JATI CENTRE – Bangsa Indonesia memiliki identitas suku, agama, ras, dan antar golongan yang berbeda-beda. Namun, semuanya disatukan oleh semangat bhinneka tunggal ika.
Dalam politik, masing-masing peserta pemilu memiliki identitas politik berbeda-beda. Semuanya berjuang mewujudkan tujuan kelompoknya sepanjang sesuai dengan Pancasila dalam kerangka NKRI.
Politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut.
Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagaimana diubah dengan Perpu Nomor 1 tahun 2022, tidak menyebutkan larangan tentang praktik “politik identitas”.
Hal itu disampaikan Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu Ruslan Husen saat menyampaikan materi dalam Seminar Nasional yang dilaksanakan UIN Datokarama Palu melalui Himpunan Mahasiswa Program Studi Perbandingan Mazhab, pada Kamis, 16 Maret 2023 di Palu.
“Dilarang dalam UU Pemilu kaitan dengan isu politik identitas, yakni perbuatan yang bernilai: menghina, menghasut, dan ancaman kekerasan termasuk fitnah, ujaran kebencian, dan penyebaran berita bohong dalam masa kampanye,” sebutnya.
Lebih lanjut menurut Ruslan, Pasal 280 ayat (1) huruf c, d, dan e UU Pemilu, menyebutkan:
Pelaksana, Peserta, dan Tim Kampanye Pemilu dilarang: Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Peserta Pemilu lain; Menghasut dan mengadu domba perorangan atapun masyarakat; Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu yang lain.
“Pelanggaran terhadap larangan ketentuan tersebut, merupakan tindak pidana Pemilu, yang akan diproses lewat Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu),” jelas Ruslan.
Menurutnya, UU Pemilu tidak melarang politik identitas, yang dilarang berupa tindakan menghina, menghasut, dan ancaman kekerasan kepada kelompok lain, untuk tujuan kepentingan politik.
Sah menurut hukum, kelompok politik (parpol dan calon) menonjolkan identitas suku, agama, ras, dan antar golongan tertentu untuk meraih simpati pemilih, sepanjang menjamin persatuan dan kesatuan bangsa.
Seminar yang diikuti sejumlah mahasiswa di lingkungan Kampus UIN Datokarama Palu dan mahasiswa perguruan tinggi di Kota Palu, turut menghadirkan narasumber kedua.
Cherly Trisna Ilyas mewakili KPU Provinsi Sulawesi Tengah, mengajak kalangan mahasiswa untuk menjadi pemilih yang cerdas dengan memastikan hak pilihnya, dan turut aktif dalam mencari informasi mengenai para peserta Pemilu di tahun mendatang.
Adapun Ketua HMPS Perbandingan Mazhab Moh. Farhat berharap, melalui kegiatan ini mahasiswa dapat memposisikan dirinya dalam menghadapi pemilu 2024 di tengah isu politik identitas.
Agar tidak mudah dipengaruhi paham ataupun isu yang cenderung provokatif dan berpotensi memecah belah masyarakat.***