan pemilihan berikutnya. Uraian catatan berikut ini berdasar pada fakta lapangan yang berhasil diidentifikasi dalam proses tahapan kampanye, khusus fasilitasi alat peraga kampanye (APK) oleh KPU. Catatan ini tidak dimaksudkan sebagai generalisasi seluruh proses fasilitasi kampanye. Artinya ada bagian fakta tertentu yang mencerminkan catatan keadaan-keadaan ini, sehingga perlu penanganan perbaikan berkelanjutan. Dan, diakui terdapat fakta tertentu juga yang tidak mencerminkan catatan keadaan ini, sehingga dimaknai fakta tertentu tersebut sudah sesuai dengan ketentuan hukum pemilu hingga harus dipertahankan dalam pelaksanaan pemilihan ke depannya.
Pertama, APK yang diadakan sendiri oleh peserta pemilu tidak dilaporkan kepada KPU setempat. Terdapat ketentuan, bahwa peserta pemilu dapat mengadakan APK di luar yang difasilitasi oleh KPU, dengan ketentuan menyampaikan desain dan materi APK dimaksud ke KPU setempat untuk selanjutnya dapat dinyatakan sudah sesuai dengan ketentuan hukum pemilu.
Kedua, tertib pemasangan APK. KPU mengadakan APK peserta pemilu, tanpa turut memfasilitasi pemasangannya. Ini dapat berdampak pada pemasangan APK tersebut pada lokasi-lokasi yang dilarang sendiri oleh ketentuan/kebijakan penyelenggara pemilu dan/atau pemerintah daerah setempat. Sehingga berpotensi menjadi pelanggaran pemilu dan dapat ditertibkan oleh Bawaslu bersama unsur pemerintah daerah.
Ketiga, pemanfaatan APK hasil fasilitasi kurang maksimal. Kurang maksimalnya pemanfaatan APK hasil difasilitasi ini oleh peserta pemilu, terlihat dari kualitas pemasangan yang kurang baik (asal pasang) dan proses pemeliharaan akibat gangguan alam atau tindakan tertentu tidak dilakukan maksimal di lapangan. Bahkan sangat disayangkan, terdapat APK hasil produksi KPU yang tidak diambil oleh peserta pemilu, dan kalaupun diambil tidak dipasang sebagai layaknya media kampanye, karena digunakan sebagai pengganti tenda atau bahan serupa flapon rumah.
Keempat, pengaturan jumlah batasan APK yang dipasang per/desa dan per/peserta pemilu dalam masing-masing tingkatan sangat menyulitkan dalam aspek penegakan aturan/kebijakan penyelenggaraan pemilu. Sehingga Bawaslu lebih cenderung pada maksimalisasi pencegahan dalam pemasangan APK pada lokasi-lokasi yang dilarang dan seolah mengenyampingkan aspek jumlah batasan tadi.
Kelima, peserta pemilu tidak melaporkan atau mendaftarkan akun media sosial yang digunakan sebagai media kampanye. Kenyataan ini berdampak pada maksimalisasi kerja Bawaslu dalam aspek pengawasan dan penindakan pelanggaran kampanye media sosial yang dilakukan oleh akun media sosial milik peserta pemilu, terutama di hari tenang.
Keenam, fasilitasi iklan di media massa elektronik yang memilih media dengan status “tanpa izin penuh”, sementara banyak media lokal yang memenuhi syarat legalitas perizinan penuh. Oleh karena itu, akuntabilitas dan transparansi untuk menentukan media elektronik yang berhak mendapatkan iklan pemilu dari KPU juga perlu dijelaskan secara tuntas agar tidak ada salah-sangka dalam menetapkan atau mengusulkan media yang berhak mendapatkan iklan pemilu setempat. Perlu kiranya pemberian kewenangan kepada KPU setempat untuk memilih dan menetapkan kepada siapa iklan pemilu diberikan.
Adapun fasilitasi debat pasangan calon presiden dan wakil presiden tentu menjadi ranah kewenangan KPU RI, dan itu dapat dikatakan sudah terlaksana dengan baik. Demikian pula proses partisipasi pihak terkait terutama peserta pemilu dalam proses debat tersebut juga maksimal.
Catatan Kaki:
[1] Pasal 275 ayat (1) UU 7/2017 tentang Pemilu.
[2] Pasal 275 ayat (2) UU 7/2017 tentang Pemilu.
Sumber Foto: Muh. Qadri (Bawaslu Sulteng)