Catatan Fasilitasi Kampanye Pemilu

262 Views

Catatan Fasilitasi Kampanye Pemilu
(Disampaikan dalam FGD KPU Prov. Sulteng, 2019, Evaluasi Fasilitasi Kampanye Pemilu Tahun 2019, Palu, 21 Agustus 2019)

* * * *

Satu tahapan pemilu yang krusial dan sangat menentukan hasil pemilu adalah tahapan kampanye pemilu. Kampanye pemilu dapat didefenisikan sebagai kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu. Secara teknis kampanye pemilu dapat dilakukan melalui: a. pertemuan terbatas; b. Pertemuan tatap muka; c. penyebaran bahan kampanye kepada umum; d. pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum; e. media sosial; f. iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet; g. rapat umum; h. debat pasangan calon tentang materi kampanye pasangan calon; dan i. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.[1] Selanjutnya kampanye pemilu sebagaimana dimaksud huruf d, huruf f, dan huruf h difasilitasi KPU yang dapat didanai oleh APBN.[2]

Berikut beberapa catatan dalam fasilitasi kampanye pemilu tahun 2019 oleh KPU, yang dapat digunakan dalam perbaikan kebijakan pelaksanaan pemilihan berikutnya. Uraian catatan berikut ini berdasar pada fakta lapangan yang berhasil diidentifikasi dalam proses tahapan kampanye, khusus fasilitasi alat peraga kampanye (APK) oleh KPU. Catatan ini tidak dimaksudkan sebagai generalisasi seluruh proses fasilitasi kampanye. Artinya ada bagian fakta tertentu yang mencerminkan catatan keadaan-keadaan ini, sehingga perlu penanganan perbaikan berkelanjutan. Dan, diakui terdapat fakta tertentu juga yang tidak mencerminkan catatan keadaan ini, sehingga dimaknai fakta tertentu tersebut sudah sesuai dengan ketentuan hukum pemilu hingga harus dipertahankan dalam pelaksanaan pemilihan ke depannya.

Pertama, APK yang diadakan sendiri oleh peserta pemilu tidak dilaporkan kepada KPU setempat. Terdapat ketentuan, bahwa peserta pemilu dapat mengadakan APK di luar yang difasilitasi oleh KPU, dengan ketentuan menyampaikan desain dan materi APK dimaksud ke KPU setempat untuk selanjutnya dapat dinyatakan sudah sesuai dengan ketentuan hukum pemilu.

Kedua, tertib pemasangan APK. KPU mengadakan APK peserta pemilu, tanpa turut memfasilitasi pemasangannya. Ini dapat berdampak pada pemasangan APK tersebut pada lokasi-lokasi yang dilarang sendiri oleh ketentuan/kebijakan penyelenggara pemilu dan/atau pemerintah daerah setempat. Sehingga berpotensi menjadi pelanggaran pemilu dan dapat ditertibkan oleh Bawaslu bersama unsur pemerintah daerah.

Ketiga, pemanfaatan APK hasil fasilitasi kurang maksimal. Kurang maksimalnya pemanfaatan APK hasil difasilitasi ini oleh peserta pemilu, terlihat dari kualitas pemasangan yang kurang baik (asal pasang) dan proses pemeliharaan akibat gangguan alam atau tindakan tertentu tidak dilakukan maksimal di lapangan. Bahkan sangat disayangkan, terdapat APK hasil produksi KPU yang tidak diambil oleh peserta pemilu, dan kalaupun diambil tidak dipasang sebagai layaknya media kampanye, karena digunakan sebagai pengganti tenda atau bahan serupa flapon rumah.

Keempat, pengaturan jumlah batasan APK yang dipasang per/desa dan per/peserta pemilu dalam masing-masing tingkatan sangat menyulitkan dalam aspek penegakan aturan/kebijakan penyelenggaraan pemilu. Sehingga Bawaslu lebih cenderung pada maksimalisasi pencegahan dalam pemasangan APK pada lokasi-lokasi yang dilarang dan seolah mengenyampingkan aspek jumlah batasan tadi.

Kelima, peserta pemilu tidak melaporkan atau mendaftarkan akun media sosial yang digunakan sebagai media kampanye. Kenyataan ini berdampak pada maksimalisasi kerja Bawaslu dalam aspek pengawasan dan penindakan pelanggaran kampanye media sosial yang dilakukan oleh akun media sosial milik peserta pemilu, terutama di hari tenang.

Keenam, fasilitasi iklan di media massa elektronik yang memilih media dengan status “tanpa izin penuh”, sementara banyak media lokal yang memenuhi syarat legalitas perizinan penuh. Oleh karena itu, akuntabilitas dan transparansi untuk menentukan media elektronik yang berhak mendapatkan iklan pemilu dari KPU juga perlu dijelaskan secara tuntas agar tidak ada salah-sangka dalam menetapkan atau mengusulkan media yang berhak mendapatkan iklan pemilu setempat. Perlu kiranya pemberian kewenangan kepada KPU setempat untuk memilih dan menetapkan kepada siapa iklan pemilu diberikan.

Adapun fasilitasi debat pasangan calon presiden dan wakil presiden tentu menjadi ranah kewenangan KPU RI, dan itu dapat dikatakan sudah terlaksana dengan baik. Demikian pula proses partisipasi pihak terkait terutama peserta pemilu dalam proses debat tersebut juga maksimal.

Catatan Kaki:
[1] Pasal 275 ayat (1) UU 7/2017 tentang Pemilu.
[2] Pasal 275 ayat (2) UU 7/2017 tentang Pemilu.

Sumber Foto: Muh. Qadri (Bawaslu Sulteng)

APK, ada Logo atau Tanda Gambar Lembaga lain !

330 Views

Strategi dan metode kampanye yang biasa digunakan, melalui pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK). Lihat saja hampir di semua tempat dan jalan yang menjadi akses publik dan sering dikunjungi masyarakat, ramai terpampang APK dengan berbagai bentuk dan ukuran. Terkadang juga pemasangan APK itu tidak lagi memperhatikan tata lokasi yang dilarang, estetika dan keindahan ruang publik. Sehingga terkesan semrawut.

Terlepas dari kesemrawutan pemasangan APK baik pada lokasi-lokasi yang ditentukan maupun pada lokasi yang dilarang itu. Penulis ingin fokus membahas, desain dan materi APK dari peserta Pemilu yang kadang memuat logo atau tanda gambar selain milik dari peserta Pemilu yang bersangkutan. Misalnya, milik lembaga atau organisasi kemasyarakatan lainnya. Sebelum menjadi calon kontestan peserta Pemilu, Ia pernah menduduki dan memimpin jabatan dalam lembaga atau organisasi masyarakat tertentu, dan itu ingin ditunjukkan kepada publik, kelebihan-kelebihan dan kemampuannya. Organisasi itu turut membesarkan namanya dan dimuatlah dalam desain dan materi APK, logo atau tanda gambar organisasi tersebut.

Contoh lain, dengan maksud ingin mensosialisasikan nomor urut dirinya sebagai peserta Pemilu dalam model kertas suara Pemilu. Dimuatlah contoh gambar kertas suara plus logo KPU disudut kertas suara yang juga turut memuat nomor urut dirinya sebagai calon tetap.

Secara tegas regulasi Pemilu sudah menekankan norma larangan atas pencantuman logo atau tanda gambar selain milik dari peserta Pemilu yang bersangkutan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 280 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagai berikut :

“Pelaksana, peserta, dan Tim Kampanye Pemilu dilarang : membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta Pemilu yang bersangkutan.”

Tak dapat dipungkiri, ada diantara kader-kader itu yang memilih jalan hidup untuk terjun ke dunia politik dengan menjadi calon legislatif bahkan calon Presiden/Wakil Presiden dan berkontestasi dalam perhelatan pesta demokrasi, Pemilu tahun 2019. Dan itu, sah-sah saja. Paling tidak mereka tidak mengarahkan opini publik bahwa lembaga itu menjadi pendukung dirinya maju sebagai calon dalam perhelatan Pemilu tersebut. Sebab di dalam lembaga, banyak cita, keinginan dan pandangan politik. Jangan sampai digeneralkan dalam satu pandangan dikotomi pragmatis.

Diturunkan lebih lanjut dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i PKPU Nomor 23 tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu, dengan redaksi yang sama. Serta disebutkan lagi dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i Peraturan Bawaslu Nomor 28 tahun 2018 tentang Pengawasan Kampanye Pemilu, sebagai berikut:

“Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap hal yang dilarang dalam pelaksanaan Kampanye meliputi: membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan.

Justifikasi Larangan
Pelarangan pencantuman logo atau tanda gambar dalam APK milik peserta Pemilu, hendaknya dimaknai sebagai bentuk perlindungan kepada lembaga dan identitas lembaga selain dari milik peserta Pemilu. Pertama, independensi lembaga. Mayoritas organisasi kemasyarakatan yang memiliki basis massa yang luas, dalam konstitusi AD &ART kelembagaan selalu menyebutkan prinsip dasar organisasi yang bersifat independen, tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis, tidak berafiliasi dukung mendukung dengan kekuatan politik tertentu. Lembaga seperti ini misalnya, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Alkhairaat, PGRI, HMI, dan masih banyak lagi lembaga lainnya. Lembaga-lembaga seperti ini telah memproduksi banyak kader, yang mereka sudah tersebar diberbagai wilayah dalam pengabdian diberbagai sendi kehidupan sosial.

Kedua, Mencegah kerugian lembaga. Tidak ada jaminan dalam prosesi kampanye yang dilangsungkan, calon yang bersangkutan tidak melakukan kecurangan atau pelanggaran kampanye. Semisalnya terjadi pelanggaran, yang turut mendegradasi populisme sang calon/kandidat, tentu akan berdampak pada lembaga. Pengurus dan anggota dalam lembaga yang tidak tahu-menahu dengan pencalonan sang calon, juga kena imbas opini publik. Pelanggaran sang calon, turut ditanggung oleh organisasi yang logo atau tanda gambarnya dimuat dalam APK.

Ketiga, Kesetaraan. Semangat Pemilu tahun 2019 ingin menempatkan masing-masing peserta Pemilu setara dalam pelaksanaan Kampanye, baik saat memulai kampanye dan metode kampanye yang digunakan. Tidak perlu dimunculkan ke publik, bahwa sang calon kontestan memiliki dukungan publik lewat dukungan organisasi atau lembaga kemasyarakatan. Biarlah, calon kontestan meyakinkan Pemilih, kendatipun menyebutkan basis dukungan publik terhadap dirinya. Asalkan tidak memuat logo atau tanda gambar lembaga lain dalam APK, selain logo atau tanda gambar dari yang dimiliki oleh peserta Pemilu yang bersangkutan.

Penutup
Berangkat dari argumentasi tersebut diatas, menjadi pantas aturan penyelenggaraan Pemilu menegaskan bahwa peserta Pemilu dilarang memuat logo atau tanda gambar selain milik peserta Pemilu yang bersangkutan. Potensi pelanggaran, ketika ada peserta Pemilu memuat logo KPU dalam APK. Dan, hendaknya institusi KPU harus keberatan dan menghimbau peserta Pemilu yang bersangkutan agar tidak mencantumkan logonya dalam APK. Sebab bisa ada stigma, keberpihakan dan ketidak-netralan KPU terhadap salah satu peserta Pemilu.

Demikian pula potensi pelanggaran, ketika ada logo atau tanda gambar milik organisasi tertentu yang dimuat dalam APK peserta Pemilu. Aturan teknis telah ditetapkan dan diundangkan, tinggal dilaksanakan secara berintegritas oleh peserta Pemilu dengan pengawasan penuh dari Penyelenggara Pemilu. Tanpa pandang-pilih, kalau melanggar harus diproses sesuai dengan mekanisme yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Titik.