Pasangkayu-Jati Centre. Pelaksanaan pembangunan daerah masih dipenuhi berbagai tantangan dan hambatan, di antaranya masih terbatasnya pendapat asli daerah (PAD) untuk membiayai kegiatan pembangunan daerah. Sehingga perlu terobosan yang legal untuk mencari, menggali, dan memanfaatkan potensi daerah maupun potensi yang ada di tengah masyarakat guna menunjang penyelenggaraan pemerintahan.
Hal ini beralasan, pelaksanaan pembangunan daerah bukan hanya tanggung jawab pihak pemerintah daerah semata. Pelaksanaan pembangunan sangat membutuhkan peran-serta dan partisipasi aktif semua pihak, mulai individu maupun badan usaha.
Dari itu, menjadi penting bagi pemerintah daerah untuk menyelenggarakan dan mengelola lain-lain pendapatan daerah yang sah sebagai pundi-pundi pendapatan daerah. Dalam hal ini, menggali potensi penerimaan dari sumber hibah, yang dilaksanakan berdasarkan prinsip transparansi dan tidak mengikat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut disampaikan Ketua Jati Centre Ruslan Husen dalam Seminar Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kabupaten Pasangkayu tentang Hibah kepada Pemerintah Daerah, di Pasangkayu pada Selasa (13/7/2021).
“Hibah kepada pemerintah daerah ini dimaknai penerimaan daerah yang berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, maupun pihak ketiga baik perorangan maupun badan hukum, dalam bentuk uang atau yang dipersamakan dengan uang, barang, dan jasa untuk menunjang peningkatan fungsi pemerintahan dan pembangunan daerah,” terang Ruslan.
Lebih lanjut menurut Alumni Pascasarjana Universitas Tadulako ini, penerimaan tersebut sejatinya dapat dimaksimalkan guna membantu peningkatan pembangunan daerah yang tentu imbasnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, penerimaan melalui hibah ini juga dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD), sehingga pundi-pundi pembiayaan pembangunan daerah dapat ditopang dari sumber tersebut.
“Perlu dilakukan pengaturan pelaksanaan penerimaan dan pengelolaan hibah kepada pemerintah daerah, sekaligus sebagai dasar hukum bagi pemerintah daerah untuk menggalang partisipasi pihak ketiga dalam pembangunan daerah. Pengaturan ini penting, agar memberi rambu sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.” pungkasnya.
Namun, patut dipahami tentang rambu-rambu pelaksanaannya agar tidak menjadi masalah di kemudian hari. Yakni pemberi hibah melaksanakan secara sukarela, tidak ada batasan minimal, tidak ada paksaan, dan tidak mengikat. Demikian pula pelaksanaannya, tidak boleh berakibat menghambat laju perkembangan ekonomi daerah dan iklim investasi.
Lebih lanjut Kepala Bagian Hukum dan HAM Kabupaten Pasangkayu, Mulyadi menyampaikan, Seminar tentang Hibah kepada Pemerintah Daerah dimaksudkan mencari masukan, tanggapan, dan saran terhadap Ranperda sebelum dilanjutkan ke tahap pembahasan, dan penetapan.
“Seminar Ranperda ini untuk menindaklanjuti ketentutan keputusan DPRD Kabupaten Pasangkayu Nomor 16 Tahun 2020 tentang penetapan program pembentukan perda tahun 2021,” terang Mulyadi.
Mulyadi juga menjelaskan bahwa alasan Ranperda ini diinisiasi dikarenakan selama ini dasar hukum yang digunakan oleh pemerintah daerah dalam melakukan penarikan terhadap sumbangan pihak ketiga masih Keputusan Bupati Mamuju. Dengan merujuk pada dasar hukum yang sudah dibatalkan yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1978 tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah.
“Sumbangan pihak ketiga dasar hukumnya sudah dicabut. Sehingga sudah tidak diperbolehkan istilah sumbangan kepada pihak ketiga. Dengan demikian berdasarkan kajian tim penyusun maka ditawarkan judul “Hibah Kepada pemerintah Daerah” yang memiliki dasar hukum dalam UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP 2 tahun 2012 tentang Hibah Daerah,” paparnya.
Perda hibah kepada pemerintah daerah dibentuk selain harus bersesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, ketertiban umum, dan kesusilaan, juga harus memperhatikan lokalitas daerah terkait dengan kemudahan berusaha dan berinvestasi di daerah. Jangan sampai Perda menjadi ancaman dan beban biaya tinggi terhadap perkembangan ekonomi daerah. Jika seperti ini, Perda dimaksud dapat dievaluasi bahkan dibatalkan oleh Pemerintah Pusat dengan kewenangan yang melakat padanya.
Pada prinsipnya hasil penerimaan sumbangan pihak ketiga sama dengan penerimaan dalam pelaksanaan hibah kepada daerah, yang harus dilaksanakan dengan transparan dan tidak mengikat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Terhadap hasil penerimaan daerah tersebut untuk selanjutnya dimanfaatkan bagi pembangunan daerah.
Selain itu, terhadap sumbangan maupun hibah tidak mengurangi kewajiban pihak ketiga kepada negara dan daerah sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya adanya kewajiban membayar pajak daerah dan retribusi daerah, atas kewajiban itu tetap dilaksanakan sebagaimana mestinya.