Tercatut Namun Tidak Tercoklit: Dinamika Pentingnya Pendidikan Pemilih

279 Views

Oleh Ferdiansyah

Terkait Pencatutan dan Pencoklitan

Pemilu 2024 sedang berlangsung melalui tahapan yang telah dilalui. Tahapan yang telah berjalan adalah pendaftaran, verifikasi dan penetapan partai politik serta tahapan pencalonan DPD. Dalam dua tahapan ini, terdapat kata yang cukup populer yaitu pencatutan.

Tercatut merupakan kata yang sedang populer dalam kontestasi pemilu 2024 ini. tercatut disini maksudnya disalahgunakannya (kekuasaan, nama orang, jabatan, dan sebagainya) untuk mencari untung (dari kata mencatut dalam KBBI). Dari arti kata ini sudah jelas konotasinya negatif. Pencatutan nama seseorang sebagai anggota partai politik, padahal tidak sejengkalpun orang tersebut mendaftar atau bahkan ikut berpartisipasi sebagai anggota partai politik yang mencatut namanya. Pencatutan juga terjadi dalam proses pencalonan anggota DPD. Nama dan NIK tercatut sebagai pendukung anggota DPD, padahal secara sadar nama yang tercatut tersebut tidak pernah menyatakan dukungan apalagi secara tertulis mendukung anggota DPD yang dimaksud.

Bisa saja terjadi, nama kita dalam artian nomor induk kependudukan tercatut sebagai anggota suatu partai politik, atau pendukung calon anggota DPD. Padahal, logo partai politik tersebut belum kita ketahui logonya, pun wajah anggota DPD tersebut tidak pernah kita lihat.

Disisi berbeda, terdapat tahapan pencoklitan. Coklit merupakan proses pencocokan dan penelitian daftar pemilih oleh Petugas Pemutakhiran data pemilih (Pantarlih). Pantarlih melakukan pencoklitan dengan cara mendatangi pemilih secara langsung (sesuai PKPU Nomor 7 tahun 2022). Fungsi tugas ini sangat penting dalam tahapan Pemilu, agar daftar pemilih dapat akurat, komprehensif, dan mutakhir. Masalahnya terdapat masyarakat yang tidak didatangi Pantarlih oleh karena namanya tidak terdapat dalam formulir Model A-Daftar Pemilih atau namanya telah terdata dalam formulir tersebut namun tidak didatangi secara langsung oleh Pantarlih. Bisa terdapat potensi ketidak patuhan SOP oleh petugas Pantarlih, namun peran masyarakat untuk ikut menginformasikan hal ini juga penting.

Bukan tidak mungkin terdapat WNI yang tercatut namanya sebagai anggota parpol atau pendukung anggota DPD tapi justru belum tercoklit oleh Pantarlih. Ibarat pribahasa klasik: sudah jatuh (tidak bisa memilih karena tidak terdata), malah tertimpa tangga (NIK-nya dicatut).

 

Pendidikan Pemilih: Membentuk Kesadaran Pemilih

Dalam suatu diskusi bersama dengan stakeholder dan masyarakat yang diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu di salah satu kabupaten, ketika dibahas terkait pencatutan nama oleh partai politik dan calon anggota DPD, termasuk didalamnya dipaparkan terkait bagaimana mengecek NIK apakah tercatut atau tidak, banyak masyarakat yang menyatakan baru mengetahui terkait adanya website yang digunakan untuk pengecekan tersebut (melalui: infopemilu.kpu.go.id). Padahal sesuai dengan pernyataan penyelenggara pemilu setempat, hal ini sudah disampaikan sejak jauh hari.

Apakah hal ini terjadi karena ketidak mampuan penyelenggara pemilu menjangkau tiap lapis masyarakat, atau persoalan dari masyarakat itu sendiri yang cukup pragmatis: tidak penting. Jika dipetakan persoalannya, baik penyelenggara pemilu maupun masyarakat sebagai pemilih dapat bertemu dalam suatu proses yang bernama pendidikan pemilih. Penyelenggara berperan sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pemilih yang diberikan Pendidikan agar terbangun kesadaran sebagai pemilih.

Pendidikan Pemilih dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2022 adalah proses penyampaian Informasi Pemilu atau Pemilihan kepada Pemilih untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran Pemilih tentang Pemilu dan/atau Pemilihan secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Pendidikan pemilih merupakan bagian dari partisipasi masyarakat.

Kesadaran yang perlu dibangun melalui pendidikan pemilih adalah terkait kesadaran masyarakat atas tanggung jawabnya dalam demokrasi dan sebagai Warga Negara Indonesia. Masyarakat perlu berpartisipasi dalam demokrasi termasuk didalamnya melalui pemilihan umum. Setiap masyarakat memiliki satu suara dimana dia akan menentukan nasib bangsa (secara harfiah satu suara ini akan dipakai saat pungut hitung). Tentu termasuk didalamnya tahapan-tahapan pemilu yang dilalui, termasuk tahapan penetapan partai politik, pencalonan anggota DPD, dan tahapan pencocokan data pemilih.

Titik awalnya tentu saja di proses mengenalkan. Mengenalkan proses-proses beserta tahapan Pemilihan Umum yang cukup panjang hingga ke pungut hitung, bahkan tahapan pasca pungut hitung tersebut. Dari mengenal, melalui Pendidikan pemilih masyarakat diberikan pemahaman. Memahamkan pentingnya keterlibatan aktif masyarakat dalam pemilihan umum ini, dan bagaimana mereka mencari informasi-informasi yang menunjang hal tersebut. Contoh, seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa terdapat website khusus untuk info kepemiluan termasuk pengecekan pencatutan NIK, bahkan terdapat posko pengaduan terkait pencatutan nama tersebut ditiap kantor penyelenggara pemilu. Masyarakat terlibat aktif berdasarkan pengetahuannya dan pemahamannya. Bahkan ikut menginformasikan ke orang-orang terdekatnya.

Pendidikan pemilih ini sebenarnya bukan hanya tanggung jawab penyelenggara pemilu. Dalam Buku Pedoman Pendidikan Pemilih oleh KPU RI, menyelenggaran Pendidikan pemilih merupakan tanggung jawab semua elemen bangsa; penyelenggara pemilu, partai politik, pemerintah, perguruan tinggi dan organisasi masyarakat sipil. Karena dalam Pendidikan Pemilih menyangkut beberapa aspek penting guna menunjang terciptanya masyarakat yang memiliki kesadaran yang kuat akan pentingnya demokrasi melalui pemilihan umum. Kesadaran ini diharapkan meningkatkan partisipasi pemilih, meningkatkan literasi politik, dan meningkatkan sikap kerelawanan pemilih.

Partisipasi perlu diperjelas bukan dalam artian mobilisasi pemilih. Begitupun kerelawanan merupakan perbedaan besar dengan sikap pragmatis. Pemahaman yang baik, bisa menghilangkan prasangka-prasangka negatif terhadap kepemiluan dan demokrasi, dan harapannya dapat memicu sikap berperan aktif dalam mengawal demokrasi melalui pemilihan umum ini.

 

Bentuk dan Media Pendidikan Pemilih

Sekarang yang menjadi PR bersama adalah terkait bentuk Pendidikan pemilih tersebut. Bentuk disini bukan hanya dalam arti secara teoritis, termasuk didalamnya target, tujuan, isi materi, dan konsep-konsep lainnya, namun konsentrasi terkait bentuknya dalam tataran praktis. Selain dari diskusi, seminar, lokakarya dan sebagainya, Penyelenggara Pemilu telah melakukan langkah-langkah strategis guna mengefektifkan Pendidikan terhadap pemilih. Beberapa Langkah strategis tersebut diantaranya seperti KPU meluncurkan Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3). Sementara Bawaslu telah menghasilkan Kader-kader Pengawasan melalui programnya Bernama Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif atau SKPP. Terbaru, melalui Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2023, lahirlah program dengan nama Pendidikan Pengawasan Partisipatif. Dengan segala ikhtiar ini oleh penyelenggra pemilu, tetap masih perlu melakukan kajian terhadap efektivitas hasil Pendidikan pemilih yang diperoleh, disamping perlunya banyak dukungan dari pihak-pihak lainnya utamanya masyarakat secara umum.

Lahan efektifitas terkait Pendidikan pemilih ini sudah barang tentu sangat terbuka luas di media sosial. bagaimana menyentuh seluruh lapisan melalui budaya media sosial yang semakin massif. Melalui media sosial, Pendidikan pemilih dapat menyasar seluruh kalangan dan termasuk kalangan yang cukup banyak (berdasarkan bonus demografi) yaitu kalangan pemilih pemula. Hasil penelitian salah satu artikel dalam Jurnal Polgov UGM, mengambil studi kasus pada pemilu 2019, diperoleh hasil penelitian bahwa pemilih pemula aktif menggunakan media sosial dan bahkan menjadikan media sosial sebagai sumber informasi utama (Jurnal PolGov Vol. 2 No. 1 2020).
Media sosial ini perlu dimanfaatkan dengan baik dengan memperbanyak konten, variasi, dan inovasi agar mampu mendidik pemilih sehingga terbangun proses pengenalan, pemahaman, hingga kesadaran pentingnya terlibat aktif dalam Pemilihan Umum, utamanya berperan partisipatif di dalamnya. Harapannya adalah, tidak terdapat lagi pemilih yang buta terhadap tahapan pemilu yang ada termasuk pengecekan pencatutan nama dan pencoklitan yang telah berlangsung.

Jadi, sudahkah Anda dicoklit? Atau justru nama Anda telah dicatut? Mari bersama ikut terlibat dalam Pendidikan pemilih.

Cegah Pembelahan dan Disharmoni Umat Beragama dalam Pemilu 2024, Jadi Perhatian Seminar Nasional UIN Datokarama Palu

Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah UIN Datokarama Palu, Wahyuni saat membuka Seminar Nasional di Palu
298 Views

JATI CENTRE – Menjelang kampanye dan hari pemungutan suara pemilihan umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang, dikhawatirkan terjadi hal-hal yang mengganggu keharmonisan umat beragama.

Hingga mengganggu tatanan sosial masyarakat dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Sehingga diperlukan langkah strategis mencegah pembelahan dan disharmoni umat beragama dalam Pemilu.

[…]

Saksi Ahli Sidang DKPP; Saya Temukan Intervensi dan Catatan Pelanggaran Etik Bawaslu

1.939 Views

Palu-Jati Centre. Ternyata terdapat jajaran anggota Bawaslu tidak taat dan tertib menyelenggarakan kontestasi pemilihan umum. Hal ini terungkap sebagai fakta yang dipaparkan teradu enam dalam persidangan terbuka Dewan Kehormatan Penyelenggara  Pemilu (DKPP) yang dilaporkan Bakal Pasangan Calon Kabupaten Banggai Herwin Yatim.

Hal ini diungkapkan Saksi Ahli dari Teradu Aminudin Kasim, saat memberikan keterangan pada persidangan DKPP di aula kantor KPU Provinsi Sulawesi Tengah, Rabu (14/10/2020).

Menurutnya, ada tujuan dan maksud intervensi atas perintah untuk merubah berita acara pleno penyelesaian sengketa di Bawaslu Banggai, menyimpang dari ketentuan Peraturan Bawaslu Penyelesaian Sengketa Pemilihan.

“Padahal kewenangan menyampaikan rekomendasi hasil penanganan pelanggaran, dan menetapkan status permohonan sengketa merupakan kewenangan atribusi Bawaslu Kabupaten,” sebutnya.

Kalau ada perintah menyimpang dari aturan, menurutnya, ini yang harus dilaporkan karena sudah mengganggu ketertiban penyelenggaraan pemilu, dan sudah tidak profesional.

Dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Tadulako ini menyampaikan, bahwa kasus Bawaslu Kabupaten Banggai tidak mau melanggar Pasal 5 huruf a Peraturan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2020, terhadap objek sengketa yang dikecualikan hingga permohonan pemohon tidak dapat diterima, sudah tepat.

”Peraturan dibuat untuk ditaati bukan sebaliknya, dilanggar. Ini aneh, untuk apa peraturan di buat Bawaslu kemudian dilanggar,” sebutnya.

Ia menyebutkan, Bawaslu Banggai sudah mau mandiri, dan bersikap profesional. Justru tindakan mau merubah berita acara hasil pleno sebagai tindakan yang melanggar etika dan ini catatan berat dan ini termasuk intervensi,” tegasnya.

Ternyata, berdasarkan data bahwa intervensi tersebut bukan dari partai politik, melainkan dari dalam lembaga, dan ini mengganggu ketertiban pemilu hingga harus dilaporkan.

“Sudah melanggar kode etik dan standar etik penyelenggara pemilu,” sebutnya.

Ia juga menyebutkan, ada pengalaman di Bawaslu Sulteng kaitan dengan putusan DKPP Nomor 38 Tahun 2017, waktu itu anggota Bawaslu Sulteng mengalami peristiwa terkait dengan pelanggaran administrasi yang bersifat TMS, kasusnya di Kabupaten Buol.

Lanjutnya, dalam putusan DKPP, disebutkan UU tidak mengatur batas waktu, tapi ada aturan Bawaslu No 13 Tahun 2016 mengatur tata cara penanganan pelanggran selama 60 hari sebelum pendaftaran. Namun, aturan ini dilanggar. Maka setelah di laporkan di DKPP, putusan menyatakan mereka kenai sanksi.

“Ini harus menjadi pembelajaran penyelenggara pemilu, jangan menyimpang dari aturan yang jelas,” ungkap mantan koordinator regulasi Bawaslu RI.

APK, ada foto Kepala Daerah

249 Views

Pertanyaan :
Bagaimana ketentuan hukum dalam pemasangan foto atau gambar Kepala Daerah yang merupakan Pengurus Partai Politik dalam media Alat Peraga Kampanye (APK) yang difasilitasi produksinya oleh Komisi Pemilihan Umum dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 ?

Jawaban :
Dalam pelaksanaan Pemilu terdapat diantara tahapan, yakni kampanye Pemilu. Dalam masa kampanye, peserta Pemilu memiliki hak untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan/atau program agar pemilih tersebut mempergunakan haknya dengan memilih yang bersangkutan di bilik tempat pemungutan suara.

Kampanye peserta Pemilu dapat dilakukan dengan metode pemasangan APK pada masa kampanye pada tanggal 23 September 2018 sampai dengan 13 April 2019. Jenis APK dapat berbentuk baliho, spanduk, dan umbul-umbul.

Baliho dan spanduk dapat saja memuat foto atau gambar Kepala Daerah berdasarkan angka 8 huruf b Keputusan KPU Nomor : 1096/PL.01.5-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang Petunjuk Teknis Fasilitasi Metode Kampanye Dalam Pemilu Tahun 2019 tanggal 10 September 2018, yang pada intinya menyebutkan, “desain dan materi pada APK dapat memuat : foto tokoh yang melekat pada citra diri Pasangan Calon, dan/atau foto Pengurus Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.”

Baliho dan spanduk dimaksud, baik yang diproduksi pencetakannya oleh KPU dengan menggunakan desain dan materi APK dari masing-masing Partai Politik, atau yang diproduksi-dicetak sendiri oleh Partai Politik yang dapat dikategorikan sebagai APK tambahan.

Larangan Pejabat Negara
Terdapat ketentuan yang mengharuskan Pejabat Negara termasuk dalalm hal ini adalah Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk tidak membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu, sebagaimana ketentuan Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sebagai berikut:

“Pejabat Negara, Pejabat Struktural, dan Pejabat Fungsional dalam jabatan negeri, serta Kepala Desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu selama masa Kampanye.”

Disatu sisi Kepala Daerah adalah Pengurus Partai Politik yang memiliki hak politik melakukan kampanye Pemilu, dalam bahasan ini menggunakan metode pemasangan APK yang materi dan desainnya memuat foto diri Kepala Daerah dimaksud. Sementara disisi lain, Pejabat Negara dalam hal ini Kepala Daerah baik Gubernur, Bupati, dan Walikota dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan peserta Pemilu. Bentuk pemasangan APK dimaksud, merupakan kegiatan yang menguntungkan citra diri peserta Pemilu yang dikampanyekannya. Dan, secara tekstual agumentasi tersebut memiliki landasan masing-masing, ada yang berlandaskan pada Keputusan KPU dan ada yang berlandaskan pada UU Pemilu.

Dalam ilmu hukum, menjawab konflik pertentangan norma seperti ini, digunakan teori pertentangan norma sebagai solusi. Terdapat asas lex superior derogat legi inferior, artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Konkritnya dalam bahasan ini, UU Pemilu mengesampingkan Keputusan KPU, karena dalam hierarki teori norma UU kedudukannya lebih tinggi dari Surat.

Jika landasan argumentasi ini yang digunakan Pengawas Pemilu maka semua APK yang memuat foto Kepala Daerah dapat dikategorikan pelanggaran atas Pasal 282 UU Pemilu, baik yang memuat foto bersama Pengurus Partai Politik atau memuat foto Kepala Daerah berdiri sendiri untuk mengkampanyekan salah satu peserta Pemilu. Lebih melihat kedudukan Kepala Daerah yang melekat secara terus-menerus pada diri yang bersangkutan, tanpa bisa dilepaskan walaupun yang bersangkutan adalah Pengurus Partai Politik. Melalui tindakan aktif Kepala Daerah yang menguntungkan salah satu peserta Pemilu, melalui inisiasi pemasangan APK.

APK Pengurus Parpol
KPU diberi wewenang untuk melaksanakan dan mengatur teknis penyelenggaraan tahapan Pemilu, sementara Bawaslu melakukan pengawasan Pemilu dan menegakkan keadilan Pemilu. Dalam konteks bahasan ini, KPU menetapkan Keputusan KPU Nomor 1096, yang pada pokoknya memberikan landasan pemasangan foto Pengurus Partai Politik dalam APK Pemilu. Penegasan ini tidak melihat lagi status Kepala Daerah, dari Pengurus Partai Politik atau tidak. Diyakini, KPU tentu sudah mengetahui Kepala Daerah saat ini, mayoritas adalah Pengurus Partai Politik. Sehingga membolehkan fotonya dipasang dalam APK, dengan mengesampingkan atau tidak mempertimbangkan bahwa Ia sebagai Pejabat Negara.

Penekanan di sini adalah “Pengurus Partai Politik”, yang diperkenankan KPU untuk dimuat dalam desain dan materi APK Pemilu. Lalu, siapa yang dimaksud dengan Pengurus? Tentu KPU dapat saja memberikan defenisi, dan semua orang juga demikian.

Secara faktual, konteks Pengurus Partai Politik disini hendaknya mengikuti struktur saat dilakukan verifikasi Partai Politik peserta Pemilu oleh KPU di waktu yang lalu. Pengurus yang diverifikasi mewajibkan kehadiran dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara (KSB). Jika salah satunya tidak hadir tanpa alasan, maka Partai Politik yang bersangkutan dapat saja dinyatakan tidak lolos verifikasi dan akan berdampak tidak bisa mengikuti Pemilu tahun 2019.

Atau gabungan Pengurus Partai Politik, yakni memuat gabungan atau kumpulan foto/gambar Pimpinan Pengurus Partai Politik yang bergabung dalam suatu  koalisi politik. Termasuk gabungan foto/gambar Pimpinan Pengurus tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sehingga dari uraian itu, muatan APK dengan foto seorang diri dari Kepala Daerah apalagi tidak menggunakan baju seragam Partai, tidak bisa dianggap mewakili diri Pengurus Partai Politik yang dipimpinnya. Itu lebih menunjukkan citra diri sebagai Pejabat Negara. Namun, jika pemasangan foto dalam APK dengan identitas baju seragam dan memuat minimal personil kepengurusan KSB maka dapat dipahami itu adalah Pengurus Partai Politik yang memiliki hak politik melakukan kampanye dengan metode pemasangan APK.

Demikian pula, dalam suatu APK kampanye Pemilu yang memuat pimpinan gabungan Partai Politik (koalisi) juga dapat dimaknai sebagai sarana penggunaan hak politik yang bersangkutan, dan itu sah dilakukan.

Sekali lagi hal yang berbeda, jika yang ditampilkan dalam APK hanya foto/gambar diri Kepala Daerah tanpa menggunakan baju seragam Partai Politik, dengan “tindakan” mengkampanyekan salah satu peserta Pemilu, maka itu lebih cenderung dimaknai sebagai Pejabat yang mengkampanyekan peserta Pemilu, dan rawan pelanggaran atas ketentuan Pasal 282 UU Pemilu, yakni Pejabat Negara menggunakan tindakan berupa pemasangan APK yang menguntungkan salah satu peserta Pemilu.

Sumber Gambar : regional.kompas.com