Kepala Daerah Melakukan Penggantian Pejabat, Terancam Tidak Memenuhi Syarat Ikut Pilkada

276 Views

Palu-Jati Centre. Kepala daerah yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada terancam tidak dapat ditetapkan sebagai pasangan calon pada perhelatan Pilkada serentak tahun 2020.

Hal itu ditegaskan Akademisi Faktultas Hukum Universitas Tadulako, Aminuddin Kasim pada rapat koordinasi (rakor) konsolidasi penanganan pelanggaran pilkada yang dilaksanakan Bawaslu Sulawesi Tengah (Sulteng) di salah satu hotel Kota Palu, Rabu (19/8/2020).

Rakor yang dihadiri seluruh Komisioner Bawaslu kabupaten/kota se-Sulawesi Tengah tersebut dilaksanakan dengan standar kesehatan Covid-19. Seluruh peserta diwajibkan menggunakan masker, mencuci tangan sebelum memasuki ruangan acara, dan menjaga jarak.

“Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Pilkada secara tegas menyatakan bahwa gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, walikota atau wakil walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri,” katanya.

Dengan dasar tersebut kata Aminuddin Kasim, jika ada petahana yang terbukti melakukan penggantian pejabat di masa larangan tanpa persetujuan Kemendagri, maka Bawaslu harus melakukan proses penindakan pelanggaran hingga menghasilkan rekomendasi pelanggaran kepada KPU untuk petahana dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) atau tidak bisa ditetapkan sebagai calon untuk ikut dalam pilkada serentak 2020.

Dia mengatakan, konsekuensi petahana saat mendaftar sebagai pasangan calon di KPU terikat dengan ketentuan Pasal 89 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah.

Dalam Peraturan KPU pencalonan tersebut semakin mempertegas bahwa petahana dinyatakan TMS jika terbukti melakukan pelanggaran penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada.

“Itu syarat tambahan yang khusus ditujukan kepada petahana. Diksi petahana harus merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 20 PKPU tentang Pencalonan,” ucapnya.

Menjadi kewajiban bagi KPU atas rekomendasi tersebut untuk melakukan validasi, apakah ada penggantian pejabat atau tidak di masa waktu yang dilarang terkecuali penggantian pejabat mendapatkan izin tertulis dari Menteri.

Munculnya pendapat bahwa ditetapkan dulu baru dibatalkan, menurutnya tafsir tersebut tidak berlaku. Hal itu merujuk pertimbangan hukum putusan Mahkamah Agung Nomor 570/TUN/PILKADA/2016 yang diputuskan pada 4 Januari 2017 terkait pelanggaran Pasal 71 ayat (2) di Pilkada Kabupaten Boalemo tahun 2017.

Sesuai Putusan Mahkamah Agung Nomor 570, dianggap keliru putusan Majelis Hakim judex fakti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang menyebutkan ditetapkan dulu pasangan calon baru dibatalkan.

“Jadi tidak berlaku tafsir bahwa ditetapkan dulu pasangan calon lalu dibatalkan. Sehingga KPU tidak harus menetapkan dulu, baru membatalkan karena itu pemahaman dan langkah yang keliru,” ucapnya.

Ketika dimintai tanggapan terkait rekomendasi Bawaslu terkait kasus pelanggaran administrasi pemilihan yang dilakukan Bupati Banggai dan Morowali Utara, pihaknya enggan banyak memberikan komentar.

Dia hanya meminta agar hal tersebut dikonfirmasi kepada Bawaslu. “Silakan nilai sendiri. Untuk lebih jelasnya konfirmasi ke Bawaslu,” pungkasnya.

Sumber: Diolah dari www.sultengterkini.com

Langkah Strategis Bawaslu dalam Penanganan Pelanggaran

295 Views

Palu-Jati Centre. Misi utama penyelenggara pemilihan adalah mewujudkan Pilkada berkualitas baik kualitas dari sisi proses maupun kualitas hasil kontestasi. Proses berkualitas berupa jaminan kontestasi dilaksanakan sesuai aturan dan asas pemilihan sehingga tidak ada pelanggaran, dan hasil pemilihan yang diterima semua pihak terutama pihak yang berkontestasi.

Selain itu, misi kedua berupa Pilkada harus menjamin keselamatan masyarakat dan semua pihak, terutama di masa pandemi covid-19, melalui kepatuhan penerapan protokol kesehatan. Hal ini disampaikan Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Konsolidasi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten/Kota Se-Sulawesi Tengah, di Palu pada Selasa (18/8/2020).

“Pilkada berkualitas harus menjamin keselamatan, agar masyarakat menjadi sehat dan aman apalagi di tengah pandemi covid-19,” jelasnya.

Lebih lanjut, mantan Ketua Bawaslu Provinsi Sulteng ini menguraikan poin-poin langkah strategis Bawaslu dalam penindakan pelanggaran pemilihan kepala daerah tahun 2020. Yakni, Bawaslu telah melaksanakan Workshop dengan kepala daerah seluruh Indonesia terhadap potensi pelanggaran Pasal 71 UU Pemilihan.

“Selanjutnya, membentuk kelompok kerja Bawaslu dan KASN, terkait tindak lanjut rekomendasi pelanggaran hukum lainnya, dan kelompok kerja dengan KPU terkait tindaklanjut rekomendasi pelanggaran administrasi,” ujarnya.

Lebih lanjut Dosen Tetap Universitas Tadulako ini menyebutkan, mengganti Peraturan Bersama tentang Sentra Gakkumdu, melalui proses revisi Perbawaslu Penanganan Pelanggaran, dan Penanganan Pelanggaran administrasi yang terjadi secara TSM.

Lalu, meminta fatwa Mahkamah Agung terkait dengan penanganan perkara tindak pidana yang in absensia.

“Agar penerapan ketentuan in absensia dapat diterapkan dalam Pilkada seperti halnya dalam ketentuan Pemilu,” urai Ratna Dewi.

Mengoptimalkan koordinasi penanganan pelanggaran dengan jajaran melalui Rakornas dan Rakernis Penanganan Pelanggaran.

“Membangun sistem pelaporan dugaan pelanggaran berbasis informasi teknologi,” ujarnya.

Selanjutnya, penguatan dan peningkatan kapasitas sekretariat pengawas pemilihan melalui fasilitasi penanganan pelanggaran dan validasi data pelanggaran. Terakhir, sosialisasi penanganan pelanggaran kepada masyarakat, pengawas pemilihan dan stakeholders terkait melalui video tutorial.