330 Views
Strategi dan metode kampanye yang biasa digunakan, melalui pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK). Lihat saja hampir di semua tempat dan jalan yang menjadi akses publik dan sering dikunjungi masyarakat, ramai terpampang APK dengan berbagai bentuk dan ukuran. Terkadang juga pemasangan APK itu tidak lagi memperhatikan tata lokasi yang dilarang, estetika dan keindahan ruang publik. Sehingga terkesan semrawut.
Terlepas dari kesemrawutan pemasangan APK baik pada lokasi-lokasi yang ditentukan maupun pada lokasi yang dilarang itu. Penulis ingin fokus membahas, desain dan materi APK dari peserta Pemilu yang kadang memuat logo atau tanda gambar selain milik dari peserta Pemilu yang bersangkutan. Misalnya, milik lembaga atau organisasi kemasyarakatan lainnya. Sebelum menjadi calon kontestan peserta Pemilu, Ia pernah menduduki dan memimpin jabatan dalam lembaga atau organisasi masyarakat tertentu, dan itu ingin ditunjukkan kepada publik, kelebihan-kelebihan dan kemampuannya. Organisasi itu turut membesarkan namanya dan dimuatlah dalam desain dan materi APK, logo atau tanda gambar organisasi tersebut.
Contoh lain, dengan maksud ingin mensosialisasikan nomor urut dirinya sebagai peserta Pemilu dalam model kertas suara Pemilu. Dimuatlah contoh gambar kertas suara plus logo KPU disudut kertas suara yang juga turut memuat nomor urut dirinya sebagai calon tetap.
Secara tegas regulasi Pemilu sudah menekankan norma larangan atas pencantuman logo atau tanda gambar selain milik dari peserta Pemilu yang bersangkutan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 280 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagai berikut :
“Pelaksana, peserta, dan Tim Kampanye Pemilu dilarang : membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta Pemilu yang bersangkutan.”
Tak dapat dipungkiri, ada diantara kader-kader itu yang memilih jalan hidup untuk terjun ke dunia politik dengan menjadi calon legislatif bahkan calon Presiden/Wakil Presiden dan berkontestasi dalam perhelatan pesta demokrasi, Pemilu tahun 2019. Dan itu, sah-sah saja. Paling tidak mereka tidak mengarahkan opini publik bahwa lembaga itu menjadi pendukung dirinya maju sebagai calon dalam perhelatan Pemilu tersebut. Sebab di dalam lembaga, banyak cita, keinginan dan pandangan politik. Jangan sampai digeneralkan dalam satu pandangan dikotomi pragmatis.
Diturunkan lebih lanjut dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i PKPU Nomor 23 tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu, dengan redaksi yang sama. Serta disebutkan lagi dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i Peraturan Bawaslu Nomor 28 tahun 2018 tentang Pengawasan Kampanye Pemilu, sebagai berikut:
“Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap hal yang dilarang dalam pelaksanaan Kampanye meliputi: membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan.
Justifikasi Larangan
Pelarangan pencantuman logo atau tanda gambar dalam APK milik peserta Pemilu, hendaknya dimaknai sebagai bentuk perlindungan kepada lembaga dan identitas lembaga selain dari milik peserta Pemilu. Pertama, independensi lembaga. Mayoritas organisasi kemasyarakatan yang memiliki basis massa yang luas, dalam konstitusi AD &ART kelembagaan selalu menyebutkan prinsip dasar organisasi yang bersifat independen, tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis, tidak berafiliasi dukung mendukung dengan kekuatan politik tertentu. Lembaga seperti ini misalnya, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Alkhairaat, PGRI, HMI, dan masih banyak lagi lembaga lainnya. Lembaga-lembaga seperti ini telah memproduksi banyak kader, yang mereka sudah tersebar diberbagai wilayah dalam pengabdian diberbagai sendi kehidupan sosial.
Kedua, Mencegah kerugian lembaga. Tidak ada jaminan dalam prosesi kampanye yang dilangsungkan, calon yang bersangkutan tidak melakukan kecurangan atau pelanggaran kampanye. Semisalnya terjadi pelanggaran, yang turut mendegradasi populisme sang calon/kandidat, tentu akan berdampak pada lembaga. Pengurus dan anggota dalam lembaga yang tidak tahu-menahu dengan pencalonan sang calon, juga kena imbas opini publik. Pelanggaran sang calon, turut ditanggung oleh organisasi yang logo atau tanda gambarnya dimuat dalam APK.
Ketiga, Kesetaraan. Semangat Pemilu tahun 2019 ingin menempatkan masing-masing peserta Pemilu setara dalam pelaksanaan Kampanye, baik saat memulai kampanye dan metode kampanye yang digunakan. Tidak perlu dimunculkan ke publik, bahwa sang calon kontestan memiliki dukungan publik lewat dukungan organisasi atau lembaga kemasyarakatan. Biarlah, calon kontestan meyakinkan Pemilih, kendatipun menyebutkan basis dukungan publik terhadap dirinya. Asalkan tidak memuat logo atau tanda gambar lembaga lain dalam APK, selain logo atau tanda gambar dari yang dimiliki oleh peserta Pemilu yang bersangkutan.
Penutup
Berangkat dari argumentasi tersebut diatas, menjadi pantas aturan penyelenggaraan Pemilu menegaskan bahwa peserta Pemilu dilarang memuat logo atau tanda gambar selain milik peserta Pemilu yang bersangkutan. Potensi pelanggaran, ketika ada peserta Pemilu memuat logo KPU dalam APK. Dan, hendaknya institusi KPU harus keberatan dan menghimbau peserta Pemilu yang bersangkutan agar tidak mencantumkan logonya dalam APK. Sebab bisa ada stigma, keberpihakan dan ketidak-netralan KPU terhadap salah satu peserta Pemilu.
Demikian pula potensi pelanggaran, ketika ada logo atau tanda gambar milik organisasi tertentu yang dimuat dalam APK peserta Pemilu. Aturan teknis telah ditetapkan dan diundangkan, tinggal dilaksanakan secara berintegritas oleh peserta Pemilu dengan pengawasan penuh dari Penyelenggara Pemilu. Tanpa pandang-pilih, kalau melanggar harus diproses sesuai dengan mekanisme yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Titik.