Tahapan Pemilu di Daerah Korban Bencana Alam

225 Views

——————————————

Bencana alam (gempa bumi, tsunami dan likuifaksi) yang menimpa Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala termasuk menimpa Kabupaten Parigi Moutong pada Jumat (28/9/2018) lalu, telah menorehkan catatan jumlah korban bencana alam, baik meninggal dunia, luka berat dan ringan, kehilangan-kerusakan harta benda dan tempat tinggal, perpindahan domisili penduduk, termasuk penduduk yang mengungsi keluar daerah menyelamatkan diri.

Tulisan ini, tidak dimaksudkan menganalisis penyebab bencana alam, termasuk tidak dimaksudkan mengurai program-kegiatan dalam masa tanggap bencana, rehabilitasi dan rekonstuksi ulang atas wilayah bencana dan wilayah terdampak bencana. Tetapi, tulisan ini lebih diarahkan untuk mengurai dinamika-dampak bencana alam atas pelaksanaan tahapan Pemilu tahun 2019 yang terus berjalan.

Ada beberapa isu aktual sekaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah korban bencana alam. Pertama, konsolidasi jajaran penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) yang siap bertugas kembali. Kedua, perbaikan DPT setelah bencana alam karena terdapat pemilih yang meninggal dunia, pindah domisili dan pindah daerah karena mengungsi. Ketiga, perubahan DCT sebagai akibat bencana alam karena terdapat calon anggota legislatif meninggal dunia.

Konsolidasi Penyelenggara Pemilu

Bencana tidak dapat dipastikan (hanya dapat diperkirakan) oleh kemampuan dan teknologi manusia. Demikian pula kejadian bencana alam di Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parigi Moutong di Provinsi Sulawesi Tengah telah memakan korban yang sangat banyak. Bencana alam ini telah menjungkir-balikkan kecongkakan manusia atas kekuatan alam (Tuhan). Bencana telah membuat aspek perencanaan pembangunan termasuk dalam hal ini-tahapan Pemilu berpotensi berubah.

Jajaran penyelenggara Pemilu juga banyak menjadi korban meninggal dunia atau hilang, mengalami luka berat serta rusak/hilangnya sarana, prasarana dan dokumen-administrasi Lembaga. Secara langsung dampak bencana akan mempengaruhi kinerja penyelenggara Pemilu. Hingga menimbulkan pertanyaan, apakah tahapan Pemilu di daerah bencana dapat diubah?. Apakah Pemilu susulan bisa menjadi alternatif mengatasi permasalahan dampak bencana ini?. Ini semua menjadi rangkaian pertanyaan, yang harus segera dijawab dan dituntaskan pimpinan tertinggi penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) termasuk kebijakan dari Pemerintah.

Pemulihan dan berbaikan kelembagaan akan memakan waktu guna menjalankan tugas dan kewenangan seperti sedia kala. Pendataan atas jajaran penyelenggara Pemilu yang meninggal dunia, harus diatasi dengan menetapkan pengganti antar waktu (PAW) atau melakukan rekrutmen ulang jika tidak ada lagi PAW yang memenuhi syarat.

Demikian pula dengan kesiapan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan tugas dan kewenangan penyelenggara Pemilu. Bencana alam juga mengakibatkan rusak dan hilangnya fasilitas kantor. Bahkan ada beberapa kantor/sekretariat penyelenggara Pemilu yang rata dengan tanah (hancur) akibat gempa bumi dan terjangan tsunami dan likuifaksi.

Empati dan solidaritas sesama penyelenggara Pemilu, apalagi dengan dukungan Pemerintah akan turut membantu rehabilitasi dan rekonstruksi ulang. Permasalahan dan dampak bencana alam urgen diselesaikan, apalagi jika bencana alam tidak mengubah tahapan. Bagi jajaran penyelenggara yang meninggal dunia-hilang, untuk disiapkan dan ditetapkan PAW. Namun, jika tidak adalagi calon PAW yang memenuhi syarat maka dilakukan rekrutmen ulang mengisi kekosongan, atau pelaksanaan tugas dan kewajiban dilaksanakan oleh jajaran penyelenggara Pemilu diatasnya. Misalnya, Panwascam berhalangan tetap maka tugas dan kewajiban Panwascam dilaksanakan oleh Bawaslu Kabupaten setempat.

Perbaikan DPT

Alur-proses penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah berjalan panjang. Banyak tahapan dan sumber daya telah terlibat guna akurasi jumlah DPT, baik dari jajaran KPU, Bawaslu maupun dari peserta Pemilu (Partai Politik) termasuk keterlibatan masyarakat.

Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan Daftar Pemilih Sementara (DPS) menjadi DPT setelah melalui proses panjang. Kembali, atas masukan Bawaslu dan peserta Pemilu, KPU lalu melakukan perbaikan atas DPT dan menetapkan DPT perbaikan pertama. Namun, karena masih terdapat pemilih yang tidak memenuhi syarat dan pemilih yang memenuhi syarat tidak masuk dalam DPT perbaikan pertama tadi, lalu KPU kembali atas masukan Bawaslu dan peserta Pemilu, melakukan perbaikan menjadi DPT perbaikan kedua.

Jumlah DPT harus akurat, dengan alasan jaminan hak konstitusional warga negara dan profesionalitas penyelenggara Pemilu. Warga negara yang memenuhi syarat sebagai pemilih, hendaknya tercantum dalam DPT, sebagai jaminan prinsip kesataraan dan keadilan. Demikian pula, akurasi DPT menjadi ukuran profesionalitas jajaran penyelenggara Pemilu guna akurasi DPT, KPU dalam memperbaiki DPT dan Bawaslu melakukan pengawasan atas akurasi dan penetapan atas DPT.

Selain itu, DPT harus akurat karena berpengaruh terhadap ketersediaan logistik Pemilu yang akan disiapkan KPU, seperti jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS), ketersediaan kotak dan bilik suara, hingga formulir dan surat suara yang harus dicetak. Jika jumlah DPT akurat, perencanaan kebutuhan logistik Pemilu akan mencukupi dan tidak terjadi penggelembungan atau kekurangan logistik Pemilu nantinya.

Dari aspek tahapan Pemilu, DPT hasil perbaikan pertama telah ditetapkan KPU untuk dilakukan perbaikan kembali. Dalam kondisi normal, perbaikan DPT tentu dapat berjalan sesuai dengan rencana. Tetapi bagi daerah yang mengalami bencana alam, banyak penduduk meninggal dunia-hilang, sarana dan prasarana pemerintahan rusak serta berbagai dampak bencana lainnya turut berpotensi mengubah tahapan Pemilu.

Akurasi DPT akan menghapus pemilih yang meninggal dunia dan mengubah penduduk yang pindah domisili. Bencana alam telah menyebabkan banyak korban meninggal dunia dan mobilisasi perpindahan penduduk untuk menyelamatkan diri. Sebut saja di wilayah korban gempa bumi dan likuifaksi, Balaroa dan Petobo di Kota Palu dan Jono Oge di Kabupaten Sigi telah menyebabkan ribuan penduduk meninggal dunia-hilang dan yang selamat harus meninggalkan atau di relokasi dari wilayah tadi.

Perubahan DCT

Catatan korban bencana alam juga mendera beberapa orang yang terdapat dalam Daftar Calon Tetap (DCT), baik meninggal dunia ataupun hilang sebagai korban gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu dan Kabupaten Sigi dan Donggala. Inilah bencana massal, yang tidak memilih manusia, semua dapat menjadi korban.

Atas nama kepastian hukum, DCT dapat saja diubah saat calon yang diusulkan meninggal dunia. Namun berbeda halnya dengan calon anggota legislatif yang terdaftar dalam DCT, regulasi menekan dan kurang membuka ruang untuk melakukan perubahan dan penggantian atas calon anggota legislatif yang meninggal dunia. Jika demikian halnya, tinggal dilaksanakan dan diikuti.

Peran aktif dari Parpol untuk memberikan data dan informasi atas calon anggota legislatif yang telah meninggal dunia atau hilang kepada KPU. Nanti KPU yang mengambil kebijakan atau tindak-lanjut sekaitan dengan calon yang menjadi korban bencana alam.

Hikmah

Kita berkeyakinan bahwa apa yang sedang melanda daerah ini adalah musibah atas kehendak-Nya, meskipun segala sesuatu yang terjadi melalui perantara fenomena alam dan ulah manusia. Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi.

Saatnya bangkit kembali !
Palu, 23 Oktober 2018

 

File PDF dapat di Downloads di sini