379 Views
Palu-Jati Centre. Pelaksanaan Rapat Pleno Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebanyak dua kali untuk subjek dan objek permohonan yang sama, tidak dikenal dalam tata penyelesaian sengketa pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, maupun dalam Peraturan Bawaslu yang mengatur tentang rapat pleno.
Hal itu disebutkan Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Ruslan Husen di Palu, Selasa (13/10/2020).
“Terutama saat produk lembaga berupa keputusan dan kebijakan Bawaslu Kabupaten Banggai telah disampaikan kepada pihak pemohon dalam proses penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah,” sebutnya.
Jika rapat pleno ulang, menurutnya, merupakan langkah tidak profesional selaku penyelenggara. Apalagi terhadap objek permohonan sengketa dan subjek hukum pemohon yang sama.
Menurut Koordinator Divisi Hukum dan Humas Bawaslu Sulteng ini, rapat pleno Bawaslu Kabupaten Banggai, bisa mendapatkan masukan, saran, data, informasi, atau referensi untuk memperkaya khasanah pembahasan dalam mengambil keputusan.
“Tetapi, otoritas menilai keterpenuhan unsur-unsur permohonan, tetap pada rapat pleno Bawaslu Banggai yang memperoleh kewenangan atribusi dari Undang-Undang Pilkada,” ungkapnya.
Menurutnya, pertimbangan Bawaslu Kabupaten Banggai cukup jelas. Terhadap objek sengketa berupa keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Banggai yang ditetapkan sebagai tindak lanjut dari penanganan pelanggaran administrasi pemilihan kepala daerah oleh Bawaslu, merupakan objek sengketa yang dikecualikan.
“Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 5 huruf a Peraturan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan,” jelasnya.
Untuk diketahui, objek sengketa surat Keputusan KPU Kabupaten Banggai Nomor 50 tanggal 23 September 2020, menyatakan Pasangan Calon HY dan ML dengan status tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilihan Bupati dan Wakil Bupati pada pemilihan serentak lanjutan tahun 2020.
Sehingga, menurutnya, sudah tepat hasil Rapat Pleno Bawaslu Kabupaten Banggai, setelah melakukan verifikasi kelengkapan dokumen permohonan secara formil dan materil, menyatakan permohonan tidak dapat diterima sebagai objek sengketa.
“Keputusan pleno itu bersesuaian dengan ketentuan dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a Peraturan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2020,” katanya.
Pihaknya, sangat menyayangkan, ketika independensi Bawaslu Kabupaten Banggai diintervensi kekuatan politik melalui tangan-tangan internal Pimpinan Bawaslu di struktur atasnya, guna menggelar dan memerintahkan Rapat Pleno ulang atas keputusan sengketa yang telah diputuskan.
“Sejatinya, Bawaslu Kabupaten Banggai dibela, dilindungi, dan didukung ketika mereka sudah bekerja dengan baik dan tidak melanggar hukum,” jelasnya.
Menurutnya, terbukti rekomendasi Bawaslu Banggai untuk petahana dinyatakan tidak memenuhi syarat, telah ditindaklanjuti KPU Banggai. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan dalam penanganan pelanggaran administrasi pemilihan kepala daerah kepada petahana.
Padahal jauh hari, menurutnya, perkembangan kasus dalam mekanisme pelaporan berjenjang telah disampaikan ke atasan.
“Namun mengapa di akhir waktu status permohonan, keputusan Bawaslu Kabupaten Banggai menjadi dipermasalahkan bahkan diintervensi melalui serangkaian kegiatan pragmatis,” sebutnya.
Ketika ditanya serangkaian kegiatan pragmatis dimaksud, Ia merinci, permintaan untuk pleno ulang sekaitan dengan permohonan sengketa petahana tidak dapat diterima, proses klarifikasi tanpa dasar hukum terhadap Bawaslu Banggai yang dilakukan Anggota Bawaslu Sulteng atas perintah Bawaslu RI.
“Kemudian, registrasi laporan HY tentang dugaan pelanggaran administrasi pemilihan di Bawaslu Sulteng yang dipaksakan, padahal kasus serupa telah ditangani Bawaslu Banggai dan pokok masalah merupakan objek sengketa,” sebutnya.
Lanjutnya, kegiatan pragmatis lainnya, ada upaya kriminalisasi terhadap Bawaslu Banggai melalui gelaran pembahasan di Sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu), tanpa didahului dengan pembahasan di tingkat Pimpinan Bawaslu Sulteng.
Ia, berharap agar penyelenggara pemilihan kepala daerah, benar-benar menjaga integritas dan profesionalitasnya. Tidak goyah dengan intervensi apalagi tanpa dasar hukum yang kuat, untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
“Sebab kerja sebagai penyelenggara pemilihan bukan semata-mata mengurusi manusia dengan berbagai kepentingannya. Namun, lebih pada meneguhkan integritas dan profesionalitas serta menabur amal baik, sebagai amal pertanggung-jawaban kepada Tuhan Pencipta,” pungasnya.