JATI CENTRE – Pemilu damai merupakan harapan dan cita-cita, bukan hanya oleh penyelenggara pemilu, pemerintah dan masyarakat, termasuk peserta pemilu (partai politik) juga mendambakan kondisi pemilu damai.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah, Nilam Sari Lawira saat menjadi narasumber dalam kegiatan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah di Palu, pada Senin, 20 Maret 2023.
Menurut mantan Dosen Universitas Tadulako ini, persyaratan normatif maupun empiris harus terpenuhi dalam rangka mewujudkan pemilu damai. Elit politik dan masyarakat harus saling mendukung dan menguatkan dalam memahami substansi demokrasi yang diwujudkan lewat pelaksanaan pemilu.
“Pemilu damai tahun 2014 dapat terwujud, jika terpenuhi syarat-syaratnya,” jelasnya.
Syarat Pemilu Damai
Nilam Sari Lawira menguraikan, ada empat persyaratan untuk mewujudkan harapan tentang Pemilu damai.
Pertama, Nilai-nilai demokrasi yang jadi acuan utama. Dalam demokrasi, pemerintahan yang dikehendaki rakyat dihasilkan melalui mekanisme kebebasan berpendapat baik individu, kelompok maupun partai politik.
Nilai-nilai dan wacana demokrasi sudah ada di masyarakat, tetapi belum dapat diaktualkan secara baik dan konkret. Demokrasi masih dipahami sebagai sarana untuk menyalurkan pendapat dan aspirasi, tetapi tidak pernah dipahami mendengar aspirasi dan pendapat lawan politik.
Sehingga yang terjadi adalah melembaganya sifat egois untuk menang tanpa peduli dengan keadaan pihak lawan. Kalau paradigma ini masih tetap ada, maka kebencian antar kelompok yang berbeda akan terus ada, dan pendidikan politik tidak akan berjalan dengan baik.
Kedua, Pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu secara profesional. penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu), institusi negara terkait, dan peserta pemilu, harus terus melakukan pencegahan dan sosialisasi dalam rangka mencegah berbagai potensi pelanggaran pemilu.
Kebijakan bersama antara penyelenggara, institusi negara terkait, dan aparat penegak hukum harus berkolaborasi agar kerja pencegahan tidak sektoral dan kasuistik.
Ketiga, masyarakat harus bijak memilah dan mencerna informasi. Perlu ada kroscek ulang sebelum mengambil langkah atau keputusan. Kroscek jika benar-benar dipraktikkan, niscaya tidak akan memberi ruang bagi hadirnya kampanye jahat dan provokasi.
Ada kesadaran kritis publik menyaring informasi yang diterima, tidak cepak terpancing untuk bersikap dan menghakimi. Agar tidak terjebak dalam agenda jahat para penyebar hoax dan penyebar ujaran kebencian.
Keempat, keberadaan institusi-institusi sosial-politik yang mendorong demokrasi. Pendidikan politik untuk demokrasi harus tetap dilakukan lewat partai politik, lembaga swadaya masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan maupun lembaga-lembaga formal lainnya.
“Keberadaan institusi sosial-politik masyarakat akan berperan meredam potensi konflik dan gejolak sosial yang sering mengemuka ketika ada isu-isu dihembuskan. Apalagi menyasar suku, agama, ras dan antar golongan,” jelas Nilam Sari Lawira.
Damai Dibuat Nyata
Menurut Ketua DPRD Provinsi Sulteng perempuan pertama ini, Ia menaruh harapan akan peran dan keberadaan tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam mengedukasi masyarakat sangat penting, menjernihkan keadaan, dan memberikan pandangan solutif yang menyejukkan.
Damai tidak cukup dideklarasikan, damai harus dibuat nyata. Caranya, dengan mempraktekan yang ada dalam teks, norma dan ketentuan hukum.
Lanjut Nilam Sari Lawira, kedamaian pemilu akan terwujud jika kontestasi pemilu berisi edukasi politik dengan media adu ide, gagasan dan program peserta pemilu yang mencerahkan. Bukan sebaliknya marak pelanggaran, kecurangan, dan tindakan memecah-belah.
Untuk diketahui kegiatan kegiatan sosialiasi FKUB Sulteng diikuti antusias oleh peserta yang berasal dari pengurus FKUB Sulteng, Kota Palu dan Kabupaten Sigi. Juga turut hadir peserta dari perwakilan agama, organisasi keagamaan, dan jurnalis.***