Penindakan, Menjadi Pencegahan Pelanggaran
PENINDAKAN, MENJADI PENCEGAHAN PELANGGARAN
Oleh : Ruslan Husen, SH, MH.[1]
Peserta Rapat Koordinasi memasuki ruangan aula dan menempati kursi-kursi yang telah disiapkan Panitia. Beberapa diantara mereka telah menggunakan kartu identitas peserta yang dikalungkan di leher. Demikian pula Panitia, sibuk menyiapkan kebutuhan teknis untuk acara pembukaan Rapat Koordinasi Bawaslu ini.
Waktu telah menunjukkan pukul 20.05 WIB, ruangan aula telah padat oleh Peserta dan jejeran Panitia pada posisi siaga, menandakan kegiatan pembukaan Rapat Koordinasi siap dimulai. Tak lama kemudian, Pimpinan Bawaslu memasuki ruangan aula. Pesertapun berdiri ramai memberi salam, berjabat tangan. Menandakan keakraban dan kesahajaan pertemuan di antara sesama pengawas Pemilu.
Pimpinan Bawaslu duduk paling depan dengan posisi kursi dan meja lebih tinggi dari kursi meja peserta, dengan posisi membelakangi spanduk besar Rapat Koordinasi dan berhadapan dengan peserta. Di atas meja mereka tampak hidangan kue-kue yang disajikan dalam wadah tertutup, tak lupa disampingnya tersedia air mineral dalam kemasan.
Dalam kesempatan inilah, Mohammad Afifuddin[2] menyampaikan pesan, “Penindakan menjadi pencegahan pelanggaran bagi lainnya.” Satu kalimat ini yang menggambarkan kinerja Bawaslu menindaklanjuti hasil pengawasan ke dalam rangkaian penindakan pelanggaran, yang ternyata memberi dampak pada pencegahan pelanggaran lainnya.
Sengaja Penulis menguraikan diawal sumber inspirasi tulisan ini. Paling tidak, pemikiran ini telah memperoleh justifikasi lewat pelaksanaan kegiatan pengawas pemilu. Bukan hanya pengawas pemilu di Daerah, tetapi kebenarannya telah diuji dalam penindakan pelanggaran di Bawaslu, yang berdampak pada urungnya pelanggaran lain dilakukan.
Pencegahan Pelanggaran
Pengawas Pemilu adalah lembaga yang mengawasi Penyelenggaraan Pemilu yang meliputi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu). Keberadaan Pengawas Pemilu mutlak dibutuhkan dalam Penyelenggaraan Pemilu, apalagi setelah ditetapkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pengawas Pemilu bersama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjadi satu kesatuan Penyelenggara Pemilu, dengan porsi kewenangan masing-masing.
Penyelenggaraan tahapan Pemilu dilaksanakan oleh KPU, keberadaan Pengawas Pemilu dibutuhkan untuk memastikan proses tahapan dilakukan sesuai dengan norma dan ketentuan yang berlaku. Demikian pula, jika terjadi penyimpangan etik yang dilakukan KPU, dan Bawaslu maka DKPP akan memeriksa, mengadili dan memutus. Sebagai bentuk peringatan kepada penyelenggara lainnya, dan penghukuman bagi pelaku pelanggaran.
Pelaksanaan Pemilu di desain sebagai pesta demokrasi yang melibatkan stakeholders, guna sarana pergantian kekuasaan Pemerintahan secara damai dan absah (konstitusional). Pilihan demokrasi dengan Pemilu sebagai instrumen teknis, adalah pilihan terbaik saat ini. Bukan hanya Indonesia, mayoritas negara di dunia juga tetap menggunakannya.
Demokrasi menurut Deliar Noer, telah ditempatkan sebagai dasar hidup bernegara yang memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan keputusan atas masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk menilai kebijaksanaan negara, oleh karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat.[3] Dari itu, Demokrasi dipahami sebagai bentuk pemerintahan, di mana semua warga negara memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi, baik secara langsung atau melalui perwakilan di parlemen dalam hal perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum untuk mengatur tata kehidupan masyarakat.
Penjelmaaan Demokrasi dalam pergantian kekuasaan, di konstruksi melalui pelaksanaan Pemilu. Pemilu yang berhasil menjamin pergantian kekuasaan secara damai dan terjaminnya hak konstitusinal warga negara disebut sebagai Pemilu demokratis. Pemilu demokratis selalu dilekatkan dalam dua kata, artinya pelaksanaan Pemilu menjamin pemenuhan hak konstitusional warga negara dalam menentukan arah pembangunan dan kepemimpinan kedepan.
Di Indonesia, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.[4] Demikian pula dengan konstruksi Penyelenggara Pemilu juga saling terkait, yakni KPU melaksanakan tahapan Pemilu, Bawaslu mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilu, dan DKPP menjadi hakim atas pelanggaran etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.
Penyelenggara Pemilu ditempatkan sebagai unsur penting terwujudnya Pemilu yang demokratis. Walaupun keberadaan Pemerintah dan masyarakat juga memegang peranan sangat penting. Penyelenggara Pemilu dituntut bekerja profesional dan taat asas. Memberikan pelayanan profesional secara tepat, cepat dan tanpa diskriminatif.
Demikian pula dengan peserta Pemilu, juga dituntut untuk berintegritas. Taat terhadap pedoman dan aturan pelaksanaan yang sudah digariskan dalam peraturan perundang-undangan Pemilu, menghargai saingan (kontestan) dengan menghindari diri mendapatkan kemenangan dengan melakukan pelanggaran atau kecurangan. Kehadiran mereka dirasakan manfaatnya di tengah masyarakat, dimana peserta Pemilu turut memberikan pendidikan politik yang sehat, pada intinya turut berkontribusi pembangunan demokrasi.
Memang diakui, peserta Pemilu perlu memiliki biaya dan modal yang kuat dalam perhelatan kontestasi demokrasi. Paling tidak, mereka perlu biaya operasional kampanye dan konsolidasi internal. Tetapi, Pemilu yang dilaksanakan serentak oleh perancang Undang-Undang agar terlaksana secara murah dan meriah. Beban pembiayaan yang membutuhkan biaya besar kini diadakan oleh KPU dengan beban anggaran dari APBD atau APBN. Sebut saja, pengadaan bahan kampanye dan pemasangan alat peraga kampanye kini menjadi kewenangan KPU menyediakan. Demikian pula dengan pelaksanaan debat publik, juga menjadi ranah KPU untuk melaksanakan.
Desain Pemilu terlaksana murah dan meriah dengan kesiapan lembaga Penyelenggara Pemilu berlaku adil dan tanpa diskriminatif. Ternyata dalam perjalanan pelaksanaan Pemilu di tahun 2019 ini, maupun pelaksana pemilihan kepala daerah serentak sebelumnya (tahun 2015, 2017 dan 2018) tetap diwarnai dan dinodai dengan pelanggaran. Pelanggaran yang dilakukan oleh pihak peserta pemilihan, bahkan pelanggaran yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.
Telah umum dipahami, pelanggaran Pemilu menjadi benalu, hambatan dan tantangan yang merusak tatanan demokrasi yang terus dibangun ini. Pelanggaran Pemilu jika dibiarkan tanpa penanganan yang tepat akan berpotensi menimbulkan konflik sosial, bahkan bisa mengancam keutuhan kesatuan bangsa. Penanganan harus tepat dan cepat, jangan sampai muncul kesan pembiaran dan tidak netral penyelenggara melaksanakan tugas.
Pelanggaran Pemilu adalah tindakan yang bertentangan, melanggar, atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait Pemilu.[5] Norma dalam Undang-Undang dan turunannya baik dalam Peraturan Pemerintah maupun secara teknis dalam Peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu, di desain agar ada jaminan keadilan dan kepastian hukum dalam penanganan dan penindakan pelanggaran Pemilu.
Secara khusus Bawaslu yang memiliki tugas melakukan pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu dan penyelesaian sengketa proses Pemilu sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bagi Bawaslu pencegahan bukan lagi menjadi strategi, tetapi pencegahan telah menjadi tugas utama bersama dengan penindakan. Bahkan secara normatif, dalam penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa Pemilu, juga ditanyakan apakah program dan kegiatan pencegahan yang telah dilaksanakan sehingga pelanggaran dan sengketa Pemilu masih tetap terjadi.
Penindakan Pelanggaran
Terdapat pandangan melihat keberhasilan kinerja Bawaslu dari sisi banyak-tidaknya pelanggaran pemilu yang berhasil ditindak atau ditangani sesuai mekanisme penanganan pelanggaran pemilu. Artinya, semakin banyak pelanggaran yang ditangani, maka kinerja Bawaslu dianggap berhasil. Sebaliknya, semakin sedikit penindakan atas pelanggaran yang ditangani, maka kinerja Bawaslu dinilai kurang berhasil.
Sementara di pihak lain juga memandang, keberhasilan kinerja Bawaslu bukan dilihat dari banyak-sedikitnya penindakan atas pelanggaran yang berhasil ditangani. Tetapi seberapa banyak potensi terjadinya pelanggaran yang berhasil dicegah. Peserta pemilu dan masyarakat pemilih berpotensi melakukan pelanggaran, tetapi Bawaslu berhasil mencegah hingga urung pelanggaran terjadi.
Memang sisi pendapat ini ada benarnya dengan justifikasi konsep masing-masing, dengan sudut pandang berbeda. Menurut Penulis, pada sisi pencegahan terjadinya pelanggaran dinilai berhasil jika banyak potensi pelanggaran yang berhasil dicegah oleh pengawas Pemilu. Program dan kegiatan pengawas Pemilu di desain guna potensi terjadinya pelanggaran baik yang dilakukan oleh peserta Pemilu, pemilih maupun Penyelenggara Pemilu berhasil dicegah. Ada bentuk kesadaran yang berhasil terinternalisasi dan menyebar luas kepada masyarakat untuk urung melakukan pelanggaran, baik karena kasadaran moral atas norma dan nilai yang dianut maupun takut dijatuhi sanksi hukum.
Pada sisi lain, banyaknya penindakan oleh Pengawas Pemilu atas kasus pelanggaran Pemilu juga menandakan kemampuan dan daya tahan lembaga bekerja. Tidak semua orang bisa bekerja melakukan penindakan atas pelanggaran Pemilu di tengah keterbatasan sumberdaya, godaan materil dari pihak yang ditindak, bahkan intervensi dan ancaman dari berbagai pihak.
Telah diuraikan di narasi sebelumnya, bahwa tugas Bawaslu melakukan pencegahan dan penindakan. Pencegahan bukan lagi sebagai strategi tetapi telah menjadi tugas utama, sementara penindakan juga mensyaratkan ada pencegahan terlebih dahulu. Lantas, bagaimana menilai keberhasilan kinerja Pengawas Pemilu? Apakah pencegahan dan penindakan bisa dilakukan bersamaan dalam satu tarikan kerja Pengawas Pemilu?
Disinilah dasar pijak pemikiran, penindakan pelanggaran Pemilu menjadi pencegahan terjadi pelanggaran bagi potensi pelanggaran lainnya. Memang butuh kasus tepat ditindak oleh Pengawas Pemilu secara profesional dan taat asas. Hingga berefek secara luas di masyarakat. Setiap orang lalu mengambil pelajaran untuk tidak melakukan pelanggaran serupa atau menyerupai, baik karena kesadaran moral maupun takut akan dikenai sanksi hukum.
Lihat saja penindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Pengawas Pemilu, liputan media massa yang berkelanjutan dan menjadi topik perhatian masyarakat. Apalagi jika terlapor merupakan tokoh Partai atau tokoh di Pemerintahan, yang dikenal memiliki visi membangun daerah lantas diduga melakukan pelanggaran hingga ditindaki di lembaga Pengawas Pemilu. Tentu muncul pro dan kontra atas penanganan pelanggaran yang dilakukan Pengawas Pemilu.
Sementara Pengawas Pemilu, dituntut netral, tegas dan profesional. Siapapun yang melakukan pelanggaran harus ditindak, apakah ada tekanan atau tidak ada tekanan, baik rakyat biasa maupun tokoh berpengaruh maka penanganan pelanggaran tetap dilakukan. Demikian doktrin penanganan pelanggaran dari Pengawas Pemilu yang oleh Undang-Undang memiliki kewenangan untuk itu.
Secara normatif, Penindakan merupakan serangkaian proses penanganan pelanggaran yang berasal dari Temuan atau Laporan untuk ditindaklanjuti oleh instansi yang berwenang. Proses penanganan pelanggaran meliputi Temuan/Laporan; Pengumpulan alat bukti; Klarifikasi; Pengkajian; dan/atau Pemberian rekomendasi.[6]
Serangkaian penindakan Pengawas Pemilu, dengan melakukan klarifikasi kepada saksi dan terlapor dapat menyita perhatian publik, apalagi jika terlapor merupakan tokoh politik atau tokoh di Pemerintahan. Terdapat animo mengetahui tindaklanjut penindakan Pengawas Pemilu. Walaupun tidak jarang kinerja Pengawas Pemilu juga disorot. Tentu hal itu wajar, agar terdapat kontrol juga ke lembaga Pengawas Pemilu ini.
Terdapat semacam sanksi sosial atau moral ketika terlapor diperhadapkan pada Tim Klarifikasi Pengawas Pemilu. Walaupun belum ada rekomendasi atau putusan dari Pengawas Pemilu. Terdapat stigma, yang terklarifikasi oleh Pengawas Pemilu telah melakukan pelanggaran. Disisi lain, terlapor juga tidak mau diposisikan sebagai pihak yang bersalah, jika kasusnya diproses lanjut. Walhasil, terlapor lebih memilih untuk menghentikan kegiatan yang dinilai Pengawas Pemilu sebagai pelanggaran. Agar opini publik yang merugikan terhadap dirinya segera berakhir.
Dalam posisi inilah, kinerja Pengawas Pemilu dan media massa saling sinergi. Pengawas Pemilu membutuhkan penyebarluasan informasi penindakan agar memiliki efek pencegahan ke publik, dan media massa sendiri membutuhkan sumber pemberitaan terpercaya dan beritanya dinanti oleh masyarakat baik mereka yang pro atau kontra atas penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh Pengawas Pemilu.
Penutup
Sejatinya Pemilu berlangsung secara demokratis dan taat asas. Adapun pelanggaran Pemilu yang ada pada setiap tahapan, untuk tidak menafikkan kenyataan ini, harus ditangani oleh Pengawas Pemilu secara adil dan berkepastian hukum. Sebab penanganan pelanggaran Pemilu telah menjadi tugas dan wewenang lembaga Pengawas Pemilu yakni Bawaslu/Panwaslu.
Pada kegiatan penindakan pelanggaran, ternyata satu sisi telah menjadi pencegahan efektif. Bagi terlapor dapat menimbulkan efek jera, dan bagi pihak yang potensial melanggar, baik karena kesadaran moral dan takut dikenai sanksi hukum lantas memilih kegiatan yang oleh Pengawas Pemilu bukan pelanggaran.
Catatan Kaki :
[1] Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah. Sebelumnya pernah menjadi Tim Asistensi Bawaslu Provinsi Sulteng tahun 2017 sekaligus mengajar di Fakultas Hukum Universitas Tadulako Palu.
[2] Mohammad Afifuddin, Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu RI periode tahun 2017-2022.
[3] Delair Noer dalam Machmud MD, 2003, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm 19.
[4] Lihat ketentuan Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945.
[5] Pasal 1 angkan 28 Peraturan Bawaslu Nomor 7 tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum.
[6] Lihat Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Bawaslu Nomor 7 tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum.
Artikel File PDF dapat di downloads di sini.